Orang muktazilah mengingkari telaga Nabi Muhammad.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Al Haudh dalam arti bahasa adalah Telaga. Dalam bahasa Arab, Al Haudh artinya “Air yang tergenang dalam jumlah besar, tetapi bukan lautan. Dalam hadits shahih yang diriwayatkan Imam Bukhari telah dijelaskan tentang telaga Nabi Muhammad SAW.
Nabi SAW bersabda dalam riwayat Abdullah bin Umar:
عن عبد الله بن عمرو رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (حوضي مسيرةُ شهر، ماؤُه أبيض من اللبن، وريحُه أطيب من المِسك، وكيزانُه كنجومِ السماء، من شرِب منها فلا يظمأُ أبداً)
Artinya: “Telagaku seluas perjalanan selama satu bulan dan panjang tepi-tepinya sama dengannya. Air telaga itu lebih putih dari susu, wanginya lebih wangi dari minyak misk, cangkirnya sejumlah bintang-bintang yang ada di langit. Maka barangsiapa yang telah meminum air telaga tersebut, niscaya dia tidak akan merasakan haus selama-lamanya.” (HR Bukhari).
Imam Asy’ari menjelaskan dalam buku Al-Ibanah: Rujukan Orisinal Akidah Asy’ariyah terbitan Turos bahwa orang-orang Mu’tazilah mengingkari adanya telada Nabi (Haudh). Padahal, ada hadits Nabi yang menyebutkan telaga ini yang diriwayatkan melalui berbagai jalur periwayatan sanad oleh para sahabat tanpa perselisihan.
Diriwayatkan dari Affan, dia berkata,”Hammad bin Salamah menuturkan kepada kami, dari Ali bin Zaid, dari Hasan, dari Anas bin Malik bahwa dia menuturkan mengenaui telaga Haudh kepada Ubaidillah bin Ziyad, tetapi dia mengingkarinya. Kemudian berita itu sampai kepada Anas, dia berkata, ‘Demi Allah aku akan datangi dia!’ (Perawi) berkata, ‘Dia pun mendatanginya lalu berkata, ‘Mengapa engkau mengingkari keberadaan telada Haudh?’
Ubaidillah berkata, ‘Apakah engkau pernah mendengar Nabi menyebutkannya?’
Anas menjawab, ‘Aku mendengar Rasulullah bersabda berkali-kali, “Jarak di antara kedua tepi telaga Haudh adalah seperti jarak antara kota Ailah dan Makkah atau jarak antara Shana’a dan Makkah. Bejana-bejananya lebih banyak dari jumlah bintang di langit.”
Imam Asy’ari pun berdoa kepada Allah SWT agar diberikan kesempatan baginya untuk meminum seteguk air telaga yang selamanya takkan mengalami haus. “Ya Allah, berikanlah kesempatan bagi kami meminum seteguk air telaga yang kami selamanya takkan mengalami haus setelah meminumnya,” jelas Imam Asy’ari dalam kitabnya ini.
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika …
HAUDH (TELAGA) NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM
Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya. Amma Ba’du:
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus. [Al-Kautsar/108 : 1-3].
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الْكَوْثَرُ الْخَيْرُ الْكَثِيرُ الَّذِي أَعْطَاهُ اللهُ إِيَّاهُ قَالَ أَبُو بِشْرٍ قُلْتُ لِسَعِيدٍ إِنَّ أُنَاسًا يَزْعُمُونَ أَنَّهُ نَهَرٌ فِي الْجَنَّةِ فَقَالَ سَعِيدٌ النَّهَرُ الَّذِي فِي الْجَنَّةِ مِنْ الْخَيْرِ الَّذِي أَعْطَاهُ اللهُ إِيَّاهُ
Al-Kautsar adalah kebaikan yang banyak yang telah dianugrahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Bisr berkata: Aku berkata kepada Abu Bisyar, sesungguhnya banyak orang yang mengatakan bahwa Al-Kautsar adalah sebuah sungai di dalam surga?. Abu Sa’id berkata: Sungai yang terdapat di dalam surga itu termsuk salah satu bagian dari kebaikan yang berikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam”.[1]
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Anas bin Malik bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
بيْنَما أنا أسِيرُ في الجَنَّةِ، إذا أنا بنَهَرٍ، حافَتاهُ قِبابُ الدُّرِّ المُجَوَّفِ، قُلتُ: ما هذا يا جِبْرِيلُ؟ قالَ: الكَوْثَرُ، الذي أعْطاكَ رَبُّكَ، فإذا طِينُهُ مِسْكٌ أذْفَرُ
Pada saat aku berjalan di dalam surga dan tiba-tiba aku berada di sisi sebuah sungai yang kedua sisinya adalah kubah-kubah permata yang melengkung. Aku bertanya: Apakah ini wahai Jibril? Dia menjawab: Ini adalah al-kautsar yang telah diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala bagimu dan ternyata tanahnya adalah minyak kasturi yang sangat wangi.[2]
Dan Al-Kautsar ini memiliki dua pancuran yang mengalirkan air menuju haudh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Dzar Radhiyallahu anhu bahwa pada saat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut tentang Al-Haudh beliau bersabda: Mengalir padanya dua pancuran dari surga dan barangsiapa yang meminum nya maka dia tidak akan lagi kehausan”.[3]
Di dalam riwayat yang lain Muslim menyebutkan: Terdapat di dalamnya dua pancuran air yang mengalir dari surga salah satunya pancuran yang terbuat dari emas dan yang lain dari perak”.[4]
Dan ketentuan tentang sifat haudh ini disebutkan dalam berbagai riwayat dari banyak shahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, riwayat-riwayat tersebut sangat masyhur dan banyak bahkan disebutkan dalam berbagai kitab hadits baik riwayat-riwayat yang shahih, hasan, dan pada kitab hadits yang ditulis berdasarkan sanad-sanad dan kitab-kitab sunan. Haudh adalah tempat berkumpulnya air. Imam Nawawi rahimhullah berkata: Ini adalah penegasan bahwa haudh itu benar-benar ada seperti yang tersebut secara zahir (riwayat) sebagaimana ditegaskan sebelumnya dan pada saat sekarang ini dia telah diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala”.[5]
Syekh Utsaimin rahimahullah berakata: (Dan Haudh itu ada pada saat sekarang ini)[6] berdasarkan riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Uqbah bin Amir bahwa pada suatu hari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar lalu shalat untuk mereka yang mati syahid pada perang Uhud, yaitu shalat seperti shalat mayit kemudian beliau mendatangi mimbar dan bersabda: Sesungguhnya aku akan mendahului kalian, dan aku adalah saksi bagi kalian serta sungguh aku sedang melihat kepada haudhku sekarang ini”.[7]
Dan diriwiyatkan oleh Al-Bikhari dan Muslim dari Abi Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dan mimbarku di atas haudhku”.[8]
Oleh karena itulah bisa jadi haudh itu berada di tempat ini namun kita tidak menyaksikannya sebab dia termasuk perkara gaib dan bisa jadi mimbar tersebut akan diletakkan di atas haudh tersebut pada hari kiamat kelak.[9]
Adapun tentang airnya, warnanya lebih putih dari air susu dan rasanya lebih manis dari madu dan baunya lebih harum dari minyak kasturi.
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Dzar bahwa pada saat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang al-haudh beliau bersabda: Airnya lebih putih dari susu dan rasanya lebih manis dari madu”.[10] Di dalam Ashahihaini disebutkan: dan baunya lebih harum dari minyak kasturi”.[11]
Adapun bejana-bejana yang ada padanya bagikan bintang-bintang di langit, dan penjelasan ini didasarkan pada beberapa hadits yang disebutkan di dalam kitab ashahihaini[12] dan di dalam riwayat yang lain disebutkan: “Bejana-bejananya seperti bintang-bintang di langit”.[13]
Ini adalah lafaz yang paling global sebab maskudnya adalah bejana-bejananya seperti bintang-bintang di langit dari sisi jumlahnya, dan dari sisi sifatnya yang bercahaya dan mengkilap. Maka bejana-bejana yang ada padanya sebanyak dan bercahaya seperti bintang-bintang di langit, dan disebutkan di dalam sebagian riwayat yang shahih bahwa ceret-ceret minuman yang terdapat padanya terbuat dari emas dan perak.[14]
Dan luas haudh ini adalah, sepanjang perjalanan satu bulan dan selebar perjalanan satu bulan. Syekh Ibnu Utsaimin berkata: Hal ini menunjukkan bahwa bentuknya adalah bundar, sebab tidak mungkin dijelaskan dengan penyebutan sisinya seperti yang disebutkan di atas, kecuali jika bentuknya bundar, dan jarak ini seperti yang telah diketahui pada masa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu jarak yang diukur dengan kecepatan biasa perjalanan seekor onta[15]disebutkan di dalam ashahihaini bahwa sesungguhnya lebarnya sama dengan jarak antara Amman dan Ailah. Amman adalah sebuah kota di Balqo’ di negeri Syam dan Ailah adalah sebuah negeri di ujung laut Qalzum di ujung negeri Syam, negeri itu telah punah dan selalu dilewati oleh para jama’ah haji dari Mesir[16] Di dalam sebuah riwayat disebutkan: (Jaraknya adalah antara Jarba’ dan Adzrah). Keduanya adalah dua kampung di negeri Syam yang bisa dilalui dengan perjalanan tiga hari[17]. Dan di dalam riwayat yang lain disebutkan: Ukuran haudhku adalah sama seperti ukuran antara kota Ailah dan Shan’a dari Yaman”.[18] Dan di dalam riwayat yang lain disebutkan: Dan jarak antara kedua ujung haudhku adalah sebagaimana jarak antara shan’a dan Madinah”.[19]
Para ualma telah menyebutkan penafsiran tentang perbedaan-perbedaan riwayat yang menjelaskan tentang luas dan panjang haudh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antaranya adalah bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam diberitahukan tantang jarak yang pendek kemudian diberitahukan kembali tentang jarak yang panjang. Beliau memberitahukan hal itu seakan-akan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan anugrah kepada beliau bahwa haudh tersebut meluas sedikit demi sedikit, maka yang menjadi patokan dalam penjelasan ini adalah riwayat yang menjelaskan tentang sifat haudh yang paling panjang dan di dalam penjelasan yang lain disebutkan selain ini.[20]
Dan masa mendatangi haudh adalah sebelum melewati shirat sebab keadaan menuntut hal itu, sebab manusia sangat membutuhkan air minum di hari kiamat sebelum mereka melewati shirat, sebagian ahlul ilmi telah menguatkan penjelasan yang disebutkan ini, dan barangsiapa yang meminum dari haudh maka dia tidak akan pernah kehausan selamanya, berdsarkan apa yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amru di dalam Ashahihaini: Dan barangsiapa yang meminum darinya maka dia tidak akan kehausan selamanya”.[21]
Perbuatan-perbuatan yang menyebabkan kita boleh meminum dari haudh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Pertama: Berpegang teguh kepada kitab dan sunnah serta konsisten dengannya, menjauhi semua bid’ah dan dosa-dosa besar. Diriwayatkan oleh Al-Hakim di dalam kitab Al-Mustadrok dari Abi Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya aku telah meninggalkan bagi kalian dua perkara yang mana kalian tidak akan tersesesat, yaitu kitab Allah dan sunnahku, dan dia tidak akan berpisah sehingga dia datang menuju haudh”.[22]
Diriwayatkan oleh Al-Bukahri dan Muslim dari Abi Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Aku akan mendahului kalian di haudh dan barangsiapa yang mendatangiku maka dia akan meminumnya, dan barangsiapa yang meminumnya maka dia tidak akan pernah haus selamanya, akan datang kepadaku sekelomopok kaum di mana mareka mengenalku dan aku pun mengenal mereka namun aku dihalangi dari mereka, lalu aku mengatakan: Sesungguhnya mereka ini dari golonganku, maka dikatakan: Sesungguhnya engkau tidak mengetahui perbuatan-perbuatan bid’ah yang mereka lakukan setelah dirimu meninggal, maka aku berkata: menjauhlah, menjauhlah orang yang telah merubah din ini setelah kematianku”. Maka Ibnu Abi Mulaikah berkata: Ya Allah aku berlindung kepada -Mu jika kami terusir hina atau terfitnah sehingga jauh dari agama kami”.[23]
Ibnu Abdil Barr berkata: Setiap orang yang membuat-buat perkara baru di dalam agama maka dia termasuk orang-orang yang terusir dari Al-Haudh, seperti kelompok Khawarij, Rafidhah dan seluruh kelompok yang mengikuti hawa nafsu. Dan dia juga berkata: demikian juga orang-orang zalim, yang melampaui batas dalam berbuat kezaliman dan menghapus kebenaran, orang-orang yang dilaknat karena berbuat dosa-dosa besar. Dia berkata: Orang-orang yang seperti ini dikhawatirkan jika merekalah yang dimaksud dengan hadits ini. Allah A’alm.[24]
Kedua: Bersabar terhadap apa yang dialami oleh seorang mu’min berupa kekurangan dari harta dunia, dan dia mendahulukan orang lain dengannya. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada para shahabatnya dari kalangan Al-Anshor: Kalian akan mendapatkan sepeninggalku orang-orang yang lebih mementingkan duniawi, maka bersabarlah sehingga kalian menemui Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul -Nya di saat berada pada Al-Haudh”.[25]
Ketiga: Menjaga wudhu’. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Hudzaifah Radhiyallahu anhu bahwa pada saat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut tentang Al-Haudh beliau bersabda: Sungguh yang jiwaku berada di tangan -Nya, aku pasti akan menghalau sekolompok orang dari haudhku sebagaimana seorang lelaki menghalau onta yang bukan miliknya dari kolam tempat ontanya minum. Para shahabat bertanya: Apakah engkau mengetahui kami pada saat itu?. Maka beliau menjawab: Ya, kalian akan mendatangi aku dengan penuh cahaya di kening kalian karena bekas air wudhu’ dan cahaya itu tidak terdapat pada orang selain dari kalian”.[26]
Ya Allah berikanlah kami minum dari haudh Nabi -Mu, dan jadikanlah kami sebagai pengikut sunnah beliau, ya Allah cucurkanlah kepada kami air minum dari tangan beliau yang mulia, yaitu minuman yang dengannya kami tidak merasakan kehausan selamanya, ya Allah kumpulkankanlah kami dalam kelompok beliau Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan jadikanlah kami sebagai pengikut beliau bersama para nabi-nabi, orang-orang yang jujur, para syuhada, dan orang-orang yang shaleh, merekalah sebaik-baik teman bergaul.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.
[Disalin dari حوض النبي صلى الله عليه وسلم Penulis Syaikh Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi, Penerjemah : Muzaffar Sahidu. Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2010 – 1431]
______
Footnote
[1] Al-Bukhari: no: 6578
[2] Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya: no: 6581
[3] Shahih Muslim: no: 2300
[4] Shahih Muslim: no: 2301
[5] Syarah shahih Muslim: 5/59
[6] Syarah Al-Aqidah Al-Wasithiyah: 2/157
[7] Al-Bukhari: 6590 dan Muslim: 2296
[8] Al-Bukhari: 6588 dan Muslim: 1391
[9] Syarhul Aqidah Al-Wasithiyah: 2/157
[10] Muslim: no: 2301
[11] Al-Bukhari: 6579 dan Muslim: 2292
[12] Al-Bukhari: 6580 dan Muslim: 2303
[13] Al-Bukhari: 6579 dan Muslim: 2292
[14] Shahih Muslim: 2303
[15] Syarhul Aqidah Al-Wasithiyah: 2/159
[16] Shahih Muslim: 2300
[17] Al-Bukhari: 6577 dan Muslim: 2299
[18] Al-Bukhari: 6580 dan Muslim: 2303
[19] Al-Bukhari: 6591 dan Muslim: 2298
[20] Lihat: Fathul Bari: 11/472
[21] Al-Bukhari: 6579 dan Muslim: 2292
[22] Al-Mustadrok: 1/172 no: 319 dan dishahihkan oleh Al-Hakim
[23] Al-Bukhari: 6593,6583-6584 dan Muslim: 2290
[24] Syarah shahih Muslim: 1/137
[25] Al-Bukhari: 3792 dan Muslim: 1854
[26] Muslim: no: 248