TRIBUN-TIMUR.COM - Pemandu acara wisata kuliner yang ditayangkan melalui stasiun televisi, Bondan Winarno meninggal dunia.
Mantan jurnalis ini menghembuskan nafas terakhir di RS Harapan Kita, Jakarta, Rabu (29/11/2017).
Beliau sakit apa sehingga menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit?
Rekan almarhum selaku sesama pakar kuliner, Arie Parikesit mengungkap Bondan memiliki riwayat penyakit jantung.
“Beliau memang ada riwayat jantung,” kata Arie saat dihubungi pada Rabu (29/11/2017), sebagaimana dikutip dari Tribunnews.com.
Namun menurut Arie, Bondan juga memiliki penyakit komplikasi.
Namun, Arie belum dapat memastikan hal tersebut.
“Tapi sepertinya juga ada komplikasi (penyakit) lain. Aku belum bisa memastikan (penyakit lain),” lanjut dia.
Namun berdasarkan hasil diagnosa dokter pada 6 Oktober 2017 lalu, Bondan mengidap sejumlah penyakit.
“Tks Dr. dr. Iwan Dakota, SpJP, RS Harapan Kita, yg dgn stetoskopnya mendiagnosa bhw saya tak hanya menderita aneurisma, tp juga katup aorta” tulis Bondan di akun twitternya.
Apa itu aneurisma dan katup aorta?
Dilansir amazine.co, Aneurisma (aneurysm) merupakan kondisi pelebaran pembuluh darah dan sering terjadi pada arteri.
Aneurisma terjadi akibat melemahnya dinding arteri. Dinding arteri yang melemah pada akhirnya akan membentuk semacam kantung.
Jika tidak ditangani, ukuran kantung akan semakin membesar yang kemudian pecah dan menimbulkan perdarahan.
JABAR HITS – Meski sudah meninggal dunia pada 29 November 2017 silam, nyatanya sosok Pak Bondan yang terkenal dengan jargon ‘Maknyus’ masih terkenal hingga saat ini.
Pak Bondan atau yang memiliki nama asli Bondan Winarno merupakan seorang presenter terkenal di Indonesia dalam bidang kuliner.
Dalam dunia karirnya Pak Bondan sering sekali mereview banyak sekali kuliner di Indonesia, salah satunya yakni berbagai kuliner di Surabaya.
Baca Juga: 7 Rekomendasi Speaker Bluetooth Cuma Rp100.000, Suara Bass-nya Nggak Kaleng-kaleng!
Lalu, kuliner apa saja yang pernah direview oleh Pak Bondan ‘Maknyus’ di Surabaya? Berikut 4 rekomendasi kuliner yang wajib banget kalian coba.
1. Soto Gubeng Surabaya
Lahir di Kota Surabaya, tentu saja sudah banyak warung makan yang pernah dikunjungi oleh Pak Bondan.
Baca Juga: Hari Pahlawan, Satlantas Polres Cimahi Bagikan Puluhan Helm Melalui Giveaway
Salah satunya yakni lokasi kuliner yang berada di Jalan Kusuma Bangsa 30 Surabaya bernama Soto Gubeng Pojok.
Dimana Soto Gubeng Pojok ini merupakan kuliner soto madura paling terkenal dengan rasa enaknya, memiliki daging besar namun empuk.
Bahkan kuah gurihnya juga terasa hingga serat paling dalam daging yang ada di dalam Soto Gubeng Pojok.
2. Sego Sambal Mbak Yeye
Bagi kalian yang tengah berburu kuliner di Surabaya pada malam hari, nggak ada salahnya bisa langsung datang ke Sego Sambal Mbak Yeye.
Kuliner satu ini berlokasi di kawasan Wonokromo, tempat yang disediakan tidak besar memang, namun jika berbicara tentang rasa jangan ditanya lagi ya teman-teman Jabar Hits.
Legenda kuliner Indonesia, Bondan Winarno dikabarkan tutup usia pada hari ini, Rabu (29/11) di RS. Harapan Kita, Jakarta. Bondan meninggal di usia 67 tahun, dan seperti dilansir dari Detik.com, Bondan meninggal karena penyakit jantung yang dideritanya. Informasi ini pertama kali muncul di timeline Twitter presenter acara Kelana Rasa, Arie Parikesit.
“Mendapat berita duka cita yang bikin lemes mendadak, guru dan teman kita semua Pak Bondan Haryo Winarno meninggal dunia tadi pagi jam 9.05 WIB di RS Harapan Kita Jakarta, jenazah akan dibawa ke rumah duka JL Bangsawan Raya Sentul City siang ini. Mohon doa untuk beliau dan keluarga,” cuit Arie.
Nama Bondan Winarno bukan nama yang asing bagi para pecinta Kuliner Indonesia. Pria kelahiran Surabaya ini kerap kali muncul di layar kaca sebagai pembawa acara “Wisata Kuliner” yang ditayangkan di stasiun televisi Trans TV. Dalam acara itu, Bondan mengadakan perjalanan ke pelosok Indonesia untuk mencicipi makanan khas di berbagai daerah. Dari acara ini pulalah jargon “poko’e maknyooos!” mulai terkenal, hingga kini menjadi kata yang lumrah digunakan oleh masyarakat untuk mengekspresikan nikmatnya makanan yang baru saja dicicipi.
Bicara soal Bondan Winarno tak bisa dilepaskan dari kecintaannya pada sajian kuliner khas nusantara. Dengan pembawaannya yang santai dan sederhana, Bondan kerap kali mendatangi rumah makan-rumah makan yang terletak di pelosok negeri. Dalam salah satu episode Wisata Kuliner di tahun 2014 misalnya, Bondan melakukan perjalanan ke Surabaya, Jawa Timur, untuk mencicipi makanan khas Surabaya, “Sego Sambel mak Yeye” yang berlokasi di jalan Wonokromo. Tempat ini, walaupun ramai dikunjungi pembeli, merupakan warung tenda yang dibangun diatas trotoar di pinggir jalan. Di kesempatan lain, Bondan menepi ke Siduardjo untuk mencicipi Kupang Lontong, makanan tradisional yang terbuat dari kerang, di daerah yang belakangan terkenal dengan wisata lumpurnya itu.
Ada dua kesamaan dari dua lokasi diatas, yaitu tempatnya yang sederhana dan hidangannya yang mempromosikan kuliner lokal. Dua karakteristik inilah yang akhirnya identik dengan nama Bondan Winarno dan petualangan kulinernya. Kunjungan Pak Bondan ke berbagai lokasi kuliner tradisional nusantara ini tidak hanya mempromosikan kembali santapan lokal yang terancam perkembangan zaman, namun juga “menaikkan level” makanan sekelas warung kaki lima yang sederhana menjadi tak kalah dengan restoran-restoran mewah yang kerap kita temukan di mall terkenal.
Kecintaan Bondan kepada masakan tradisional Indonesia juga ditranslasikan melalui bukunya, “Seratus Makanan Tradisional Indonesia Maknyus” yang terbit di tahun 2013. Dalam buku ini, Bondan me-review seratus makanan Indonesia terenak yang pernah dia coba sepanjang petualangan kulinernya. Bondan mengakui, untuk memilih “hanya” seratus menu dari khazanah perkulineran Indonesia yang kaya bukanlah perkara mudah, karena masakan Indonesia, menurutnya, termasuk ke dalam kategori “dangerously delicious”. Membaca buku ini seperti mengingatkan kita untuk kembali mencintai kuliner lokal, karena sejatinya, kuliner Indonesia adalah masterpiece dari tanah yang kaya akan rempah dan citarasa, dua komoditi yang mengundang negara-negara Eropa ke nusantara ratusan tahun lalu.
Terima kasih pak Bondan, atas kontribusi-mu dalam mempopulerkan kearifan lokal Indonesia lewat kuliner. Selamat jalan dan salam maknyos!
Dunia wartawan membuka jalan Bondan Winarno ke berbagai profesipilihannya. Mulai menjadi pengusaha, penulis, hingga host programkuliner di layar kaca.
Bondan Haryo Winarno atau lebih akrab disapa Pak Bondan adalah seorangyang menjajaki dunia wartawan, pengusaha, sekaligus pakar kuliner yangpernah menjadi presenter di acara-acara kuliner televisi. Jargon‘maknyus’ sangat melekat pada dirinya.
Pak Bondan lahir diSurabaya pada 20 April 1950. Sejak kecil, ia sudah mengenal kuliner dariibunya yang jago masak. Sang ibu sendiri berasal dari Madiun. Bondankecil juga sangat cerdas dan mudah meraup informasi, dirinya sangat sukamembaca bahkan hingga berlangganan majalah.
Setelah lulus SMA,ia sempat memiliki keinginan untuk melanjutkan kuliah di bidang sastra.Namun, sang ibu tidak merestui karena menganggap lulusan sastra itukurang memiliki masa depan cerah. Sehingga ia mengalah dan kuliah diFakultas Teknik Arsitektur, Universitas Diponegoro, Semarang.
Meskikuliahnya belum selesai, ia sudah berprofesi sebagai fotografer PuspenHankam di Jakarta. Setelah itu, Bondan sering berpindah-pindah kerjameski lingkup pekerjaannya sendiri tidak jauh-jauh dari media massa. Iapernah menjadi wartawan hingga mendapat dinas luar negeri ke Kenya,Afrika.
Pengalamannya di Kenya, Afrika dituangkannya dalamsebuah carpen bertajuk Gzelle. Cerpennya tersebut memenangkan lombacerpen di Femina pada tahun 1984. Pak Bondan menemukan jiwanya sendirisaat menulis. Bahkan, ia mampu menulis di mana pun ia berada.
KarierBondan pun semakin menanjak. Suami dari Yvonne Winarno ini didapuksebagai Pemimpin Redaksi Majalah Ekonomi Swa pada tahun 1985. Selang duatahun menjabat, karena sang anak, Gwen berkeinginan meneruskanpendidikannya ke Negeri Paman Sam sementara gajinya belum mencukupi, iaberinisiatif menjadi pengusaha.
Seorang pengusaha muda bernamaSutrisno Bachir, saat itu, memberikan kesempatan pada Pak Bondan.Perjanjian bisnis di Jepang pun berhasil dikuasai olehnya. Sehingga PakBondan pun berkesempatan mengepalai cabang perusahaan olahan makananlaut di Amerika Serikat.
Namun, setelah berkutat lama dengan dunia bisnis, pada tahun1994 Pak Bondan yang sempat tinggal di Los Angeles dan Seattle ini punmemutuskan kembali ke tanah air membawa anaknya, Gwen. Ia pun kembalimenekuni jalur yang sebelumnya ditinggalkan yaitu, jurnalistik.
Ayah 3 anak ini pun bekerja di Penerbit Geolink, sebuahperusahaan milik maskapai penerbangan Garuda Indonesia. Selain itu, PakBondan juga menjadi penulis cerpen untuk Kompas dan Matra. Ditambahlagi, ia pun dipercaya sebagai Editor Asian Wall Street Journal, FarEastern Economic Review, Jakarta Post, Kompas, Bisnis Indonesia.
Pada tahun 1998, Pak Bondan didapuk sebagai Penasehat pribadiMenteri Informasi RI dan Staf Bank Dunia. Ia juga masih berkutat dengandunia tulis-menulis dengan menjadi kolumnis Kontan dan Swa.
Pak Bondan banyak terlibat di berbagai media massa termasukmedia online. Salah satu karyanya berjudul Bre-X: Sebungkah Emas di KakiPelangi berhasil sukses di pasaran. Namun, tulisan yang dibukukan ituterpaksa ditarik setelah Pak Bondan ditegur oleh salah satu pejabat.
Priayang pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Suara Pembaruan ini punmemutuskan banting stir dari dunianya sebagai jurnalis dan jugapengusaha. Tekad itu lahir setelah kepergian ayah dan kakaknya. PakBondan pun hijrah ke dunia kuliner dengan alasan keseimbangan hidup.
Pada tahun 2005, Pak Bondan dipinang PT. Unilever. Ia didapuksebagai presenter acara Bango Cita Rasa Nusantara yang bertujuan untukmemomulerkan masakan-masakan khas nusantara.
Di sinilah, jargon‘maknyus’ mulai dikenal masyarakat. Setiap kali mencicipi kuliner, iaselalu memberikan peninalian dengan mengucapkan “maknyus” sambilmemberikan lingkaran jarinya di depan bibirnya. Meski begitu, Pak Bondantidak mengakui kata ‘maknyus’ itu sebagai trade-mark miliknya. Iasendiri mengaku meminjam ungkapan itu dari Umar Kayam yang seringmelontarkan kata itu saat menikmati makanan di hadapannya.
Setelah itu, Pak Bondan pun dipercaya sebagai presenter WisataKuliner yang tayang di Trans TV. Para kru yang bertugas pun mengakui,meski ia telah menjadi selebriti, ia tetap professional dengan profesibarunya.
Bahkan, ia sudah memiliki banyak fans. Namun lagi-lagi,saat dirinya tengah berada di puncak kariernya sebagai presenter wisatakuliner, Pak Bondan memutuskan untuk mundur. Pak Bondan inginmenghabiskan waktu dengan keluarganya dan berwisata ke penjuru daerah.
Selain kehidupan profesionalnya, Pak Bondan juga aktif dalamkegiatan sosial. Ia pernah menjabat sebagai ketua Indonesia Forum pada1998, sebuah komunitas yang bertujuan untuk memulihkan Indonesia darikeadaan kritis.
Atas dedikasinya, Pak Bondan mendapatkan tanda penghargaan dariBaden Powell Adventure Award dari lembaga pramuka dunia (1967),Satyalencana Pembangunan dari pemerintah RI (1988), Gelar Kanjeng RadenHaryo Mangkudiningrat dari PB XII (2001), dan Gelar Kanjeng Pangerandari PB XIII (2006).
Setelah lama tak muncul di televisi, publik dikagetkan dengankabar meninggalnya Pak Bondan di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta, 29November 2017, karena mengalami gagal jantung. Ia meninggal pada usia 67tahun. Selamat jalan Pak Bondan. (AC/DN)(Photo: Facebook Ubud Writers & Readers Festival)
KELUARGA
Istri : Yvonne Winarno
Anak : Gwendolin Amalia Winarno
Marisol Winarno
Eliseo Winarno
PENDIDIKAN
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang (tidak selesai, 1970)
Kursus Marketing & Financial Management, Jakarta (1975)
KARIER
Sekretaris Jenderal International Advertising Association (1981-1986)
Pimred Majalah Swa (1985-1987)
Presiden Mitra Inc (1989-1991)
Presiden Ocean Beauty International (1991-1994)
Penerbit Globalink (1994-1998)
Penulis cerpen untuk Kompas dan Matra (1994-1998)
Editor Asian Wall Street Journal, Far Eastern Economic Review, Jakarta Post, Kompas, Bisnis Indonesia (1994-1998)
Penulis profil Telkom, Indosat, freeport, dan Petrokimia Gresik (1994-1998)
Kolumnis Kontan dan Swa (1994-1998)
Penasehat pribadi Menteri Informasi RI (1998)
Staf Bank Dunia (1998)
Ketua Indonesia Forum (1998)
Salah satu pendiri Komite Kemanusiaan Indonesia (1998)
Salah satu pendiri Masyarakat Transparansi Indonesia (1998)
Direktur Eksekutif Yayasan Pusaka Alam Nusantara (1999-2001)
Pimred Suara Pembaruan (2001-2003)
Pendiri Yayasan Karaton Surakarta (2002)
Komisaris independen Detik.Com (2004)
Wartawan senior Suara Pembaruan (2004)
Presenter acara kuliner (2004-2017)