Benteng Tujuh Lapis merupakan sebuah benteng yang berada di Desa Dalu-dalu, Kecamatan Tambusai, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau. Benteng Tujuh Lapis ini dibangun pada tahun 1835 oleh Tuanku Tambusai yang berfungsi sebagai basis pertahanan terhadap perlawanan penjajahan Belanda. Mulanya, benteng ini dinamakan Kubu Aur Duri, karena parit dan tanggul pertahanan benteng ini diperkuat dengan aur berduri (jenis bambu berduri). Kubu[1] yang dimaksud diartikan sebagai tempat pertahanan yang diperkuat dengan pagar-pagar pertahanan.
Sejarah pembangunan hingga pertempuran di Benteng Tujuh Lapis ini terkait dengan Tuanku Tambusai, salah satu tokoh Perang Paderi bersama dengan Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Rao, Haji Miskin, Haji Piobang, serta Haji Sumanik. Selain itu, bersamaan pula dibangun beberapa benteng lainnya seperti Kubu Baling-baling, Kubu Gedung dan Kubu Talikemain. Semua kubu ini dipersiapkan sebagai kubu pembantu dalam persiapan melawan penjajah. Masing-masing kubu saling mendukung satu sama lainnya. Khusus Benteng Tujuh Lapis Dalu-dalu, telah berkali-kali diserang oleh pihak Belanda, namun selalu gagal untuk ditaklukan.[2]
Pertempuran Memperebutkan Benteng Tujuh Lapis
[
sunting
|
sunting sumber
]
Pada tanggal 27 November 1837, Kolonel Michiels diangkat menjadi Gubernur Militer baru untuk menghadapi Tuanku Tambusai. Kuatnya pertahanan Benteng Tujuh Lapis Dalu-dalu, maka Kolonel Michiels meminta bantuan pasukan dari Batavia. Pasukan bantuan ini terdiri dari empat kompi dari pasukan Batalyon ke-6 dan dibantu pasukan pribumi yang berpihak kepada Belanda. Beberapa perwira lainnya ikut membantu Koloel Michiels adalah Mayor Bethoven yang bergerak dari Lubuk Sikaping sebanyak 1.500 pasukan, serta Mayor Westenberg bergerak ke arah Portibi beserta dua kompi yang dibantu pasukan pribumi.[3]
Dalam surat laporan Kolonel Michiels kepada atasannya tertanggal 12 Februari 1839, korban-korban dipihak mereka sendiri dalam penyerangan ke Dalu-dalu adalah tewasnya Mayor Bethoven dan Kapten Schaen, lalu Mayor Westenberg dan Mayor Hoevel yang terluka. Kolonel Michiels akhirnya berhasil merebutBenteng Dalu-dalu pada 28 Desember 1838, namun Tuanku Tambusai berhasil melarikan diri dan pergi menuju Semenanjung Malaya. Beliau meninggal dunia di Malaysia pada tahun 1882 dan dimakamkan di Resah, Seremban, Malaysia.[3]
Bentuk Fisik & Sistem Pertahanan
[
sunting
|
sunting sumber
]
Kawasan benteng ini berbentuk persegi empat. Didalam benteng merupakan tempat tinggal para pejuang untuk melawan penjajah. Pintu gerbang benteng dibangun tiga lapis yang terbuat dari papan tebal, dan papan tersebut diberi lubang pengintaian sebagai tempat untuk menembak sasaran. Benteng Tujuh Lapis Dalu-dalu memiliki kawasan pertahanan dengan luas 105.000 meter kubik serta memiliki ukuran panjang 350 meter dan lebar 300 meter.[4]
Secara fisik, benteng ini terdiri dari tujuh lapis gundukan tanah dengan ketinggian 3 sampai dengan 5 meter. Terdapat juga kubu yang diisi dengan aliran air dengan kedalaman parit kurang lebih 8 hingga 10 meter. Tiap kubu atau gundukan tanah terdapat parit yang memiliki lebar bervariasi dengan lebar 5 hingga 20 meter. Parit-parit tersebut bertujuan untuk menghalangi pergerakan musuh yang menyerang. Antar parit atau kubu juga dihubungkan jalan pintas agar memudahkan pergerakan pejuang saat bertahan.
Secara geografis, benteng ini terletak diantara aliran sungai dan lereng bukit. Disekeliling benteng ditanami bambu berduri dan sebagiannya juga dibangun gardu-gardu penjaga yang berguna untuk menghalau benteng dari pengintaian luar. Bagian belakang benteng berhadapan dengan Sungai Batang Sosah yang sekaligus menjadi jalur alternatif penyelamatan diri bila terdesak.
Benteng Tujuh Lapis dipertahankan oleh 14 meriam, 300 bedil (senapan api), 500 pound peluru dan persedian beras yang banyak. Diketahui dari catatan laporan, Benteng Tujuh Lapis disebut sebagai benteng yang kuat, sebagaimana berikut:[5]
Benteng yang ada di Dalu-dalu adalah benteng yang paling baik dan paling teratur kepunyaan orang Indonesia yang pernah dijumpai pada zaman itu
— Kolonel Michiels, H. Moh. Said berdasarkan penulis E.B. Kielstra, diambil dalam catatan laporan Kolonel Michiels
Cagar Budaya
[
sunting
|
sunting sumber
]
Benteng Tujuh Lapis Dalu-dalu hingga saat ini berstatus objek yang terdaftar lolos verifikasi untuk situs cagar budaya, dan sedang dilanjutkan dalam tahap kajian dan penilaian oleh tim ahli.
Lihat pula
[
sunting
|
sunting sumber
]
Catatan Kaki
[
sunting
|
sunting sumber
]
Benteng Tujuh Lapis berbentuk gundukan tanah merupakan perjungan Pahlawan Nasional Tuanku Tambusai bersama pasukan dan masyarakat dalu-Dalu dalam menghadapi penjajah Belanda
Benteng Tujuh Lapis, Sejarah Perjuangan Tanku Tambusai di Dalu-Dalu Riau Hadapi Penjajah Belanda
TRIBUNPEKANBARU.COM – Saksi bisu perjuangan para pejuang menghadapi kolonial Belanda terdapat dibeberapa daerah di Provinsi Riau, satu diantaranya merupakan Benteng Tujung Lapis atau yang dikenal juga dengan nama Benteng Aur Kuning terletak di Desa Dalu-Dalu Kelurahan Tambusai Tengah, Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu atau Rohul, Provinsi Riau.
Benteng Tujuh Lapis merupakan bukti perjuangan Pahlawan Nasional Tuanku Tambusai dan pasukannya serta masyarakat Dalu-Dalu dalam bertahan menghadapi serangan penjajah Belanda.
Keberadan Benteng Tujuh Lapis ini berada di Tepian Sungai Batang Sosah. Dulu sungai inipulah lah yang menjadi satu-satunya jalur transfortasi yang digunakan kala itu sebelum ada jalan darat seperti saat ini.
Bentuk Benteng Tunjuh lapis ini memang berbeda dengan benteng-benteng peninggalan sejarah lainnya yang ada di Indonesia.
Jajaran Disparbud kabupaten rokan hulu foto bersama usai melakukan ukur areal Benteng Tujuh Lapis (tribunpekanbaru.com)
Baca juga: Istana Siak
Baca juga: Candi Muara Takus
Baca juga: Tumpukan Batu Peninggalan Abad Ke-14 Ditemukan di Makam Datuk Gigi Putih Desa Temiang Riau
Benteng tujuh lapis ini berbentuk gundukan-gundukan tanah yang terbuat dari tanah liat yang ada disekiatar Sungai Batang Sosah. Sepintas jika dilihat Benteng Tujuh Lapis ini memang tidak ada yang spesial.
Namun jika tribuners amati dan melihat sejarah perjuangan, Benteng Tujuh Lapis ini dibangun sekitar tahun 1784-1882 atau 1,5 abad silam, dalam kondisi dan suasana dijajah waktu itu dan belum ada teknologi canggih seperti sekarang ini, semua tentunya akan sepakat jika cagar budaya nasional ini merupakan suatu hal yang luar biasa dan monumental.
Adanya Beteng Tujuh Lapis ini juga tidak terlepas dari sejarah Perang Padri yang terjadi di Sumatra Barat dan sekitarnya.
Benteng Tujuh Lapis terbuat dari tanah berupa gundukan berbentuk tanggul setinggi ±3 m. Selain itu, disekitar Benteng Tujuh Lapis juga dibangun parit-parit pertahanan.
Pembangunan Benteng Tujuh Lapis ini memanfaatkan kondisi lingkungan alam dan geografis yang sangat strategis. Guna menghambat laju gerakan musuh, dahulunya di sekitar benteng juga ditanami dengan bambu serta pos-pos penjagaan ditiap-tiap penjuru Benteng Tujuh Lapis.
Meriam peninggalan sejarah yang berada di kawasan Benteng Tujuh Lapis Desa Dalu-Dalu Kelurahan Tambusai Tengah, Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu, Riau (Isimewa)
Baca juga: 5 Benda Unik di Museum Sang Nila Utama Pekanbaru
Baca juga: 4 Jembatan Megah di Pekanbaru
Baca juga: Habib Ramadhan Kenalkan Adat dan Budaya Kampar Riau Lewat Youtube
Pada bagian dalam benteng atau bagian tengah Benteng Tujuh Lapis, dahulunya terdapat bangunan-bangunan guna kepentingan militer. Sebagai catatan Benteng Tujuh Lapis Dalu-Dalu ini merupakan kubu pertahanan terakhir “Kaum Paderi” dalam melawan penjajah Belanda yang dipimpin oleh Pahlawan Nasional Tuanku Tambusai. Diperkirakan Benteng Tujuh Lapis ini terakhir difungsikan sekitar tahun 1838.
Kajian-kajian terhadap Benteng Tujuh Lapis ini juga sudah dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya wilayah kerja Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau 2018 lalu yang melibatkan tim yang terdiri dari 3 orang, yaitu Yusfa Hendra Bahar SS selaku Bagian Pengkaji Pelestari Cagar Budaya. Selanjutnya, Dafriansyah Putra, ST selaku Pengelola Data Cagar Budaya, dan Khairul Hidayat selaku Tekhnis Pelestarian Cagar Budaya.
“Hasil kajian yang dilakukan tim sendiri telah disahkan oleh Kepala BPCB Sumbar Drs. Nurmatias,” jelas Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Rokan Hulu Drs. Yusmar M.Si kepada tribunpekanbaru.com Rabu 20 Februari 2019 lalu.
Plang bergambar sketsa benteng tujuh lapis yang berupakan salinan sket 1838 (Isimewa)
Benteng Tujuh Lapis ini juga sering disebut masyarakat dengan nama Benteng Aur Berduri.
Kini Cagar Budaya Benteng Tujuh Lapis ini masih dalam proses pengembangan dan rencananya akan dilakukan pemugaran supaya bisa lebih tertata dan terkelola dengan baik sehingga bisa diwariskan ke generasi-generasi yang akan datang.
Tidak saja menjadi kebanggaan masyarakat Kabupaten Rokan Hulu, benteng tujuh lapis ini juga harus menjdi kebanggan masyarakat Indonesia umumnya.
Pintu gerbang masuk ke kawasan Benteng Tujuh Lapis peninggalan sejarah perjuangan Pahlawan Nasional Tuanku Tambusai bersama pasukan dan masyarakat dalu-dalu (Isimewa)
BATAM, MELAYUPEDIA.COM – Saksi bisu perjuangan para pejuang menghadapi kolonial Belanda, juga banyak terdapat di Provinsi Riau, salah satunya yakni Benteng Tujung Lapis.
Benteng ini dikenal juga dengan nama Benteng Aur Kuning, dan terletak di Desa Dalu-Dalu Kelurahan Tambusai Tengah, Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu atau Rohul, Provinsi Riau.
BACA JUGA:
Mengenal Kesultanan Nagari Tuo Yang Wariskan Istana Rokan
Gagahnya Jembatan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah di Atas Sungai Siak
Haven Meester Pekanbaru, Saksi Bisu Pergerakan Kapal Ke Singapura
Benteng Tujuh Lapis merupakan bukti perjuangan Pahlawan Nasional Tuanku Tambusai dan pasukannya. serta masyarakat Dalu-Dalu, dalam bertahan menghadapi serangan penjajah Belanda.
Menurut catatan sejarah, Benteng Tujuh Lapis Dalu-Dalu tidak terlepas dari sejarah Perang Paderi yang terjadi di wilayah Sumatera Barat (Sumbar) dan daerah-daerah yang berada disekitarnya.
Selain itu, keberadaan benteng ini tidak bisa dilepaskan dari ketokohan Tuanku Tambusai, dalam menentang penjajah Belanda khususnya di daerah Tambusai (Dalu-Dalu).
Pembangunan Benteng tersebut, diperkirakan sekitar tahun 1830. Benteng Tujuh Lapis Dalu-Dalu atau Kubu Aur Berduri ini, merupakan benteng yang terbuat dari tanah berupa gundukan berbentuk tanggul setinggi lebih kurang 3 meter.
Selain itu, di sekitar benteng juga dibangun parit-parit pertahanan. Pembangunan benteng ini, memanfaatkan kondisi lingkungan alam dan geografis yang sangat strategis.
Guna menghambat laju gerakan musuh, dahulunya di sekitar benteng juga ditanami dengan bambu. Serta pos-pos penjagaan di tiap-tiap penjuru benteng. Pada bagian dalam benteng (tengah), dahulunya terdapat bangunan-bangunan guna kepentingan militer.
Benteng Pertahanan Terakhir Kaum Paderi
Sebagai catatan Benteng Tujuh Lapis Dalu-Dalu ini, merupakan kubu pertahanan terakhir Kaum Paderi, dalam melawan penjajah Belanda yang dipimpin oleh Tuanku Tambusai.
Secara arkeologis, benteng ini mempunyai keunikan arsitektur, baik dalam penggunaan teknologi bahan bangunan maupun bentuknya (denah dasarnya).
Secara fisik, benteng ini terdiri dari tujuh lapis gundukan tanah dengan ketinggian antara 3 sampai 5 meter.
Di antara masing-masing gundukan tanah terdapat parit dengan lebar bervariasi antara 5 – 20 meter. Pembuatan gundukan dan parit ini berfungsi untuk menghalangi musuh masuk.
Berdasarkan bentang alam Tambusai, benteng ini sangat strategis letaknya. Benteng ini terletak diantara aliran sungai dan lereng bukit.
Dengan kondisi benteng seperti ini sangat sulit bagi Belanda dapat merebut benteng karena bentuk benteng berlapis-lapis dan ada sungai sebagai pemisah dengan dataran di sebelah timur.