Dampak Menonton Televisi bagi RemajaDi era globalisasi ini televisi tak terelakkan. Dengan menonton televisi, kita bisamendapatkan berbagai informas…
KOMPAS.com – Pernahkah siswa dan orangtua mendengar tentang sekolah Taman Siswa yang didirikan oleh Bapak Pendidikan Ki Hajar Dewantara? Kini, jenjang pendidikan Sekolah Taman siswa ada mulai dari TK (Taman Indria), SD (Taman Muda), SMP (Taman Dewasa), SMA (Taman Madya) hingga Sarjana Wiyata (Taman Guru).
Melansir laman Ditsmp Kemendikbud Ristek, gagasan mendirikan sekolah Taman Siswa bermula di Yogyakarta pada 3 Juli 1922, berasal dari diskusi tiap hari Selasa-Kliwon.
Peserta diskusi sangat prihatin terhadap keadaan pendidikan kolonial. Sistem pendidikan kolonial yang materialistik, individualistik, dan intelektualistik diangap memerlukan “lawan tanding” yang lebih memanusiakan manusia, yaitu pendidikan yang humanis dan populis, yang memayu hayuning bawana, yakni memelihara kedamaian dunia.
Baca juga: Tanpa Hukuman, Ini Cara Sukses BPK Penabur Latih Kedisiplinan Siswa
Mengubah sistem “perintah dan sanksi” menjadi pendidikan “pamong”
Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara berpendapat jika pendidikan adalah serangkaian proses untuk memanusiakan manusia.
Itulah mengapa, ia berpendapat bahwa metode pengajaran kolonial harus diubah, yaitu dari sistem pendidikan “perintah dan sanksi (hukuman)” ke pendidikan pamong.
Pendidikan kolonial didasarkan pada diskriminasi rasial yang di dalamnya terdapat pemahaman yang menyebabkan anak-anak bumiputra rendah diri.
Kondisi seperti ini harus diubah dari pendidikan model “perintah dan sanksi”, meski pemerintah kolonial sendiri menggunakan istilah santun “mengadabkan” bumiputera, tetapi dalam kenyataannya, cara kolonial yang tidak manusiawi tetap berjalan.
Untuk merealisasikan gagasan itu, Ki Hajar Dewantara membuat wadah “Nationaal Onderwijs Taman Siswa”, sebuah pendidikan nasional dengan gagasan yang sudah mencakup seluruh bangsa Indonesia (nationwide).
Baca juga: Orangtua, Ini Dampak Bila Sering Memarahi Anak Saat Belajar
Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan yang cocok bagi bangsa Timur adalah pendidikan humanis, kerakyatan, dan kebangsaan. Maka, hal tersebut mengarahkannya kepada politik pembebasan atau kemerdekaan.
Pengalaman yang diperoleh dalam mendalami pendidikan yang humanis ini dengan menggabungkan model sekolah Maria Montessori (Italia) dan Rabindranath Tagore (India).
Menurut Ki Hajar Dewantara, dua sistem pendidikan yang dilakukan dua tokoh pendidik ini sangat cocok untuk sistem pendidikan bumiputera.
Dari mengadaptasi dua sistem pendidikan itu Ki Hajar Dewantara menemukan istilah yang harus dipatuhi dan menjadi karakter, yaitu Patrap Guru, atau tingkah laku guru agar menjadi panutan murid dan masyarakat.
Hal tersebut berujung menjadi pegangan utama KHD menciptakan istilah yang kemudian sangat terkenal, yaitu:
- Ing ngarsa sung tulada (di muka memberi contoh)
- Ing madya mangun karsa (di tengah membangun cita-cita)
- Tut wuri handayani (mengikuti dan mendukungnya)
Perilaku guru Taman Siswa ini diterapkan di semua jenjang Pendidikan Taman Siswa, antara lain Taman Indria (Taman Kanak-kanak), Taman Muda (SD), Taman Dewasa (SMP), Taman Madya (SMA), dan Taman Guru (Sarjana Wiyata).
Baca juga: 4 Penyebab Anak Sulit Memahami Pelajaran dan Solusinya
Selama delapan tahun sejak 1922, terjadi perkembangan sekolah Taman Siswa di nusantara, dari Aceh sampai Indonesia Timur berdiri 30 cabang dan Pusat Persatuan Pengurus Taman Siswa tetap di Yogyakarta.
Taman Siswa tetap memegang Azas Taman Siswa (1922) dan Dasar Taman Siswa (1947) yang sebenarnya saling berhubungan dan keduanya tidak dapat dipisahkan.
Ki Mangun Sarkara meneruskan cita-cita dan mengaplikasikan gagasan pendidikan Taman Siswa. Hanya saja Pendidikan Taman Siswa tidak seperti zaman kolonial, sekarang Taman Siswa harus membiayai dana pendidikan sendiri dan orientasi masyarakat sudah berubah karena dana belajar dari masyarakat yang semakin berkurang.
Namun demikian, Taman Siswa masih menjadi penggerak sekolah swasta di Indonesia dengan swadaya, swausaha, dan swakelola.
Semangat kebangsaan, kerakyatan dan keluhuran pekerti menjadi pegangan budaya Timur tetap terpancarkan dari Taman Siswa.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tribata News Tanbu – Taman lalu lintas polres Tanah bumbu berikan Education kepada anak ank-SD Tungkaran Pangeran Rabu(06/09/17).
kegiatan dikmas Lantas yang di lakukan anggota sat lantas polres tanah bumbu Kanit Dikyasa Polres Tanah Bumbu Aipda Amin Firdaus di Taman Lalu Lintas Polres Tanah Bumbu Jl.Kodeco Km 02 ds.Gunung Antasari. mengajak anak anak SD Tungkaran Pangeran bermain sambil mengenal rambu – rambu lalu lintas yang terdapat di taman lalu lintas seperti rambu peringatan perintah larangan dan petunjuk
selain itu juga memberikan pelajaran tentang cara menyebrang jalan yang baik dan benar dengan menggunakan penyebrangan atau Zebra Cross kegiatan yang di lakukan sat lantas selama 90 menit dengan harapan bisa mengetahui rambu rambu sejak dini karena ingatan para anak lebih tajam dan akan selalu diingat bila di lajarkan sejak dini untuk berlatih tertib berlalu lintas
dengan adanya taman lalu lintas polres tanah bumbu dapat memberikan education kepada seluruh taman kanak – kanak maupun anak SD khususnya kab.tanah bumbu dan dapat di jadikan sarana bermain dan belajar guna mengenal peraturan lalu lintas dan menjadikan anak usia dini menjadi tertib berlalu lintas.
Views All Time
Views Today