Lokasi makam mbah mangli magelang

Gundana

Laduni.ID, Jakarta – KH. Muhammad Bahri atau biasa dikenal dengan nama KH. Hasan Asy’ari (Mbah Mangli) lahir di Kediri, Jawa Timur pada Jumat Legi, 17 Agustus 1945. Ayahnya bernama Muhammad Ishaq yang merupakan garis keturunan dari Maulana Hasanuddin bin Sunan Gungn Jati. Sedangkan nasab dari garis ibunya tersambung hingga KH. Ageng Hasan Besari dan Sunan Kalijaga.

Sejak kecil, Mbah Mangli memiliki karakter yang berbeda dengan anak seusianya. Bagaimana tidak, bersama sang ayah beliau belajar dengan sangat disiplin dan sangat keras. Menghafal kitab Taqrib dan mempelajari tafsir Al-Qur’an baik makna maupun nasakh munsukh-nya adalah keseharian beliau.

Mbah Mangli adalah sosok dibalik berdirinya Pondok Pesantren Mangli, sebuah pondok pesantren salafiyah yang pada awal pendiriannya tidak memiliki nama resmi. Sehingga masyarakat sekitar menyebut pesantren tersebut sesuai dengan nama kampung tempat Mbah Mangli menyebarkan agama Islam, tepatnya di Kampung Mangli, desa Girirejo, kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang.

  • Baca juga: Mbah Mangli Ulama Pelipat Bumi

Mbah Mangli juga merupakan seorang mursyid Thariqah Qadiriyah wa Naqsabandiyah, statusnya sebagai mursyid membuat banyak umat Islam dari berbagai daerah berbondong-bondong meminta nasihatnya.

Lokasi Makam

Mbah Mangli atau KH. Hasan Asy’ari wafat pada akhir tahun 2007. Makam beliau berada di area pemakaman keluarga Mangli, di sebelah kiri kompleks Pondok Pesantren Mangli di lereng Gunung Andong, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang.  

Untuk menuju ke sana, pengunjung harus memasuki gapura rumah Mbah Mangli yang merupakan bagian terdepan bangunan pondok. Menyusuri koridor pendek, pengunjung selanjutnya berbelok kiri melintasi jembatan beratap di atas jalanan desa. Tepat di sisi jalan inilah Mbah Kiai Mangli disare-kan.

Dalam sebuah pondok tertutup, makam Mbah Mangli berada di dalam ruangan yang membatasi dengan peziarah. Ruangan di samping makam yang cukup luas dipergunakan oleh para peziarah untuk berdzikir, tahlil, nderes Qur’an dan berdoa. Ketika berada di dalam area makam, para peziarah dilarang untuk mengambil dokumentasi dalam bentuk apapun.

Disadur dari berbagai sumber

Editor: Daniel Simatupang

SIGIJATENG.ID – Kampung Mangli Magelang sangat terkenal ke penjuru Jawa bahkan sampai Indonesia. Terkenalnya kampung yang berada di lereng Gunung Andong, persisnya di Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, karena dulu pernah hidup seorang ulama’ kharismatik.

Dia adalah Almaghfurlah KH Muhammad Bahri yang dikenal dengan nama KH Hasan Asy’ari dan Mbah Mangli. Mangli adalah nama kampung (dusun) kediaman Kiai Haji Hasan Asy’ari.

Saat hidupnya, Mbah Mangli dikenal punya sejumlah karomah. Pengajian mursyid Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah (TQN) ini dihadiri ribuan orang, yang datang dari berbagai kota di Jawa Tengah.

Mbah Mangli dikenal kemampuan ajaib yang tidak masuk logika. Dia dikenal memiliki karoma melipat bumi, yakni bisa datang dan pergi ke berbagai tempat yang jauh dalam sekejap mata.

BACA JUGA:   Wisata Dekat Makam Sunan Gunung Jati yang Menarik

Mbah Mangli bisa mengisi pengajian di beberapa tempat sekaligus dalam waktu bersamaan. Ia bisa mengisi pengajian di Mangli, namun pada saat bersamaan juga mengaji di Semarang, Wonosobo, Jakarta dan bahkan Sumatera.

Setiap pengajian yang hadir bisa mencapai ribuan. Namun uniknya, setiap mengisi pengajian, kapan pun dan di mana pun, Mbah Mangli, tidak pernah memakai alat pengeras suara.

Meskipun jamaahnya berjubel dan membentuk barisan sampai jauh, mereka masih bisa mendengar suara Mbah Mangli.

Mbah Mangli juga dikenal amat kaya raya ini. Konon simpanan emasnya mencapai kiloan gram. Dia memiliki sejumlah tempat usaha. Dan Mbah Mangli punya kebiasaan menolak amplop yang lazim diberikan panitia usai mengisi pengajian. Ia selalu mengatakan : “Jika separoh dari jamaah yang hadir tadi mau dan berkenan menjalankan apa yang saya sampaikan tadi, itu jauh lebih bernilai dari apapun, jadi mohon jangan dinilai dakwah saya ini dengan uang. Kalau tuan mau antar saya pulang saya terima, kalau kesulitan ya gak papa saya bisa pulang sendiri”

Biografi

KH Hasan Asy’ari atau Mbah Mangli lahir Jumat  Legi di Kediri pada 17 Agustus 1945, pukul 02.00. Dia dikenal juga dengan nama KH Muhammad Bahri. Mbah mangli merupakan putra bungsu dari Muhammad Ishaq, yang menurut silsilahnya masih keturunan dari Maulana Hasanuddin bin Sunan Gunung Jati Sedangkan dari garis ibu, Mbah Mangli merupakan keturunan dari KH. Ageng Hasan Besari yang juga masih keturunan Sunan Kalijaga.

KH Hasan Asy’ari atau Mbah Mangli. ( foto facebook)

Kemudian dia menetap di Dusun Mangli ini pada tahun 1956. Setelah mengasuh majelis taklim selama tiga tahun, ia pun mendirikan pondok pesantren salafiyah namun tidak memberikan nama resmi. Tokoh yang ikut mendirikan Pesantren Asrama Pendidikan Islam (API) Magelang ini wafat pada akhir 2007 di Magelang, dan dimakamkan beliau di Dusun Mangli itu.

Sampai saat ini, makamnya selalu dihadiri peziarah dari berbagai kota. Namun peziarah dilarang mengambil gambar baik foto atau video di komplek pemakaman Mbah Mangli. Jika Hari Minggu, jumlah pengunjung bertambah, karena Minggu siang juga da pengajian di masjid peninggalannya. Apalagi jika Minggu legi,  pengunjung yang ikut pengajian atau ziarah bertambah banyak.

Mbah Mangli melepas masa lajangnya dengan menikahi Hj. Ning Aliyah. Buah dari pernikahannya, beliau dikaruniai satu putra dan tiga putri, diantaranya: Gus Thohir, Nimaunah, Nimaiyah, Nibariyah

Mbah Mangli memulai pendidikannya kepada Ayahnya. Beliau disiplin pendidikan yang ketat dan sangat keras. Diantara yang diajarkan ayahnya adalah menghafal kitab Taqrib dan maknanya, serta mempelajari tafsir al-Qur’an baik makna maupun nasakh mansukh-nya. Dia juga belajar di Kudus dengan KH. KH. Ma’mun Ahmad di pesantren TBS Kudus

BACA JUGA:   Taman untuk anak di jakarta

Pondoknya di dusun Mangli itu, lambat laun terkenal dengan Ponpes Mangli dan sosok Hasan Asy’ari dikenal masyarakat dengan nama Mbah Mangli. Dan Mbah Mangli-lah yang berhasil mengislamkan kawasan yang dulu menjadi markas para begal dan perampok tersebut. Pada masa itu daerah tersebut dikuasai oleh kelompok begal kondang bernama Merapi Merbabu Complex (MMC).

Asal tahu, Dusun Mangli terletak persis di lereng Gunung Andong, di atas ketinggian 1.200 meter dari permukaan laut. Dari teras masjid, orang bisa melihat hamparan rumah-rumah di Kota Magelang dan Temanggung dengan jelas. Hamparan rumah-rumah itu di malam hari berubah menjadi lautan lampu. Untuk mencapai Dusun Mangli, orang harus menempuh perjalanan sekitar 40 km dari ibu kota Kabupaten Magelang di Kota Mungkid.

Bangunan pondok yang berada di tengah-tengah perkampungan berdiri di atas lereng-lereng bukit sehingga dari kejauhan terlihat seperti bangunan bertingkat. Meski terpencil, ribuan masyarakat setiap Minggu mengaji ke pondok tersebut. Mereka tidak hanya berasal dari sekitar Magelang namun juga berbagai daerah lain. Uniknya, santri yang mukim tidak lebih dari 41 orang.

Mbah Mangli selain dikenal memiliki karomah Pelipat Bumi, dia juga memiliki kemampuan psikokinesis tinggi, seperti mengetahui tamu yang akan datang beserta maksud dan tujuannya. Konon, ada seorang tamu dari Klaten, Jawa Tengah, bermaksud minta jeruk ke Mbah Mangli untuk diambil barokahnya. Eh, belum lagi sang tamu menguarakan maksud kedatangannya, Mbah Mangli langsung memetikkan jeruk dari pekarangannya.

Menurut KH Hamim Jazuli alias Gus Miek, walau Mbah Mangli memiliki banyak usaha dan termasuk orang yang kaya-raya, namun Mbah Mangli adalah wali Allah yang hatinya selalu menangis kepada Allah, menangis melihat umat dan menangis karena rindu kepada Allah.

Semoga kita mendapat barakah beliau serta mampu meneladani perjuangannya, manfaat dunia dan akhirat. Amin… (aris/dari berbagi sumber)

Berita Terbaru:

KH. Mbah Mangli

KH. Mbah Mangli

Pesantren Sederhana di Lereng Gunung
PONDOK Pesantren Mangli merupakan salah lembaga pendidikan yang unik dan menarik. Banyak ulama besar yang dicetak oleh ponpes ini. Sepak terjang pesantren tasawuf ini tidak terlepas dari sosok sang pendiri yang memiliki banyak cerita keajaiban.

Berdasar cerita yang beredar di masyarakat, KH Hasan Asy’ari atau lebih dikenal dengan nama Mbah Mangli bisa mengisi pengajian di beberapa tempat sekaligus dalam waktu bersamaan. Ia bisa mengisi pengajian di Mangli, namun pada saat bersamaan juga mengaji di Semarang, Wonosobo, Jakarta dan bahkan Sumatera.
Ia juga tidak memerlukan pengeras suara (loud speaker) untuk berdakwah seperti halnya kebanyakan kiai lainnya. Padahal jamaah yang menghadiri setiap pengajian Mbah Mangli mencapai puluhan ribu orang.

BACA JUGA:   Wisata alam ranca upas

Menurut sesepuh Dusun Mangli, Mbah Anwar (75) warga Mangli sangat menghormati sosok Mbah Mangli. Bahkan meski sudah meninggal sejak akhir tahun 2007, nama Mbah Mangli tetap harum. Setiap hari ratusan pelayat dari berbagai daerah memadati makam Mbah Mangli yang berada di dalam kompleks pondok.
Tokoh sekaliber Gus Dur semasa hidup juga acap berziarah ke makam tersebut. Ini tak terlepas dari sosok kharismatik Mbah Mangli yang menyebarkan Islam di lereng pegunungan Merapi-Merbabu-Andong dan Telomoyo. Ia juga merupakan Mursyid Tariqat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN).

Mbah Mangli-lah yang berhasil mengislamkan kawasan yang dulu menjadi markas para begal dan perampok tersebut. Pada masa itu daerah tersebut dikuasai oleh kelompok begal kondang bernama Merapi Merbabu Compleks (MMC).
”Tantangan beliau sangat berat. Para begal membabat lahan pertanian penduduk dan mencemari sumber mata air pondok. Warga Mangli sendiri belum shalat meski sudah Islam. Kebanyakan warga kami hanya Islam KTP,” ungkap Kepala Dusun Mangli Suprihadi.

Mendoakan

Dengan arif, Mbah Mangli tidak melawan berbagai ancaman dan gangguan tersebut. Ia justru mendoakan mereka agar memeroleh kebahagiaan dan petunjuk dari Allah SWT. Keikhlasan, kesederhanaan dan ketokohan ini pula yang membawa Mbah Mangli dekat dengan mantan wapres Adam Malik dan tokoh-tokoh besar lainnya.
Suprihadi merupakan keturunan Haji Fadlan atau Puspowardoyo yakni tokoh Mangli yang membawa KH Hasan Asy’ari atau Mbah Mangli menetap di Dusun Mangli tahun 1956. Setelah mengasuh majelis taklim selama 3 tahun, Hasan Asy’ari kemudian menikah dengan Hj Ning Aliyah dari Sokaraja, Cilacap.

Pada 1959, Mbah Mangli mendirikan pondok pesantren salafiyah namun tidak memberikan nama resmi. Lambat laun pondok tersebut dikenal dengan nama Ponpes Mangli dan sosok Hasan Asy’ari dikenal masyarakat dengan nama Mbah Mangli. Nama ini diberikan masyarakat karena ia menyebarkan Islam dengan basis dari Kampung Mangli, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang.

Dusun Mangli terletak persis di lereng Gunung Andong. Dengan ketinggian 1.200 dpl, bisa jadi ponpes ini adalah yang tertinggi di Jawa Tengah. Dari teras masjid, para santri bisa melihat hamparan rumah-rumah di Kota Magelang dan Temanggung dengan jelas. Pemandangan lebih menarik terlihat pada malam hari di mana lautan lampu menghias malam.

Untuk ke lokasi ini, kita harus menempuh perjalanan sekitar 40 km dari ibu kota Kabupaten Magelang di Kota Mungkid.
Bangunan pondok yang berada di tengah-tengah perkampungan berdiri di atas lereng-lereng bukit sehingga dari kejauhan terlihat seperti bangunan bertingkat. Meski terpencil ribuan masyarakat setiap Minggu mengaji ke pondok tersebut. Mereka tidak hanya berasal dari sekitar Magelang namun juga berbagai daerah lain. Uniknya, santri yang menetap tidak pernah lebih dari 41 orang. (47)

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/08/07/155247/Pesantren-Sederhana-di-Lereng-Gunung

Also Read

Bagikan: