Solo – Pasar Gede Hardjonagoro adalah surganya kuliner #tradisional atau #jajananpasar di #Solo. Di pasar yang berdiri pada 1930 itu beragam makanan khas Solo tersedia.
Hingga saat ini, #kuliner tradisional yang berada di pasar itu masih menjadi buruan. Saat liburan tiba, #kulinerlawas di dalam pasar bahkan diburu #wisatawan dari luar Kota Solo.
Pecel ndeso
Pecel dengan kerupuk gendar dan #pecel beras merah atau kerap dikenal dengan nama #pecelndeso adalah contohnya.
Salah satu penjual pecel yang dicari penikmat kuliner adalah Pecel Bu Nanik yang ada di kios tengah Pasar Gede. Pecel gendar tak beda dengan pecel-pecel lainnya yang terdiri dari berbagai #sayuran rebusan.
Mulai dari sayuran bayam, kembang turi, tokolan,hingga jantung pisang kemudian diguyur sambel kacang.
Satu hal yang membedakan adalah komposisi #gendar yang terbuat dari olahan beras dan ditambahi #bleng. Satu porsi pecel gendar sangat ramah di kantong, yakni Rp 5.000.
Pecel ndeso, varian pecel lainnya di kios itu cukup berbeda dengan pecel-pecel lainnya. Bedanya ada pada komposisi #nasi dan #sambal yang digunakan. Nasi yang digunakan adalah #berasmerah sementara sambalnya terbuat dari #wijen.
“Pecel ndeso ini nanti dibungkus pake daun pisang. Kalau dibungkus daun pisang itu rasanya lebih enak, “ kata Bu Nanik.
Dawet Telasih
Dawet legendaris racikan Bu Dermi, merupakan perpaduan jenang sumsum, biji telasih, ketan hitam, gula pasir dan santan.
Jika memang suka dengan #tapeketan bisa ditambahkan. Dawet ini sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Walaupun sudah diturunkan tiga generasi, resep #dawet Bu Dermi tidak berubah.
Dawetnya menggunakan #gula asli. Sedangkan #bijitelasih dipercaya bisa menyembuhkan panas dalam, sariawan dan sakit tenggorokan. Singkatnya dalam sajian ini terdapat banyak manfaat.
“Semua bahannya masih alami, seperti untuk pewarna cendol menggunakan daun suji. Terus santannya juga fresh. Jadi dawet ini kadan kurang baik atau gak tahan lama karena memang tidak ada bahan pengawetnya. Kan bahannya semua alami,” ujar Ruth, generasi ketiga Dawet Bu Dermi.
Tak hanya Presiden Jokowi yang menjadi pelanggan Dawet Telasih Bu Dermi saat masih menjabat sebagai Wali Kota Solo, namun sejulah #pesohor juga pernah menikmati minuman dawet khas #PasarGede itu.
“Ada Pak Sandiaga Uno, Christin Hakim, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukito, Elka Pangestu, Atiek CB, Angel Lelga dan lainnya,” ungkapnya.
Dawet Gempol Pleret
Dawet #gempolpleret terdiri dari #gempol yang terbuat dari tepung beras dicampur dengan kelapa dan garam. Sedangkan #pleret itu bahannya hampir sama dengan gempol, namun ditambahi dengan gula jawa sehingga warnanya menjadi kecoklatan.
“Racikan bahan untuk pembuat gempol dan pleret hingga sekarang masih sama. Saya merupakan generasi ketiga sebagai penjual dawet ini,” aku Yumi, penjual dawet gempol pleret di depan pintu masuk Pasar Gede.
Dawet gempol pleret disajikan dengan santan yang telah dicampur es. Selanjutnya, cairan gula jawa dimasukkan ke dalam mangkuk tersebut sehingga rasa pun menjadi manis dan segar. Dawet tersebut dijual hanya dengan harga Rp 6.000 per porsi.
Lenjongan
Makanan ini biasanya menjadi #kudapan di sela-sela waktu makan. Ada berbagai jenis makanan dalam #lenjongan.
Semuanya memiliki cita rasa manis dan mayoritas terbuat dari bahan dasar umbi-umbian yang direbus. Ada #getuk, #growol, #gatot, #tiwul, #ketanputih, #ketanhitam, #cenil, #gendarputih, #jadahblondo dan #grontol.
Salah satu warung lenjongan yang menjadi primadona adalah Warung Suminem atau biasa dipanggil Bu Sum. Suminem sang penjual mengaku sudah berjualan di lapak bagian tengah Pasar Gede sejak umur 16 tahun. Lenjongan juga menjadi buruan para penikmat #wisatakuliner dari wisatawan luar Solo. Tak sedikit yang kemudian membeli untuk dibawa pulang.
Brambang Asem
#Brambangasem terdiri dari tiga komposisi yaitu rebusan sayuran daun ketela rambat, baceman tempe gembus kemudian disiram dengan sambel yang rasanya asem. Sambel ini terbuat dari campuran asam, bawang merah, gula, terasi dan sambel.
Cabuk Rambak
Cabuk rambak terdiri dari #ketupat, sambel dan karak. Sambal #cabukrambak sekilas seperti sambal kacang, tetapi bahan pembuat sambal itu terdiri dari kelapa dan wijen.
“Sambelnya terbuat dari parutan kelapa dan wijen yang disangrai. Kemudian ditambahi dengan bawang putih dan daun jeruk,” kata Maryani, penjual cabuk rambak di dekat pintu masuk Pasar Gede.
Satu ketupat bisa diiris menjadi beberapa porsi. Harganya terjangkau, yakni Rp 4.000 per porsi. (ferd)