menahan diri sekuat mungkin untuk tidak muncak mendekati hari pernikahan. Apalagi, ini bulan puasa. Tapi, apa daya? Saya belum tahu caranya berhenti jatuh cinta pada gunung. Ya sudah, kami naik bus dari Bandung, . Menuju Cianjur. Bodohnya, tempat seharusnya kami turun terlewat, karena kami semua ketiduran. Kami pun berhenti di Jebrod, sedikit lebih jauh dari gunung yang akan kami daki kali ini: Gunung Gede. Oh ya, karena di pendakian kali ini Ajrin kembali ikut, saya bertanya padanya, apakah dia mempersiapkan kejutan lagi untuk .
Puncak . Gunung Gede seperti waktu di Gunung Cikuray dulu? Bukan apaapa. Saya mesti jagajaga, takutnya .
Menitikkan air mata lagi seperti waktu . Itu. Kan, malu. Tapi, Ajrin merahasiakannya. Kami lantas melanjutkan perjalanan dengan mencarter angkutan umum. Eki menegaskan . Pada sang supir (sebut saja Supir A), agar kami diturunkan di basecamp Gunung Putri, karena rencananya kami akan mendaki dari jalur Gunung Putri. Supir A pun mengiyakan. Kami lalu melaju, sejenak berhenti untuk membeli persediaan makanan, kemudian lanjut lagi hingga tiba di sebuah perumahan nan sepi. Di sini, . Kami ganti mobil dan ganti supir (sebut saja Supir B), karena angkutan .
Umum takkan kuat di jalan tanjakan. Kami sih setujusetuju saja, meski tetap menjaga kewaspadaan. Mobil pun .
Mulai menggerus jalanan berbatu. Setelah tiba di kebun teh, kami terpaksa berhenti karena jalan sedang dalam perbaikan. Syahdan, mobil tidak .
Bisa . Lewat. Karena bingung, .
Eki pun menelepon sang kawan yang memang warga lokal, bertanya soal perbaikan jalan. Kata kawan Eki, seharusnya tidak ada perbaikan di jalur menuju Gunung Putri. Ketika Eki menjelaskan detail .
Kejadian, . Sang kawan menjelaskan bahwa kami salah jalan. Melewati kebun teh bukanlah jalur Gunung Putri. Supir B yang mencuri dengar, kemudian menyahut bahwa kalau mau ke Gunung Putri bukan lewat . Sini. Kami pun sontak kesal pada Supir A yang ternyata salah paham dari awal. Otomatis, kami harus kembali . Ke bawah dan melakukan perjalanan panjang menuju Gunung Putri. Ketika sudah keluar dari jalur berbatu dan berada di jalan besar, Supir B menghentikan mobil, lalu meminta uang lebih untuk beli bensin, karena kami semua sudah salah jalur. Kami pun adu mulut. Grup kami tidak mau disalahkan, musabab sedari awal, Supir Alah yang salah . Dengar. Setelah negosiasi, akhirnya kami memutuskan untuk menambah dana, tapi tidak sebesar yang Supir B mau. Benarbenar buangbuang waktu dan tenaga. Menjelang . Tengah malam, kami tiba di basecamp bernama Zam Zam. Di sini, kami menumpang berbaring sejenak, untuk kemudian makan sahur. Setelah santap sahur, kami janjian berangkat pagi, agar di jalur pendakian tidak perlu berlamalama tersengat mentari siang yang akan menyulitkan ibadah puasa. Tapi, berangkat pagi hanyalah wacana. Kami semua .
Ketiduran. Setelah packing dan bersiapsiap, kami memulai pendakian pada pukul 11 menjelang siang. Saya tentu pernah beberapa kali mendaki di bulan Ramadan, tapi biasanya memilih .
Untuk berjalan seberes magrib. Ini