Makam wali allah di wonosobo

Gundana

 

KABAR WONOSOBO – Menjelang puasa biasanya umat muslim maupun non muslim menyempatkan waktu untuk mengunjungi makam orang-orang tersayang untuk berziarah.

Pada permulaan Islam, Nabi SAW pernah melarang keras umatnya untuk ziarah kubur dikarenakan masih lemahnya iman.

Beliau takut jika umatnya menjadikan kuburan sebagai suatu benda keramat dan meminta sesuatu kepada kuburan akan menjatuhkan diri mereka pada perbuatan syirik.

Baca Juga: Selain Makam Bupati Pertama, ini Daftar Tempat yang Penting Saat Wisata Religi Ziarah di Wonosobo

Namun, seiring semakin mantapnya akidah Islam, ziarah ke makam diperbolehkan oleh Nabi SAW.

Tujuan dari ziarah yang diperbolahkan adalah semata-mata mendoakan orang-orang yang telah mendahului kita.

Selain makam keluarga, berikut tempat yang bisa dikunjungi untuk berziarah khususnya yang ada di daerah Wonosobo:

Baca Juga: Saksi Perjuangan Pasukan Diponegoro, Makam Kali Cutang Ngalian Wadaslintang Diresmikan

Kisah Karomah Syekh Hubbuddin, Makamnya Mengeluarkan Cahaya

Kisah Karomah Syekh Hubbuddin, Makamnya Mengeluarkan Cahaya

A

A

A

Cerita tentang tokoh ini begitu santer dari mulut ke mulut di wilayah Wonosobo. Dimana konon makam Syekh Hubbuddin berada di Desa Candirejo, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Sebelumnya makam tokoh Tarekat Naqsbandiyah ini tidak diketahui rimbanya.

Dikutip dari mistikus-sufi.blogspot.com keberadaan makam tokoh sufi ini baru diketahui setelah mantan Presiden Alm Abdurrahman Wahid alias Gus Dur pada 1994, datang ke Desa Candirejo mengunjungi makam tersebut.

Saat itu Gus Dur belum menjadi Presiden dimana penduduk setempat sebelumnya tidak tahu ada makam tokoh terkenal Islam karena makamnya tidak sendirian, tapi menjadi satu dengan kuburan masyarakat desa. Tidak seperti tokoh-tokoh lain, yang makamnya berada di ketinggian atau sendirian.

Penemuan makam Syekh Hubbuddin yang bercampur dengan makam desa diungkapkan oleh Sastro Al Ngatawi, mantan asisten pribadi Gus Dur. Saat bersama Gus Dur mereka sampai di Wonosobo hampir subuh, lalu mampir di salah satu pesantren di kota tersebut.

Ditemani beberapa Gus (putra kiai), mereka berangkat ke sebuah daerah yang diyakini masyarakat menjadi makam sang wali tersebut, posisinya tepat di bawah sebuah pohon besar tetapi Gus Dur tak menghiraukannya.

Lalu mereka segera berjalan menuju lokasi lain, di tengah-tengah perjalanan tersebut, rombongan tersebut bertemu dengan orang tua. Dalam suasana yang masih sepi tersebut, mereka mengamati orang tua yang terus berjalan di tengah-tengah sawah. Tiba-tiba saja, ketika di tengah sawah itu orang tua tersebut menghilang.

Gur Dur pun berujar, “Ya itu tadi Syekh Hubbuddin dan ditengah-tengah sawah tadi makamnya,” katanya. Sejak dikunjungi Gus Dur, makam Syekh Abdullah Hubbuddin mulai ramai peziarah.

Menurut cerita KH Chabibullah Idris selaku ulama terkenal di Wonosobo, Gus Dur pada tahun 1994 meminta dirinya untuk menemani mencari makam Syekh Abdullah Hubbuddin yang berada di candi.

KH Chabibullah Idris saat itu tidak paham betul yang dimaksud candi itu nama desa atau kawasan candi di Dataran Tinggi Dieng.

Menurut Gus Dur, Islam pertama kali masuk ke Jawa di candi. KH Chabibullah Idris ini tidak tahu candi itu mana, apakah Komplek Candi Dieng atau dimana. Gus Dur datang ke Wonosobo dan memintanya untuk menemani mencari makam tokoh Islam ini tersebut.

Tokoh kharismatik ini memang memiliki kepedulian tinggi terhadap peninggalan bersejarah termasuk mencari makam-makam yang memiliki nilai sejarah tinggi. Seperti halnya makam Syekh Abdullah Selomanik di Dusun Kalilembu, Dieng Wetan yang juga merupakan tokoh religius.

Menurut cerita Gus Dur, Syekh Abdullah ini mendirikan pesantren di Desa Candirejo namun karena tidak memiliki keturunan, lama-kelamaan pesantrennya tersebut hancur. Ini bisa dilihat dari banyaknya batu-batu candi yang berada di sekitar makam.

Sementara menurut KH Chabib yang mengutip pengakuan warga Candirejo, bertahun-tahun lalu, makam itu pernah didatangi orang asing yang juga berprofesi sebagai antropolog dari Eropa yang tengah mengadakan penelitian.

Muncul Cahaya di atas makam Desa Candirejo, Kecamatan Mojotengah tidak terlalu jauh dari Kota Wonosobo.

Makam Syekh Abdullah Hubbuddin sendiri berada agak jauh dari desa. Lokasinya di tengah-tengah areal persawahan bercampur dengan makam umum warga setempat.

Letak makam dari perkampungan Candirejo sekitar 1 kilometer, sepanjang jalan menuju makam pengunjung akan disuguhi pemandangan hamparan tanah pertanian berupa tanaman kol, padi dan jagung.

Banyak juga pohon-pohon albasia yang tumbuh subur disana. Di dekat makam terdapat sumber air yang sangat jernih dan dingin serta terus mengalir sepanjang waktu tak pernah kering meskipun musim kemarau.

Ketika memasuki makam biasanya akan terkesan dingin dan sunyi lantaran komplek tersebut termasuk makam kuno yang ditumbuhi banyak pohon-pohon besar berusia ratusan tahun.

BACA JUGA:   8 Wisata Religi Sunan Bonang

Makam Syekh Abdullah Hubbuddin sendiri berada persis di sebelah kiri pintu masuk dan berada di tengah-tengah akar yang bertonjolan. Sangat sederhana tidak ada cungkup atau kijing mewah hanya berupa gundukan tanah yang pinggir-pinggirnya diberi batu-batu.

Selain itu terdapat dua batu nisan berukir di kanan dan kirinya serta ada dua makam di sana yang berdampingan. Menurut warga, satunya adalah makam istri Syekh Abdullah Hubbuddin . Di sekitarnya berserakan batu-batu tua berbentuk persegi panjang seperti bata.

Diyakini batu tersebut adalah bekas bangunan pondok pesantren milik Syekh Abdullah. Konon, Syekh Abdullah tidak mau makamnya dibangun mewah lantaran lebih memilih apa adanya berupa batu nisan yang berbentuk seperti candi.

Menurut KH Chabibullah Idris, masyarakat sini sering melihat ada cahaya yang muncul dari makam. Pernah petani cabe menunggui tanamannya, tiba-tiba ada cahaya terbang dari makam Syekh Abdullah Qutbudin.

Pernah juga ada seorang pimpinan pondok pesantren bersama 12 santrinya berziarah. Lalu hujan sangat deras. Anehnya, mereka tidak kehujanan sama sekali. Dalam waktu dekat, jalan menuju makam akan diaspal agar memudahkan peziarah datang ke makam sekaligus didirikan tempat representatif.

Apabila mulai ramai, diharapkan direspon warga dengan mendirikan tempat berjualan baik makanan maupun souvenir. Tidak ketinggalan dibangun juga tempat parkir yang memadai. Oleh sebab itu Pemerintah Kabupaten Wonosobo saat ini berusaha mengembangkan wisata religius dengan mengangkat potensi lokal setempat.

Sumber:
– mistikus-sufi.blogspot.com
– wikipedia

(sms)

Syekh Hubbuddin atau Qutbudin dikenal merupakan salah seorang tokoh penyebar agama Islam di Tanah Jawa khususnya di Wonosobo, Jawa Tengah. Dia berasal dari Iran yang juga merupakan seorang tokoh pembawa aliran Tarekat Naqsbandiyah pertama kali di tanah Jawa. Dimana tarekat tersebut kemudian menyatu dengan kehidupan masyarakat Jawa.Cerita tentang tokoh ini begitu santer dari mulut ke mulut di wilayah Wonosobo. Dimana konon makam Syekh Hubbuddin berada di Desa Candirejo, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Sebelumnya makam tokoh Tarekat Naqsbandiyah ini tidak diketahui rimbanya.Dikutip dari mistikus-sufi.blogspot.com keberadaan makam tokoh sufi ini baru diketahui setelah mantan Presiden Alm Abdurrahman Wahid alias Gus Dur pada 1994, datang ke Desa Candirejo mengunjungi makam tersebut.Saat itu Gus Dur belum menjadi Presiden dimana penduduk setempat sebelumnya tidak tahu ada makam tokoh terkenal Islam karena makamnya tidak sendirian, tapi menjadi satu dengan kuburan masyarakat desa. Tidak seperti tokoh-tokoh lain, yang makamnya berada di ketinggian atau sendirian.Penemuan makam Syekh Hubbuddin yang bercampur dengan makam desa diungkapkan oleh Sastro Al Ngatawi, mantan asisten pribadi Gus Dur. Saat bersama Gus Dur mereka sampai di Wonosobo hampir subuh, lalu mampir di salah satu pesantren di kota tersebut.Ditemani beberapa Gus (putra kiai), mereka berangkat ke sebuah daerah yang diyakini masyarakat menjadi makam sang wali tersebut, posisinya tepat di bawah sebuah pohon besar tetapi Gus Dur tak menghiraukannya.Lalu mereka segera berjalan menuju lokasi lain, di tengah-tengah perjalanan tersebut, rombongan tersebut bertemu dengan orang tua. Dalam suasana yang masih sepi tersebut, mereka mengamati orang tua yang terus berjalan di tengah-tengah sawah. Tiba-tiba saja, ketika di tengah sawah itu orang tua tersebut menghilang.Gur Dur pun berujar, “Ya itu tadi Syekh Hubbuddin dan ditengah-tengah sawah tadi makamnya,” katanya. Sejak dikunjungi Gus Dur, makam Syekh Abdullah Hubbuddin mulai ramai peziarah.Menurut cerita KH Chabibullah Idris selaku ulama terkenal di Wonosobo, Gus Dur pada tahun 1994 meminta dirinya untuk menemani mencari makam Syekh Abdullah Hubbuddin yang berada di candi.KH Chabibullah Idris saat itu tidak paham betul yang dimaksud candi itu nama desa atau kawasan candi di Dataran Tinggi Dieng.Menurut Gus Dur, Islam pertama kali masuk ke Jawa di candi. KH Chabibullah Idris ini tidak tahu candi itu mana, apakah Komplek Candi Dieng atau dimana. Gus Dur datang ke Wonosobo dan memintanya untuk menemani mencari makam tokoh Islam ini tersebut.Tokoh kharismatik ini memang memiliki kepedulian tinggi terhadap peninggalan bersejarah termasuk mencari makam-makam yang memiliki nilai sejarah tinggi. Seperti halnya makam Syekh Abdullah Selomanik di Dusun Kalilembu, Dieng Wetan yang juga merupakan tokoh religius.Menurut cerita Gus Dur, Syekh Abdullah ini mendirikan pesantren di Desa Candirejo namun karena tidak memiliki keturunan, lama-kelamaan pesantrennya tersebut hancur. Ini bisa dilihat dari banyaknya batu-batu candi yang berada di sekitar makam.Sementara menurut KH Chabib yang mengutip pengakuan warga Candirejo, bertahun-tahun lalu, makam itu pernah didatangi orang asing yang juga berprofesi sebagai antropolog dari Eropa yang tengah mengadakan penelitian.Muncul Cahaya di atas makam Desa Candirejo, Kecamatan Mojotengah tidak terlalu jauh dari Kota Wonosobo.Makam Syekh Abdullah Hubbuddin sendiri berada agak jauh dari desa. Lokasinya di tengah-tengah areal persawahan bercampur dengan makam umum warga setempat.Letak makam dari perkampungan Candirejo sekitar 1 kilometer, sepanjang jalan menuju makam pengunjung akan disuguhi pemandangan hamparan tanah pertanian berupa tanaman kol, padi dan jagung.Banyak juga pohon-pohon albasia yang tumbuh subur disana. Di dekat makam terdapat sumber air yang sangat jernih dan dingin serta terus mengalir sepanjang waktu tak pernah kering meskipun musim kemarau.Ketika memasuki makam biasanya akan terkesan dingin dan sunyi lantaran komplek tersebut termasuk makam kuno yang ditumbuhi banyak pohon-pohon besar berusia ratusan tahun.Makam Syekh Abdullah Hubbuddin sendiri berada persis di sebelah kiri pintu masuk dan berada di tengah-tengah akar yang bertonjolan. Sangat sederhana tidak ada cungkup atau kijing mewah hanya berupa gundukan tanah yang pinggir-pinggirnya diberi batu-batu.Selain itu terdapat dua batu nisan berukir di kanan dan kirinya serta ada dua makam di sana yang berdampingan. Menurut warga, satunya adalah makam istri Syekh Abdullah Hubbuddin . Di sekitarnya berserakan batu-batu tua berbentuk persegi panjang seperti bata.Diyakini batu tersebut adalah bekas bangunan pondok pesantren milik Syekh Abdullah. Konon, Syekh Abdullah tidak mau makamnya dibangun mewah lantaran lebih memilih apa adanya berupa batu nisan yang berbentuk seperti candi.Menurut KH Chabibullah Idris, masyarakat sini sering melihat ada cahaya yang muncul dari makam. Pernah petani cabe menunggui tanamannya, tiba-tiba ada cahaya terbang dari makam Syekh Abdullah Qutbudin.Pernah juga ada seorang pimpinan pondok pesantren bersama 12 santrinya berziarah. Lalu hujan sangat deras. Anehnya, mereka tidak kehujanan sama sekali. Dalam waktu dekat, jalan menuju makam akan diaspal agar memudahkan peziarah datang ke makam sekaligus didirikan tempat representatif.Apabila mulai ramai, diharapkan direspon warga dengan mendirikan tempat berjualan baik makanan maupun souvenir. Tidak ketinggalan dibangun juga tempat parkir yang memadai. Oleh sebab itu Pemerintah Kabupaten Wonosobo saat ini berusaha mengembangkan wisata religius dengan mengangkat potensi lokal setempat.- mistikus-sufi.blogspot.com- wikipedia

BACA JUGA:   23 Wisata Religi Di Tegal

Jakarta – Berwisata ke dataran tinggi Dieng yang terletak antara Banjarnegara dan Wonosobo, Jawa Tengah tak hanya menengok keindahan alam. Ada juga wisata religi di tempat yang dikenal dengan cuaca dingin menggigit itu.

Salah satunya ke makam Syekh Ngabdullah Selomanik yang juga merupakan penyebar Islam di tanah Dieng. Menurut penduduk Dieng, dahulu kawasan Dieng ini dihuni dan ditinggali para penganut Hindu. Namun Syekh Selomanik datang dan menyebarkan agama Islam.

“Syekh ini disebut keturunan Sunan Ampel, dulu semasa hidup Gus Dur juga suka ziarah,” terang Alif Ajisaka, tokoh pemuda Dieng saat berbincang dengan detikcom akhir pekan lalu.

Amat mudah bagi yang ingin berziarah ke makam Syekh Selomanik yang terletak di Desa Sembungan. Di pinggir jalan tampak gapura besar bertuliskan lokasi makam. Atau paling mudah tanya saja para penduduk Dieng, mereka pasti tahu makam ini.

Setiap awal Januari, saat haul sang sykeh, lokasi pemakaman ini sangat ramai. Banyak yang berziarah dan memanjatkan doa. Rupa-rupa doa yang dipanjatkan, bergantung dari niatan masing-masing. Dahulu saat musim pencalegan, makam syekh juga ramai dikunjungi. Banyak legenda soal mitos sang syekh ini, mengingat Dieng dikenal wilayah suci.

Saat detikcom menyambangi makam Syekh Selomanik akhir pekan lalu, suasana tampak sepi. Beberapa anak-anak tampak bermain di bawah tangga makam. Untuk menuju makam ini memang mesti naik beberapa anak tangga.

Makam terletak di dalam sebuah rumah di area pemakaman umum. Pengunjung yang datang akan mendapati karpet di dalam rumah seperti mushola itu. Para pengunjung perempuan dan pria dipisah bila ingin berdoa.

Makam ditutup tirai dan sebuah karpet berwarna hijau. Tak ada penunggu makam yang khusus berjaga, para peziarah dipersilakan saja untuk berdoa.

“Kalau wisata ke Dieng jarang yang ke ziarah ke makam, biasanya lihat pemandangan alam sama lihat candi,” terang Slamet penduduk Dieng. Anda tertarik ziarah?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

(fjr/ndr)

– Berwisata ke dataran tinggi Dieng yang terletak antara Banjarnegara dan Wonosobo, Jawa Tengah tak hanya menengok keindahan alam. Ada juga wisata religi di tempat yang dikenal dengan cuaca dingin menggigit itu.Salah satunya ke makam Syekh Ngabdullah Selomanik yang juga merupakan penyebar Islam di tanah Dieng. Menurut penduduk Dieng, dahulu kawasan Dieng ini dihuni dan ditinggali para penganut Hindu. Namun Syekh Selomanik datang dan menyebarkan agama Islam.”Syekh ini disebut keturunan Sunan Ampel, dulu semasa hidup Gus Dur juga suka ziarah,” terang Alif Ajisaka, tokoh pemuda Dieng saat berbincang dengan detikcom akhir pekan lalu.Amat mudah bagi yang ingin berziarah ke makam Syekh Selomanik yang terletak di Desa Sembungan. Di pinggir jalan tampak gapura besar bertuliskan lokasi makam. Atau paling mudah tanya saja para penduduk Dieng, mereka pasti tahu makam ini.Setiap awal Januari, saat haul sang sykeh, lokasi pemakaman ini sangat ramai. Banyak yang berziarah dan memanjatkan doa. Rupa-rupa doa yang dipanjatkan, bergantung dari niatan masing-masing. Dahulu saat musim pencalegan, makam syekh juga ramai dikunjungi. Banyak legenda soal mitos sang syekh ini, mengingat Dieng dikenal wilayah suci.Saat detikcom menyambangi makam Syekh Selomanik akhir pekan lalu, suasana tampak sepi. Beberapa anak-anak tampak bermain di bawah tangga makam. Untuk menuju makam ini memang mesti naik beberapa anak tangga.Makam terletak di dalam sebuah rumah di area pemakaman umum. Pengunjung yang datang akan mendapati karpet di dalam rumah seperti mushola itu. Para pengunjung perempuan dan pria dipisah bila ingin berdoa.Makam ditutup tirai dan sebuah karpet berwarna hijau. Tak ada penunggu makam yang khusus berjaga, para peziarah dipersilakan saja untuk berdoa.”Kalau wisata ke Dieng jarang yang ke ziarah ke makam, biasanya lihat pemandangan alam sama lihat candi,” terang Slamet penduduk Dieng. Anda tertarik ziarah?

BACA JUGA:   Wisata Terdekat dari Masjid: Pilihan Terbaik untuk Berlibur

Makam yang diziarahi Gus Dur, pasti kemudian makam itu ramai diziarahi orang. Gus Dur memang tidak hanya memberkahi orang yang hidup, tapi juga orang yang sudah mati, kata Ketum PBNU KH Said Aqil Siraj.

Banyak makam-makam yang awalnya sepi dan tidak di ketahui namanya oleh masarakat sekitar menjadi ramai peziarah setelah di datangi Gus Dur. Di tengah hutan atau di atas gunung, jika ada makam wali, Gus Dur akan berusaha menziarahinya sekalipun dengan segala keterbatasan fisiknya.

Ya, itulah Gus Dur, Sang Maestro, pembuka makam para waliyullah. Salah satu makam yang diziarahi itu adalah Makam Syeikh Ngabdullah Selomanik terletak di desa Kali lembu, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, berjarak sekitar 26 Km kesebelah utara dari kota Wonosobo. Makam syeh Qutbuddin Desa Candirejo kecamatan majangtengah wonosobo. Makam Waliyulloh Syeh Panjalu ciamis jawa barat.

Di Wonosobo, daerah yang menjadi atap langitnya Jawa Tengah, terdapat seorang wali bernama Syeikh Qutbuddin yang dimakamkan di daerah tersebut. Tak ada orang yang tahu dimana makam yang sebenarnya.

Kang Saztrou Al Ngatawi, mantan asisten pribadi Gus Dur menuturkan, bersama Gus Dur mereka sampai di Wonosobo hampir subuh, lalu mampir di salah satu pesantren di kota tersebut.

Ditemani beberapa Gus (putra kyai), mereka berangkat ke sebuah daerah yang diyakini masyarakat menjadi makam wali tersebut, posisinya tepat dibawah sebuah pohon besar tetapi Gus Dur tak menghiraukannya. Mereka segera berjalan menuju lokasi lain, ditengah-tengah perjalanan tersebut, rombongan tersebut bertemu dengan orang tua.

Dalam suasana yang masih sepi tersebut, mereka mengamati orang tua yang terus berjalan di tengah-tengah sawah. Tiba-tiba saja, ketika ditengah sawah itu orang tua tersebut menghilang. Gur Dur pun berujar, “Ya itu tadi Syeikh Hubbuddin dan ditengah-tengah sawah tadi makamnya,” katanya.

Konon, makam tersebut bersemayam jasad seorang tokoh pembawa alirah Tarekat Naqsbandiyah pertama kali di tanah Jawa yaitu Syekh Abdullah Qutbudin . Dia berasal dari Iran dan menyebarkan agama Islam dengan membawa bendera tarekat yang kemudian menyatu dengan kehidupan masyarakat Jawa. Bahkan diyakini, Candirejo sendiri merupakan desa Islam pertama di Jawa karena kedatangan Syekh Abdullah Qutbudin ini.

Mungkin itu yang menjadi penyebab ramainya peziarah di makam Gus Dur. KH Salahuddin Wahid atau Gus Solah, adik Gus Dur yang kini mengelola Pondok Pesantren Tebuireng, menuturkan, keluarganya tak pernah membayangkan makam itu akan didatangi begitu banyak peziarah. Fenomena ini jarang terjadi. Biasanya yang diziarahi itu makam wali atau kiai besar yang sudah lama meninggal, ujarnya.

Pada hari biasa, peziarah bisa mencapai 2.000 orang per hari. Dan di tempat ziara juga menjadi perekonomian setempat semakin maju, karena para ziarah selain berziarah juga membeli pernak-pernik di toko yang dibangun dekat makam wali dan makam Gus Dur dekat jarak lumayan dekat. Jumlah itu melonjak hingga puluhan ribu orang pada hari libur dan menjelang Ramadhan. Tahun 2011, peziarah diperkirakan mencapai satu juta orang.

Peziarah makam Gus Dur datang tak hanya dari umat Islam. Ada rombongan peziarah dari wihara, gereja, dan kelenteng. Mereka datang untuk menyampaikan rasa hormat kepada Gus Dur. Rasa hormat itu muncul karena mereka menjadi saksi sepak terjang Gus Dur. (Sumber: Islam Moderat)

Also Read

Bagikan: