Bersyukur sekali, sampai saat ini sudah mendatangi beberapa lokasi wisata di Indonesia dan beberapa luar Indonesia. Sangat menarik dan menakjubkan. Seru selama berpetualang. Semakin elok lagi wisatanya karena berbusana luhur warisan budaya di zaman milenial. Bertadabbur kebesaran alam Zamrud Khatulistiwa sembari melestarikan budaya berkebaya.
***
Tadabbur Alam
Secara bahasa, tadabbur berarti melihat dan memperhatikan kesudahan segala urusan dan bagaimana akhirnya (Oktober 17, 2019). Tadabur alam merupakan sarana pembelajaran untuk lebih mengenal Allah SWT yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya (Januari 19,2020). Makna Tadabur Alam adalah untuk mempertebal keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT (Kamis, 20 Juni 2019, 15.13WIB)
Misteri Kebaya Ibu
Ahad pagi itu aku merapikan foto-foto ‘jadoel’ di album merah. Gambar diri segala pose masih terpampang jelas. Saat peringatan hari Kartini di Fakultas, waktu wisuda strata satu, ketika jadi puteri domas kakak nomor enam. Masih banyak lainnya lagi. Wooow
“Mah…,” teriak anak wedok. Lanjutnya,
“Sarapan pagi ini nasi goreng ya… kubantu bikin. Mamah di mana?”
Belum juga kujawab, e … anak wedok tiba-tiba sudah nongol di dekatku.
Satu demi satu dia ikut melihat foto-foto itu. Saat ada foto hitam putih hasil repro, dia ambil dan amati.
“Ini siapa ya mah,” tanya nya heran
Kuamati satu demi satu foto itu dan sangat kukenali semuanya. Kuingat itu foto waktu piknik di Pantai Kartini di Jepara, tahun 1970 an. Latar belakang ada mobil Dodge.
“Ini mamah waktu SD, tahun 70 an, ” kataku sambil menunjuk sosok gadis kecil di depan.
“Huahaha…,” gelaknya. “Kuyus, item, jidat cenong dan rambut cepak,” lanjutnya. Kutowel pipinya dengan gemas.
“Berarti ini mbah kakung dan mbah putri ya,” tunjuk anak wedok ke lelaki berkaca mata item dan perempuan yang duduk di bawah pohon sambil disandarin bocil imut dan putih.
“Keren. Mbah puteri piknik pakai kebaya seperti yang mamah pakai akhir-akhir ini,” pujinya.
“Aku juga pernah pakai kebaya ya, mah, “ kata anak wedok bungah.
“Iya, pernah, dan sering juga,”
Yaaa… foto kebaya ibu itu memotivasi aku mengulang berwisata akhir-akhir ini dengan berkebaya. Berkebaya di era milenial sambil wisata ke tempat kekayaan Zamrud Khatulistiwa. Seru sekali ya…
Foto : Ibu Berkebaya ketika Wisata Tahun 1970 (Dok Penulis)
Lokasi yang sudah kudatangi dengan memakai kebaya ke Taman Nasional (TN) Baluran di Situbondo, Jawa Timur; TN Zamrud di Siak, Pekanbaru, Riau; TN Gunung Gede Pangrango, Cibodas, Jawa Barat; TN Karimun Jawa, Jawa Tengah; kawasan mangrove di Cilacap, Jawa Tengah; gedung-gedung tua di Medan; Semarang; Yogyakarta, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Awal Januari 2020 saat pandemi belum merebak, saat ke Korea Selatan juga berkebaya. Lokasi lain tidak berkebaya ke TN Komodo, TN Way Kambas, TN Tanjung Puting, TN Wasur, TN Bunaken, TN Kelimutu, TN Gunung Halimun Salak, TN Bromo Tengger, TN Bali Barat, TN Merbabu.
Berkebaya bisa tetap menjadi busana syar’i karena aku memakainya tidak ketat tapi tetap longgar, dan tidak tipis tembus pandang. Kebayaku tidak membuat lekukan di badan dan tidak menjadikan yang menonjol tampak nyata. Tetap elegan. Penasaran kahn…
Selama berwisata juga tidak terasa repot, dianggap salah kostum apalagi kuno. Kebaya ibu bahkan ibunya ibu alias mbah puteri di zaman, dulu masih tetap fashionable untuk masa milenial ini. Tak lekang oleh waktu. Model tetap model pakem, kutu baru.
Ketika melangkah dan kain perlu dinaikkan, ya dinaikkan saja. Aku juga memakai celana panjang. Jadi aman saja ketika kain naik. Tidak ada cerita betis terlihat. Tidak mengumbar aurat, tetap terjaga, dan masih tertutup.
Menyitir ungkapan Ketua Perempuan Berkebaya Indonesia Bogor, bahwa “Berkain kebaya tidak hanya fashion atau melestarikan busana nusantara namun peneguhan karakter perempuan Indonesia yang tangguh sekaligus luwes menghadapi berbagai situasi dalam menerima keberagaman dengan sukacita.”
Yuuk…kita wisata ke tempat-tempat indah Indonesia sambil berkebaya.
Di rumah saja
Aku, jelang enam puluh tahun, Ibu beranak tiga dengan cucu tiga orang. Usai purna tugas memutuskan tidak bekerja lagi. Di rumah saja sesuai jargon pandemi. Pandemi di Indonesia dimulai bulan Maret 2020, aku purna tugas per 1 Juni 2020. Jadi keputusanku untuk tidak bekerja lagi sangatlah tepat. Pekerja rata-rata banyak work from home (wfh). Tidak ada bedanya dengan aku, @dirumahaja. Hehehe
Tiga puluh dua tahun bekerja di kantoran sudah cukup lah. Baik saat di kantor Pusat Jakarta, Bogor atau pun saat di Unit Pelaksana Teknis (UPT) di Lido dan Cibodas. Pagi berangkat sore baru tiba di rumah. Belum lagi kalau ada rapat di luar kota, dinas lapangan ke luar daerah, mewakili Direktur atau Direktur Jenderal, sibuk sekali. Tiga anak kutinggal di rumah, prung… begitu saja. Sedih iya, namun itu sudah pilihan dan tanggung jawab kami berdua, aku dan pak Su(ami).
Saat anak-anak lahir ada bibi asisten rumah tangga atau anak-anak yatim yang ikut ‘ngenger’ di rumah sembari sekolah. Alhamdulillaah, tiga anak buatku baik-baik saja. Mereka jarang sakit, dan pertumbuhan Emotional Spiritual Quotients (ESQ) bagus juga. Ketika remaja bisa sekolah di universitas negeri terbaik di kota Semarang dan Surabaya. Anak nomor tiga di Universitas Terbuka (UT) seiring pandemi mulai mendera negeri ini.
Anak wedok pertama dan anak ke dua laki sudah berumah tangga, tinggal dekat rumah. Prinsip di rumah tidak boleh ada dua orang pengangguran, maka Ragil selain sekolah di UT juga sebagai tenaga kontrak di salah satu kantor Taman Nasional di Cibodas. Mengulang irama emaknya, pagi berangkat sore bahkan usai magrib baru tiba di rumah. Untuk menjaga kesehatan, kadang kala menginap di Cibodas. Doa emak senantiasa, “Semoga selalu sehat dan dijaga di setiap perjalanannya,” Amin.
Setiap pagi hari, saat waktu terbaik untuk berjemur, usai cucu sekolah online, kami berjemur matahari bersama. Cucu-cucu sambil main sepeda. Duh nikmatnya, kalau aku bekerja mana bisa begini. Paling kalau akhir pekan saja. Jadwal hari Sabtu selama pandemi sudah diisi ikut kajian Bulughul Maram pagi hari dan sore hari belajar Bahasa Arab di masjid samping rumah.
Teman Berpetualang
Idealnya, setiap aku bepergian didampingi mahramnya. Sayang, hal itu belum bisa kujalani dan sudah selalu diingatkan anak wedok. Semoga Allah mengampuni aku. Amin. Sangat bersyukur, diberi sehat dan bisa berwisata dari Sabang sampai Merauke. Semua atas izin Allah SWT. Semoga berkah. Amin.
Wisata dengan keluarga rasanya lebih indah. Beberapa tempat wisata Indonesia dan luar negeri sudah kami datangi juga. Seperti ke Bali, ke Bromo Tengger, Singapura , ibadah umroh dan terakhir baru-baru awal tahun ini ke kaki Gunung Salak. Wisata bersama saat mengenang hari perkawinan kami ke tiga puluh empat tahun. Semoga selalu sehat, keluarga bahagia dan barokah. Amin
Paling mengesankan lagi saat wisata ke Nusa Tenggara Timur, khususnya Ende, Nusa Tenggara Timur, selama kurun waktu tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Pak Su mendapat kesempatan mutasi ke Taman Nasional Kelimutu. Secara bergiliran tiga anak kubawa serta wisata ke Kelimutu. Aku sendiri tiap tahun saat 17 Agustus datang ke Ende untuk ikut upacara di lapangan Ende. Bapak Bupati mengabsen para Kepala Kantor yang ada di wilayah beliau.
Saat masih aktif ngantor, dinas bepergian ke daerah dengan teman perempuan dan laki. Selain tugas monitoring ataupun evaluasi, kami sekalian berwisata ke lokasi yang kebetulan banyak sebagai kawasan di Kementerian tempat dinas
Selain sebagai ASN, aku juga sebagai isteri seorang ASN. Pak Su berdinas di Kementerian yang sama. Ibu-ibu beberapa kali mengadakan wisata ke destinasi dalam dan luar negeri. Selama aktif puluhan tahun, aku kebagian tugas ke luar negeri dua kali yaitu saat kursus di Kuala Lumpur dan rapat ITT0 di Jepang. Alhamdulillah. Dengan ibu boss dan ibu-ibu isteri eselon dua ini, kami bisa menjelajah ke beberapa negara. Alhamdulillah. Untuk bisa melalang buana itu, kami harus menabung terlebih dahulu.
Teman-teman satu angkatan Fakultas Kehutanan juga pernah bersama-sama melaksanakan wisata. Seru sekali. Bertemu kala muda, bertemu kembali saat sudah mempunyai buntut anak dan cucu. Dengan mereka kami pernah ke TWA Papandayan, TN Baluran, Baduy dalam, ke Siak. Momen temen mantu juga menjadi ajang wisata bersama.
Ada lagi teman alumni Asrama Ratnaningsih. Kami juga beberapa kali wisata bersama ke Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Pegunungan Dieng, Kebun Raya Bogor, wisata kapal pesiar, dan Yogyakarta juga tentunya. Di Yogyakarta sendiri banyak spot-spot wisata, antara lain wisata Lava Kaliurang dan Candi Prambanan.
Ibu-Ibu Rukun Tetangga (RT) dan Majelis Taqlim (MT) juga memiliki kebiasaan berwisata alam juga. Kami sempat bersama-sama ke Yogyakarta, Padang, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Usai purna tugas, ketika ada kesempatan wisata, agak puyeng juga mencari teman berpetualang. Namun tidak mengapa, toh akhirnya aku tetap bisa berwisata ke beberapa destinasi dengan berkebaya bersama teman-teman dari komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia Bogor.
Teman berpetualang harus teman yang se’jiwa’. Ketika teman berpetualang beragam, harus pandai-pandai menata hati agar tetap enjoy. Wisata dengan temen PBI Bogor sering dilakukan bersama, khususnya dengan Ibu Ketua. Pernah berdua ke Yogyakarta dan Medan. Kearifan lokal dan gedung-gedung warisan budaya setempat tetap menjadi prioritas.
Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI)
Semenjak purna tugas aku mulai aktif di Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia Bogor. Banyak kegiatan dilaksanakan bersama-sama. Paling sering masih seputaran Bogor. Memakai kebaya dan kain sesuai tema. Pernah tenun dalam rangka hari Tenun Nasional. Memakai kebaya dengan ulos. Edukasi kain Yogyakarta dengan tampil fashion show pada acara Keluarga Alumni Gadjah Mada Bogor Raya. Atau fashion show kain Jawa Barat di Botani Square.
Kota Bogor perlu disentuh secara khusus agar wisawan lokal dan manca negara semakin lebih tahu. Cara Ibu Ketua mengajak kami dari hal kecil dahulu. Mendokumentasikan gedung-gedung tinggalan Belanda ala kami. Berkebaya berfoto di spot-spot gedung heritage itu.
Kami sudah memulai dengan kunjungan dan berfoto bersama di Gedung Museum Peta di Jalan Sudirman, Bogor. Acara bertema ulos. Bahkan kami sempat membuat video dengan nyanyian lagu Batak. Kehadiran anggota saat acara itu berkisar sampai dua puluh satu orang.