Memukau Wisata Petirtaan Belahan Dengan 6 Foto

Ella Puspita

kita di sini, di negara Indonesia Dan situs sejarah yang kita telisik dibangun bersamaan saat kekaisaran Bizantium mencapai puncak penaklukkan hingga mencaploki wilayahwilayah Arab di Suriah. Yuuk kita ke sana! Udara lereng gunung yang sejuk langsung kami rasakan begitu memasuki loka ini Disambut suara gemericik air yang meneduhkan hati Kebetulan sedang tak banyak pengunjung Inilah Candi Belahan, yang selalu mencuri perhatian Dan menjadi ajang begitu banyak interprestasi Bagi masyarakat interprestasi itu tidaklah penting, terpenting adalah memanfaatkan air . Yang ada Untuk .

Kebutuhan seharihari, untuk ritual, ataupun sekedar rekreasi. Masyarakat Jawa Klasik percaya bahwa Gunung Mahameru atau Himalaya di India sana Pernah dipotong para dewa dan bagian pucuknya diletakkan di Jawa Timur Potongan Himalaya ini adalah Gunung Penanggungan, yang dahulu bernama Pawitra Dengan demikian gunung ini . Juga menyimpan mata air keabadian Yakni Tirta Amerta, yang menjadi minuman para dewa. Inilah Tirta . Amerta itu. Kita hari ini ada di situs Belahan ‘ya Temanteman bisa lihat ada dua arca yang sebenarnya jaladwara .

Konon di tengahnya itu ada arca Wisnu, yang kadangkadang diidentikkan dengan . Airlangga Yang ini dianggap arca Dewi Sri Sementara yang ini dianggap Dewi Laksmi Keduanya adalah shakti, atau pasangan Dewa Wisnu Arca Dewi Laksmi memegang payudara yang memancarkan air. Temanteman bisa .

Perhatikan sendiri, betapa jernihnya air ini. Sudah dibuktikan . Meskipun diletakkan dalam wadah terpisah, .

Dalam satu minggu .

Kejernihan air ini tidak berubah Biasa, sebuah tempat bersejarah biasanya ada mitos Mitosnya, bahwa air di sini bisa . Membawa keabadian Sehingga bisa melawan penuaan Yang kedua, airnya . Ini mempunyai guna kesehatan Banyak warga di . Sini yang mungkin memanfaatkan air ini juga Kolam dikelilingi oleh deret batu. Dibelakang arca terdapat tembok bata merah, yang pada salah satu sisinya dihias relief Secara keseluruhan situs ini bersih . Dan nyaman Mengenai kapan situs petirtaan ini dibangun dan oleh siapa, tidaklah jelas. Salah satu interprestasi mendasarkan pada relief ini, yang dianggap sebagai kronogram Perhatikan, terdapat gambar Kala atau muka raksasa, dengan kedua tangannya, tampak seolaholah tengah menelan medallion, atau bulatan. Di bawahnya terdapat bentuk tubuh tanpa kepala. Ada yang .

BACA JUGA:   Tempat main anak di living world

Berpendapat ini adalah gambar raksasa menelan bulan sesuai . Dengan kisah gerhana Dimana tubuh yang bagian bawah tersebut adalah Dewa Candra atau Dewa Bulan. Kronogram ini dibaca dengan Candra Sinahut Kala, atau Bulan digigit raksasa, . Yang berarti tahun 931 Saka, atau tahun 1009 Masehi. Dengan demikian Petirtaan ini diyakini dibangun pada tahun 1009 Masehi, yakni pada masa Raja Airlangga yang berdarah Bali itu . Memerintah pulau Jawa. Dan memang berdasar kajian astronomi, pada tahun 1009 terjadi gerhana bulan yang bisa disaksikan di Pulau Jawa. Pendapat ini diperkuat dengan dugaan bahwa arca Garuda . Wisnu yang saat ini berada . Di museum Trowulan berasal . Dari petirtaan ini. . Garuda Wisnu dianggap sebagai perwujudan Raja Airlangga. Dan kedua arca dewi ini dianggap pasangan Dewa Wisnu, yakni Dewi Sri dan Laksmi, yang merupakan pertanda bahwa Raja Airlangga memiliki dua permaisuri, yang konon . Masingmasing melahirkan putra, yakni Shri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan, Kedua putra ini menjadi penyebab terbelahnya kerajaan . Airlangga menjadi dua, yakni Kerajaan Kadhiri . Dan Kerajaan Kahuripan. Pendapat ini meyakini bagian . Tengah ini dulunya adalah arca GarudaWisnu yang di Trowulan, Dengan demikian terlihat petirtaan ini seperti gambaran Raja Airlangga beserta kedua permaisurinya. Namun pendapat lain membantah, Bahwa arca GarudaWisnu Trowulan terlalu besar untuk diletakkan di relung tengah. Sehingga mustahil arca tersebut berasal dari petirtaan ini. Ada yang berpendapat .

Bahwa petirtaan ini dibangun sebelum zaman Raja Airlangga, Yakni pada . Masa kerajaan Medang periode Jawa Tengah, berdasar keterangan Prasasti Cunggrang yang mengisyaratkan petirtaan ini disebut dharmmapatapan i pawitra. Jadi sebelum zaman Raja Sindok. Pendapat lain justru menyoroti keberadaan dua arca dewi di petirtaan ini, dan darinya menyimpulkan usia bangunan ini bahkan lebih muda lagi, . Sekitaran masa kerajaan Majapahit. Misalnya adanya susunan bata merah. Arcanya yang tegak simetris dengan ukuran natural Siras cakra . Yang dihiasi pancaran sinar . Adanya kainkain pita yang berkibaran di sekeliling arca Ini adalah ciri2 arca perwujudan pada masa kerajaan Singhasari dan Majapahit. Misalnya arca Dewi Parwati dari Candi Rimbi, maupun berbagai arca Amoghapasa . Dari Singhasari. Sebenarnya pancuran .

BACA JUGA:   Quin Colombo Hotel Prambanan: Pengalaman Menginap Mewah yang Tak Terlupakan

Air tidak hanya dari payudara. Perhatikan, temanteman, kedua lengan dewi ini juga terdapat lubang yang merupakan pancuran, dan masih mengucurkan air. Lihat juga, di lengan dewi satunya juga terdapat lubang pancuran, sayangnya tidak lagi mengeluarkan air. Jadi terdapat enam pancuran jika semuanya berfungsi. Kedua arca ini berdiri di atas padmasana, . Atau singgasana berbentuk teratai Begitu pun dengan relief ini. Kalau diperhatikan, bagian tengah relief ini berlubang, yang sebenarnya tempat pancuran air. Apa tidak mungkin jika relief kronogram ini . Letaknya di relung tengah, dan kita asumsikan disangga batu berukir yang terdapat linggayoni, sekaligus .

Berfungsi sebagai pemisah area kedua arca ini? Jadi terdapat tujuh pancuran air Berdasar ukurannya . Pun lebih cocok dengan relung tengah. Keberadaan lingga ini mengindikasikan situs ini beraliran Siwa, .

Bukan Wisnu, sehingga kedua arca ini juga dikatakan bukanlah Dewi Sri maupun . Dewi Laksmi, Melainkan Dewi Parwati pasangan Dewa Siwa Nama “Parwati” sendiri menurut bahasa Sansekerta berarti “Mata air pegunungan”, Sangat cocok untuk menggambarkan petirtaan ini. Untuk mengetahui pasanganpasangan Siwa, silakan klik tautan di atas ya! Atau lihat link yang ada di caption. Perhatikan relief kronogram ini, dimana tubuh di bagian bawah dianggap Dewa Bulan, dan diyakini bagian kepalanya telah hilang Namun perhatikan lagi, apa tidak mustahil jika tubuh ini memang sejak semula tanpa kepala? Karena tepat di depan lehernya tertutupi lidah dari raksasa . Yang terjulur. Dengan ukiran lidah yang tidak mengalami aus begitu, dimanakah kita akan meletakkan kepala yang hilang tadi? Kedua, jika ini dewa mengapa bagian bawah tubuhnya tidak terdapat atribut, misanya gelang kaki. Apa tidak mungkin tubuh itu sekedar tubuh, atau Janma? Sehingga mungkin saja antara lingkar . Medalion dan tubuh ini adalah dua bentuk terpisah. . Dan berbunyi “janma candra sinahut kala” atau tubuh bulan ditelan raksasa, yang . Berarti tahun 1217 Masehi, itu adalah masa kekuasaan awal kerajaan Singhasari. Zaman Raja Ken Arok yang disebut Bathara Siwa, sehingga pas dengan adanya lingga dan arca Dewi Parwati di situs ini. Pendapat lain menyatakan bahwa situs ini dibangun di masa Majapahit awal, di masa sekitar Ratu Tribhuwana yang juga diarcakan sebagai Dewi Parwati. Perhatikan relief di .

BACA JUGA:   Favorit 6 Rekomendasi Air Terjun Silima-lima

Salah satu sisi, yang mirip seperti sesosok yang mengintai, Sepertinya itu adalah raksasa Rahu yang ingin mencuri air Tirta Amerta. Air Amertha adalah air keabadian yang keluar dari Gunung . Mahameru usai para dewa mengaduk samudra, Kisah pengadukkan samudra yang . Melibatkan .

Naga raksasa terdapat di relief Candi Simping. Untuk .

Candi Simping, silakan klik tautan di atas ya Atau lihat link di caption Jika relief kronogram .

Yang memperlihatkan kepala raksasa . Yang menelan . Bulan ini memang berada di tengah, Kemungkinan di sini, jika . Utuh, akan berisi adegan yang melengkapi kisah gerhana, Mungkin adegan leher Rahu ditebas cakra, . Atau Rahu dikalahkan Dewa Siwa sesuai kisah Siwa Purana. Atau, apa tidak mungkin jika ini sebenarnya bukan kronogram, melainkan sekedar







Also Read

Bagikan: