Makalah Kasus Sengketa Budaya Indonesia vs Malaysia

Jayadi Sitorus

Indonesia dan Malaysia terkenal sebagai negara yang tumbuh dalam budaya yang sangat kaya. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, ada perdebatan tentang siapa yang memiliki hak atas beberapa warisan budaya seperti batik, makanan, tari tradisional dan banyak lagi. Sengketa budaya Indonesia vs Malaysia ini menjadi perhatian publik dan ada banyak faktor yang terlibat dalam perdebatan ini.

Sejarah Singkat Sengketa

Sejarah sengketa budaya Indonesia vs Malaysia dimulai jauh sebelum kedua negara tersebut merdeka. Pada saat itu, bangsa Indonesia masih hidup di bawah penjajahan Belanda dan banyak aspek budaya mereka diambil oleh bangsa Eropa. Seiring dengan berakhirnya penjajahan, rasa nasionalisme muncul dan orang Indonesia mulai mengklaim kembali budaya mereka yang hilang.

Namun, terdapat klaim dari Malaysia yang menyebutkan bahwa beberapa aspek budaya Indonesia juga termasuk warisan mereka. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa beberapa wilayah di Indonesia dan Malaysia pernah berada dalam kekuasaan kerajaan yang sama. Selain itu, terdapat kemiripan dalam budaya yang berkembang di kedua negara tersebut.

Perspektif Indonesia

Pemerintah Indonesia dan masyarakat umum percaya bahwa banyak warisan budaya Indonesia yang diambil oleh Malaysia dan dipatenkan sebagai milik mereka, seperti misalnya batik. Batik merupakan seni tekstil yang dibuat dengan memalai lilin pada kain putih dan kemudian dicelup. Batik Indonesia sudah dikenal sejak lama, bahkan sebelum kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia.

Namun, pada tahun 2009, Malaysia mematenkan batik sebagai milik budaya mereka sendiri, yaitu batik Malaysia. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia merasa bahwa Malaysia tidak memiliki hak untuk melakukan hal tersebut, karena batik sebenarnya merupakan warisan budaya Indonesia yang sudah ada sejak lama.

BACA JUGA:   20 Gambar Rumah Adat Aceh Beserta Penjelasannya

Selain itu, terdapat perspektif bahwa Malaysia juga mengambil makanan Indonesia, seperti misalnya rendang. Makanan tersebut selalu diidentikkan dengan Indonesia, namun pada tahun 2018, rendang dinyatakan sebagai makanan nasional Malaysia dalam sebuah acara memasak.

Perspektif Malaysia

Di sisi lain, pemerintah Malaysia dan masyarakat umum percaya bahwa ada banyak aspek budaya di Malaysia yang sebenarnya terinspirasi dari Indonesia, karena banyak wilayah di Indonesia dan Malaysia terletak di dekat dan pernah berada dalam kekuasaan kerajaan yang sama.

Selain itu, terdapat klaim bahwa banyak budaya Indonesia yang terinspirasi dari Malaysia, seperti misalnya tarian ronggeng, yang memiliki kesamaan dengan tarian joget di Malaysia. Hal tersebut mengindikasikan bahwa budaya di kedua negara sangat erat terkait dan saling mempengaruhi.

Penyelesaian Sengketa

Sengketa budaya Indonesia vs Malaysia tentu tidak mudah diselesaikan. Namun, upaya telah dilakukan oleh masing-masing pemerintah dan ahli budaya untuk memperbaiki situasi tersebut.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui dialog diplomasi. Indonesia dan Malaysia telah melalui serangkaian dialog, dan masing-masing negara berupaya memperjelas posisi mereka terkait klaim atas warisan budaya.

Selain itu, terdapat juga upaya untuk meningkatkan kerjasama dalam pengembangan budaya di kedua negara. Indonesia dan Malaysia melakukan kerjasama dalam bidang pariwisata dan seni budaya untuk meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap budaya di negara tetangga.

Penutup

Sengketa budaya Indonesia vs Malaysia menunjukkan betapa pentingnya menjaga warisan budaya bangsa. Bagi masyarakat Indonesia, budaya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari identitas bangsa dan harus dijaga dengan baik. Namun, di sisi lain, perspektif Malaysia juga perlu dipertimbangkan dan diperhatikan.

Untuk memperbaiki situasi ini, bukanlah tugas yang mudah. Namun, upaya yang dilakukan melalui dialog diplomasi dan kerjasama budaya dapat membantu untuk meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap warisan budaya di kedua negara. Semoga kedepannya sengketa budaya Indonesia vs Malaysia dapat diselesaikan dengan baik dan menciptakan lebih banyak kerjasama dalam pengembangan budaya.

Also Read

Bagikan: