Gunung merapi purbo dimana

Gundana

KOMPAS.com – Gunung Api Purba Nglanggeran merupakan sebuah gunung yang berada di Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.

Lokasinya ini berada sekitar 25 kilometer dari pusat Kota Yogyakarta. Diperkirakan, gunung ini berusia sekitar 60-70 juta tahun.

Gunung Api Purba Nglanggeran memiliki puncak bernama Gunung Gede, yang kerap menjadi tujuan wisatawan untuk menanti matahari terbit.

Gunung ini juga menjadi salah satu tempat pendakian andalan di Gunungkidul, karena ketinggiannya hanya sekitar 700 meter di atas permukaan laut (mdpl), sehingga tidak begitu berat bagi pemula.

Berikut ini sejarah singkat Gunung Api Purba Nglanggeran.

Baca juga: Masjid Sulthoni Wotgaleh: Sejarah, Mitos, dan Sosok Pangeran Purbaya

Asal-usul nama

 

Asal-usul nama Nglanggeran berasal dari kata “ngelanggar”, yang berarti melanggar. Kata ini berawal dari mitos seorang dalang yang murka pada warga sekitar.

Ceritanya, ratusan tahun yang lalu, penduduk sekitar gunung mengundang dalang untuk merayakan pesta hasil panen.

Namun, para warga justru merusak wayang milik dalang. Hal tersebut membuat dalang geram dan mengutuk mereka menjadi wayang yang dibuang di gunung itu.

Itulah asal-usul Gunung Nglanggeran. Dalam kepercayaan warga sekitar, Gunung Api Purba Nglanggeran dijaga oleh tokoh pewayangan Punokawan bernama Kyai Ongko Wijoyo.

Baca juga: Ruwatan, Tradisi Jawa Pembuang Sial

Sejarah Gunung Api Nglanggeran

Gunung api purba adalah sebutan bagi gunung berapi yang dulunya aktif, tetapi sekarang sudah tidak aktif lagi atau telah mati. Seperti halnya Gunung Api Purba Nglanggeran.

Dulunya Gunung Api Purba Nglanggeran berada di dasar laut dan terangkat hingga menjadi batuan yang kokoh seperti saat ini.

Diperkirakan, usia gunung ini sekitar 60-70 juta tahun dan dulunya adalah gunung berapi yang aktif, tetapi menjadi mati karena suatu proses geologi.

Matinya gunung ini dikarenakan hilangnya daya dorong pada saluran magma, yang menyebabkan saluran magma terputus dengan dapur magma.

Karena tidak aktif lagi, saat ini Gunung Api Purba Nglanggeran menjadi salah satu tempat pendakian andalan di Gunungkidul.

Pada 2017, Nglanggeran menjadi desa wisata terbaik di Indonesia dan menerima penghargaan ASEAN Community Based Tourism Award.

Satu tahun setelahnya, desa tempat gunung ini kembali mendapatkan penghargaan, yaitu ASEAN Sustainable Tourism Award.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Gunung Nglanggeran adalah sebuah gunung di Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Gunung ini merupakan suatu gunung api purba yang terbentuk sekitar 60-70 juta tahun yang lalu atau yang memiliki umur tersier (Oligo-Miosen).[1][2] Gunung Nglanggeran memiliki batuan yang sangat khas karena didominasi oleh aglomerat dan breksi gunung api.[3][4][5] Gunung ini terletak di Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul yang berada pada deretan Pegunungan Baturagung.[3][6][7]

Bukit Nglanggeran konon merupakan tempat menghukum warga desa yang ceroboh merusak wayang.[7] Asal kata nglanggeran adalah nglanggar yang mempunyai arti melanggar.[7] Pada ratusan tahun yang lalu, penduduk desa sekitar mengundang seorang dalang untuk mengadakan pesta syukuran hasil panen.[7] Akan tetapi para warga desa melakukan hal ceroboh.[7] Mereka mencoba merusak wayang si dalang.[7] Dalang murka dan mengutuk warga desa menjadi sosok wayang dan dibuang ke Bukit Nglanggeran.[7]

BACA JUGA:   Wisata Alam Goa Lalay

Ada beberapa bebatuan besar yang menurut cerita warga sekitar digunakan untuk tempat pertapaan warga.[8] Warga sekitar mengatakan bahwa menurut kepercayaan, Gunung Nglanggeran dijaga oleh Kyai Ongko Wijoyo serta tokoh pewayangan Punokawan.[8] Pada malam tahun baru Jawa atau Jumat Kliwon, beberapa orang memilih semadi di pucuk gunung.[6] Di Gunung Nglanggeran ini pula warga pernah menemukan arca mirip Ken Dedes.[6]

Berdasarkan penelitian, gunung api ini merupakan gunung berapi aktif sekitar 60 juta tahun yang lalu lalu.[8] Gunung Nglanggeran berasal dari Gunung api dasar laut yang terangkat dan kemudian menjadi daratan jutaan tahun lalu.[7] Gunung ini memiliki bebatuan besar yang menjulang tinggi sehingga biasanya digunakan sebagai jalur pendakian dan tempat untuk pertapaan warga.[8] Puncak gunung tersebut adalah Gunung Gedhe di ketinggian sekitar 700 meter dari permukaan laut, dengan luas kawasan pegunungan mencapai 48 hektar.[6]

melihat matahari terbit dari Puncak Nglanggeran

Perjalanan menuju puncak gunung akan melewati jalanan tanah serta lorong-lorong bebatuan yang sempit.[9] Dengan jarak tempuh pendakian lebih kurang dua jam, wisatawan bisa menapaki puncak tertinggi gunung api purba itu.[10] Apabila berangkat sore, wisatawan dapat menyaksikan matahari yang terbenam.[9] Selain itu, pengunjung juga perlu menggunakan tali untuk mendaki bukit-bukit yang pendek.[9] Ada papan petunjuk yang membuat wisatawan tidak mudah tersesat.[9]

Pengembangan wisata

[

sunting

|

sunting sumber

]

Embung Nglanggeran

Tahun 1999, objek wisata ini dikelola Karang Taruna Bukit Putra Mandiri yang mengenakan tarif tiket Rp 500 per orang, namun fasilitasnya belum lengkap.[6] Mengingat banyaknya potensi budaya dan ekowisata di situs gunung api tersebut, tahun 2008 [Badan Pengelola Desa Wisata Nglanggeran mengambil alih pengelolaannya dan menambah berbagai fasilitas.[6]

Di sekitar Gunung Nglanggeran dapat dijumpai embung yang merupakan bangunan berupa kolam seperti telaga di ketinggian sekitar 500 meter dari permukaan laut.[6] Embung dengan luas sekitar 5.000 meter persegi itu berfungsi menampung air hujan untuk mengairi kebun buah kelengkeng, durian, dan rambutan di sekeliling embung.[6] Pada musim kemarau, para petani bisa memanfaatkan airnya untuk mengairi sawah.[6] Pengunjung bisa naik ke embung dengan tangga.[6] Sampai di sisi embung, pengunjung bisa melihat matahari terbenam dan melihat gunung api purba di seberang embung.[6]

Harga tiket masuk untuk menikmati wisata alam Jogja ini (mulai 1 Juli 2016), sebesar Rp15.000,00 di siang hari dan Rp20.000,00 di malam hari, dan untuk wisatawan asing sebesar Rp30.000,00.[11] Kawasan wisata Gunung Api Purba, Nglanggeran ini dikelola secara resmi oleh Karang Taruna Desa Nglanggeran.[12]

Pada budaya populer

[

sunting

|

sunting sumber

]

Gunung Nglanggeran disebut dalam lagu congdut karya Didi Kempot, berjudul “Banyu Langit” yang dirilis pada tahun 2016 dalam album Kasmaran. Pada bagian akhir chorus disebutkan: “…adheme gunung Merapi purba, sing neng Nglanggeran, Wonosari, Yogyakarta…”[13]

BACA JUGA:   Air mancur taman pintar yogyakarta

Gunung Ini Dianggap Gunung Api Purba, Apa Maksudnya?

Bobo.id – Ada yang pernah mendengar tentang gunung api purba?

Gunung api purba adalah sebutan yang biasa diberikan pada fosil gunung berapi yang sudah tidak aktif lagi atau telah mati.

Dulunya, gunung api purba juga aktif seperti gunung berapi yang kita kenal masih aktif saat ini. Nah, gunung yang masih aktif sampai sekarang misalnya gunung Merapi yang ada di Jawa Tengah, teman-teman. 

Karena suatu proses tertentu, gunung berapi dapat mati. Saat gunung berapi mati, magma yang ada di diatrema atau saluran magma utama kehilangan daya dorong yang dapat melontarkan magma ke permukaan.

Biasanya hal itu terjadi karena saluran ke dapur magma terputus.

Nah, seiring waktu berlalu, sisa magma yang ada biasanya menjadi beku.

Baca Juga: Lebih Baik Mandi Air Hangat atau Air Dingin Setelah Olahraga? #AkuBacaAkuTahu

Gunung api purba benar-benar telah mati dan sangat kecil kemungkinannya untuk dapat aktif kembali, teman-teman.

Jadi, ini berbeda, ya, dengan gunung berapi tidur. Gunung berapi tidur adalah gunung berapi yang untuk sementara tidak aktif.

Namun, suatu saat nanti dipercaya masih dapat aktif atau bahkan meletus.

Indonesia memiliki beberapa gunung berapi purba, lo.

Lalu, tahukah teman-teman di mana saja letak gunung api purba di Indonesia?

Salah satu gunung api purba yang terkenal dan telah menjadi tempat wisata adalah Gunung Api Purba Nglanggeran.

Baca Juga: Sering Dijadikan Meme ‘Woman Yelling at A Cat’, Kucing Bernama Smudge Ini Punya Jutaan Followers

Gunung Api Purba Nglanggeran terletak di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Selain itu, ada pula Gunung Toba yang juga merupakan gunung api purba dan Gunung Bromo Purba. 

Menurut penelitian yang pernah dilakukan, gunung api purba ini aktif sekitar 60 juta tahun yang lalu, lo. Wah, sudah lama sekali ya, teman-teman.

Nah, ada fakta menarik lain tentang Gunung Api Purba Nglanggeran, lo! 

Ternyata dulunya gunung api ini berasal dari gunung api yang ada di dasar laut. Oleh karena proses tertentu, gunung api tersebut terangkat dan kemudian menjadi daratan. Prosesnya tentu terjadi sudah jutaan tahun yang lalu, teman-teman.

Bentuk Gunung Api Purba Nglanggeran sekarang seperti bebatuan besar. Tingginya sekitar 700 mdpl (meter di atas permukaan laut).

Namun kini, Gunung Api Purba Nglanggeran sudah dijadikan tempat pendakian, lo. Jadi, teman-teman bisa saja mendaki sampai ke puncak kalau suatu saat nanti sedang berwisata ke sana.

Beruntung ya kita masih bisa melihat sisa-sisa keindahannya. Teman-teman ada yang tertarik untuk mengunjungi gunung api purba?

(Penulis: Rahwiku Mahanani)

Baca Juga: Pembuat Lampu Pijar Pertama Kali, Bukan Thomas Alva Edison? Yuk, Cari Tahu  

Lihat video ini juga, yuk!

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Artikel ini merupakan bagian dari Parapuan

Parapuan adalah ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.

BACA JUGA:   Menikmati Wisata Edukatif dan Segar di Tiket Agrowisata Batu

PROMOTED CONTENT

Video Pilihan

JAKARTA – “Banyu langit sing ono dhuwur khayangan, Watu gedhe kalingan mendunge udan, Telesono atine wong seng kasmaran, Setyo janji seprene tansah kelingan. Ademe gunung merapi purbo, Melu krungu swaramu ngomongke opo, Ademe gunung merapi purbo, Sing ning langgran Wonosari, Yogyakarta.”

Potongan lirik lagu “Banyu Langit” ciptaan sang maetro campursari, Didi Kempot itu, sudah kadung menghiasi ratusan ribu bahkan jutaan telinga masyarakat Indonesia. Dalam akun YouTube resminya, tidak kurang dari 65 juta masyarakat sudah ambyar bersama dengan lagu dari “The God Father of Broken Heart” itu.

Lagu ini memiliki makna keteguhan hati seseorang yang ditinggalkan oleh pasangannya. Rasa rindu, kangen, ingin bertemu sudah menjadi makanan sehari-hari. Akan tetapi hingga waktu yang dijanjikan, sang pujaan tak kunjung datang. Kesedihan pun melanda entah kapan akan berakhir.

Ada hal menarik di balik pembuatan lagu “Banyu Langit”. Tidak lain karena Didi Kempot menjadikan Gunung Api Purba di Desa Ngalanggeran, Kecamatan Patuk Gunungkidul, Yogyakarta, sebagai sumber inspirasinya. Gunung ini sendiri memiliki elevasi ketinggian maksimal 700 Mdpl dan masuk ke dalam kawasan Geosite Gunung Sewu, yang menyandang gelar sebagai UNESCO Global Geopark.

Secara fisiografi, Gunung Api Purba Nglanggeran terletak di Zona Pegunungan Selatan Jawa Tengah-Jawa Timur, atau tepatnya di Sub Zona Pegunungan Baturagung dengan kemiringan lerengnya yang cukup curam. Berdasarkan sejarah geologinya, gunung ini merupakan gunung api purba yang berumur tersier atau 0,6–70 juta tahun yang lalu.

Material batuan penyusun Gunung Nglanggeran merupakan endapan vulkanik tua berjenis andesit (Old Andesite Formation). Jenis batuan yang ditemukan di Gunung Nglanggeran antara lain breksi andesit, tufa dan lava bantal. Singkapan batuan vulkanik klastik yang ditemukan di Gunung Nglanggeran kenampakannya sangat ideal. Oleh karena itulah, satuan batuan yang ditemukan di Gunung tersebut diberi nama Formasi Geologi Nglanggeran.

Beberapa bukti lapangan mengungkap fakta bahwa dahulu pernah ada aktivitas vulkanis dengan banyaknya batuan sedimen vulkanik klastik, seperti batuan breksi andesit, tufa dan adanya aliran lava andesit di Gunung Nglanggeran. Bentuk kawah Gunung Api Purba Nglanggeran dapat ditemukan di puncak.

Pada era saat ini, Gunung Api Purba Ngalenggeran menjadi salah satu lokasi terbaik untuk wisatawan yang ingin mencari sunrise. Untuk mencapai ke Puncak Gedhe—puncak tertinggi—wisatawan harus melakukan pendakian sekitar 60 menit. Puncaknya sendiri merupakan dataran yang cukup lapang, dimana wisatawan bisa duduk-duduk bersantai sambil menikmati suasana kota dan Puncak Gunung Jari.

Dan jika ingin menginap atau berkemah, wisatawan bisa berjalan turun sekitar 50 meter untuk menuju lokasinya. Di sana wisatawan dapat berkemah dengan tenang, karena campgpround tersebut lebih tertutup vegetasinya dan bisa menahan angin pegunungan.  

Selain keindahan puncaknya ada pula potensi flora dan fauna di kawasan gunung ini yang terbilang sudah mulai sulit. Seperti tanaman tremas–tanaman obat yang hanya hidup dikawasan ekowisata Gunung Api Purba dan kera ekor panjang.

Also Read

Bagikan: