Rumah kaki seribu disebut juga

Gundana

Rumah Kaki Seribu

Rumah Kaki Seribu adalah rumah adat asli dari penduduk Suku Arfak yang menetap di Kabupaten Manokwari, Papua Barat.[1]

Rumah adat tersebut dijuluki demikian karena menggunakan banyak tiang penyangga di bawahnya, sehingga jika dilihat memiliki banyak kaki seperti hewan kaki seribu. Sedangkan untuk bagian atapnya dibuat dari daun jerami atau daun sagu. Sementara untuk tiangnya menggunakan kayu, yang terdiri dari kayu berukuran tinggi dan pendek. Fungsi dari tiang kayu tersebut adalah untuk melindungi penduduk dari serangan musuh dan ancaman ilmu hitam. Rumah adar kaki seribu berjenis rumah panggung dan memiliki corak khas Manokwari. Rumah ini dalam bahasa lokal disebut Mod Aki Aksa (Igkojei).[2]

Rumah adat Kaki Seribu pada umumnya dipakai oleh penduduk yang tinggal di daerah pegunungan dan berhawa dingin. Rumah ini dibuat berukuran tinggi untuk menghindari serangan hewan buas. Rumah ini juga tidak memiliki jendela, hal ini dimaksudkan agar suhu di dalam rumah tetap hangat.[3]

Rumah Adat Kaki Seribu merupakan warisan turun-temurun dari penduduk Suku Arfak. Pembangunannya berdasarkan atas filosofi hidup masyarakat lokal, sehingga rumah adat tersebut hanya bisa ditemukan di daerah Kabupaten Pegunungan Arfak dan sekitarnya.[4]

Masyarakat Arfak yang sedang melakukan tari Tumbu Tanah di atas rumah kaki seribu untuk menyambut tamu dari luar.

Rumah Adat Kaki Seribu pada umumnya memiliki ukuran 8 x 6 meter. Tinggi panggung jika diukur dari dasar tanah yaitu sekitar 1 – 1,5 meter. Tinggi puncak atap berkisar antara 4,5 – 5 meter. Untuk tiang terbuat dari kayu berdiameter 10 cm. Tiang – tiang fondasi bangunan rumah adat tersebut memiliki jarak yang sangat dekat antar satu tiang dengan tiang lainnya, yaitu berjarak sekitar 30 cm. Untuk lantai dan dinding, dibuat dari kulit kayu yang dilebarkan dan diikat dengan rapat, lalu dibalut dengan batang – batang kayu yang berukuran lebih kecil. Sedangkan untuk atapnya, dibuat dari daun jerami/ilalang atau sagu yang diikatkan pada penyangga yang juga terbuat dari kayu. Sambungan kayu tiang, lantai, dinding, dan atap diikat dengan menggunakan tali serat rotan dan serat kulit kayu. Dengan demikian kesan yang ditimbulkan adalah kuat dan alami.[5]

Karena Rumah Adat Kaki Seribu tidak memiliki jendela, maka satu-satunya jalan untuk menciptakan sirkulasi udara adalah melewati pintu. Rumah tersebut memiliki dua pintu, yakni pintu depan dan pintu belakang. Isi rumah tidak terbagi menjadi kamar – kamar seperti rumah modern tapi dibagi menjadi dua bagian. Bagian kiri untuk kaum wanita (ngimsi), sedangkan bagian kanan untuk kaum pria (ngimdi). Di dalamnya juga terdapat perapian untuk menghangatkan seisi ruangan. Sama dengan rumah panggung tradisional lainnya, Rumah Adat Kaki Seribu biasanya dihuni oleh beberapa keluarga yang tinggal bersama di dalamnya.[6]

Bagi masyarakat Arfak, Rumah Adat Kaki Seribu merupakan tempat bernaung, mendidik anak dan kegiatan pesta. Terdapat celah – celah di lantai yang memungkinkan udara masuk ke dalam rumah sehingga sirkulasi udara dapat terjaga dengan baik. Di dalamnya terdapat sebuah kolong yang luas untuk dijadikan sebagai kandang ternak. Di suatu bagian khusus terdapat sebuah ruang untuk upacara dan pesta adat. Di bagian tengah rumah tersebut tidak dilapisi dengan kayu, sehingga jika ada pesta berupa tarian bisa dilakukan di atas tanah. Namun pada akhir – akhir ini, keberadaan rumah adat tersebut sudah jarang ditemukan karena banyak orang di kampung itu lebih suka membangun rumah modern yaitu rumah berlantai semen, berdinding batako, beratap seng, dan memiliki jendela.[7]

BACA JUGA:   Wisata air terjun di inhu

Lihat pula

[

sunting

|

sunting sumber

]

Daftar pustaka

[

sunting

|

sunting sumber

]

Pranala luar

[

sunting

|

sunting sumber

]

KOMPAS.com – Suku Arfak merupakan salah satu suku di Indonesia yang berada di Papua Barat.

Lokasi suku Arfak berada di kaki pegunungan Arfak Papua, tepatnya di kabupaten Manokwari, yang secara geografis terletak di Papua Barat

Penduduk suku Arfat memiliki rumah adat bernama rumah Kaki Seribu atau dikenal Mod Aki Aksa (Igkojei).

Dikutip dari buku Khazanah Negeriku; Mengenal 33 Provinsi di Indonesia (2011) karya Agung Bawantara dan kawan-kawan, salah satu rumah tradisional yang banyak dijumpai di Papua Barat adalah rumah adat milik suku Arfak yang disebut dengan Mod Aki Aksa.

Rumah adat tersebut merupakan rumah panggung yang bahan dasarnya dari kayu dan beratap alang-lang.

Hanya terdapat dua pintu, di depan dan di belakang. Tidak ada jendela sama sekali.

Baca juga: Istana Dalam Loka, Rumah Tradisional NTB

Hal yang unik adalah tiang penyangganya banyak disemua bagian, sehingga orang awam menyebutnya rumah kaki seribu.

Setiap tiangnya memiliki diameter kurang lebih 10 cm dan diatur dengan jarak masing-masing sekitar 30 cm. Sehingga cukup rapat tiang-tiang penyangga tersebut.

Mengapa rumah tersebut tidak memiliki jendela. Karena tujuannya agar rumah tersebut mampu melindungi penghuninya dari serangan binatang buas, cuaca dingin, atau serangan suku lain yang memiliki permusuhan dengan mereka.

Rumah Adat Kaki Seribu umumnya memiliki ukuran 8 x 6 meter. Tinggi panggung saat diukur dari dasar tanah sekitar 1-1,5 meter.

Tinggi puncak atap berkisar antara 4,5-5 meter.

Bahan pembuatan rumah Kaki Seribu

Dikutip dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), rumah adat panggung tersebut tidak memiliki penyangga besar yang pada umumnya terletak di bagian sudut-sudut rumah. Namun, begitu banyak tiang sebagai penyangga dari kayu-kayu pohon yang berukuran kecil tersusun sedemikian rapat.

Baca juga: Sejarah Runtuhnya Yugoslavia

Sehingga kolong rumah tidak bisa dimanfaatkan sebagai ruang.

Rumah Kaki Seribu dindingnya terbuat dari kulita pohon butska dan atapnya terbuat dari tumpukan daun pandan.

Lantai rumah terbuat dari pohon batang bambu yang ditata rapi pada lantai.

Fungsi rumah Kaki Seribu

Rumah adat Kaki Seribu pada umumnya dipakai oleh penduduk yang tinggal di daerah pegunungan dan berhawa dingin.

Rumah kaki seribu dibangun dengan fungsi sebagai berikut:

  • Tempat tinggal keluarga
  • Tempat penyimpanan harta benda
  • Tempat berdansa
  • Tempat berkumpulnya anggota keluarga.

Baca juga: Sejarah Perang Dunia I (1914-1918)

Dalam rumah tradisi orang Arfak ada bagian-bagian yang mempunyai fungsi masing-masing yaitu:

  • Lina (anak tangga)
  • Bisai (teras)
  • Kolom rumah
  • Dimbou mem (pintu utama)
  • Tiepou ( ruang yang luas)
  • Beitet (kamar khusus laki-laki)
  • Beigwei (kamar khusus perempuan)
  • Tigkoi si (tempat gantung Noken)
  • Run ti (tempat penyimpan harta benda)
  • Terdapat 2 para-para
  • Ngihim (kamar).
BACA JUGA:   Hotel Grand Aston: Penginapan Mewah di Tengah Kota

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Uniknya Rumah Kaki Seribu Khas Pegunungan Arfak, Lihat, yuk!

Selasa, 8 Oktober 2019 | 19:30 WIB

Bobo.id –Jika ditanya apa nama rumah adat khas Papua, mungkin teman-teman akan menjawab Hanoi, deh.

Memang benar, teman-teman. Rumah adat Papua memang bernama Honai.

Tapi, di wilayah Pegunungan Arfak, rumah adat Papua bukan Honai, lo, melainkan Rumah Kaki Seribu!

Yuk cari tahu uniknya Rumah Kaki Seribu di Pegunungan Arfak!

Orang Arfak yang Tinggal di Pegunungan

Orang Arfak adalah salah satu suku asli Papua yang tinggal di Pegunungan Arfak, Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat.

Pegunungan Arfak ini letaknya di sisi barat laut Semenanjung Kepala Burung.

Orang Arfak terdiri dari beberapa anak suku, lo, yaitu ada Hatam, Moille, Meyakh, dan Sough.

Setiap anak suku ini tinggal di wilayah yang berbeda dan punya bahasa aslinya masing-masing.

Meski begitu, seluruh orang Arfak punya sejarah yang sama.

Kita bisa melihatnya dari rumah tradisional suku Arfak, yaitu Rumah Kaki Seribu. Di Pegunungan Arfak, Rumah Kaki Seribu disebut ‘Iqkojei’ atau ‘Mod Aki Aksa’.

Kira-kira kenapa rumah ini disebut Rumah Kaki Seribu dan apa keunikan lainnya, ya?

Baca Juga: Selain di Jalanan, Ternyata Polusi Juga Terdapat di Dalam Rumah, lo!

Rumah Kaki Seribu

Kenapa rumah tradisional di Pegunungan Arfak disebut Rumah Kaki Seribu, ya?

Rumah khas orang Arfak berbentuk rumah panggung, teman-teman. Seluruh tiang, kerangka, dan lantai rumah itu dibuat dari kayu-kayu bulat berukuran kecil, serta dindingnya dari kulit kayu.

Kemudian, atap rumah itu terbuat dari rumput ilalang atau dari daun pandanus.

Jika rumah panggung di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi menggunakan kayu besar, berbeda dengan Rumah Kaki Seribu orang Arfak.

Rumah tradisional orang Arfak menggunakan kayu bulat berukuran kecil, tapi jumlahnya sangat banyak.

Inilah sebabnya rumah tradisional orang Arfak disebut Rumah Kaki Seribu.

Bangunan Rumah yang Kuat

Meski tidak menggunakan kayu besar, Rumah Kaki Seribu ini sangat kuat karena menggunakan banyak kayu gelondongan yang diikat kuat.

Kayu-kayu itu diikat menggunakan tali serat kayu dan rotan.

Tiang penyangga bangunan di Rumah Kaki Seribu merupakan kayu khusus yang sudah tua dan kuat, teman-teman.

Tiang penyangga ini berdiri di bawah bagian lantai rumah yang dibuat dari kayu gelondongan yang dijalin rapi dan dibuat berlapis.

Baca Juga: Buah Merah, Buah Khas Papua yang Bisa Bantu Cegah Diabetes dan Kanker

Rumah Tanpa Jendela

Rumah tradisional ini adalah warisan budaya orang Arfak yang menyatu dengan alam. Mereka membangun rumah itu dengan bahan-bahan yang tersedia di alam, teman-teman.

BACA JUGA:   Nueve Hotel Malioboro: Penginapan Mewah di Tengah Pusat Keramaian

Bentuk rumah panggung yang kuat merupakan cara orang Arfak menciptakan tempat tinggal yang aman bagi keluarganya.

Uniknya, Rumah Kaki Seribu tidak memiliki jendela, dan hanya memiliki dua pintu, yaitu pintu depan dan pintu belakang.

Selain bisa melindungi penghuni rumah dari binatang liar dan lebih hangat, rumah panggung yang tertutup tanpa jendela dipercaya aman dari gangguan roh-roh jahat.

Rumah orang Arfak ini juga tidak memiliki kamar-kamar, tapi dibagi menjadi dua bagian.

Bagian kiri adalah bagian rumah untuk perempuan (ngimsi) dan bagian kanan adalah bagian rumah untuk laki-laki (ngimdi).

Rumah ini juga dihuni oleh beberapa keluarga dan ukurannya besar.

Oh iya, karena suhu di Pegunungan Arfak dingin, orang Arfak memiliki perapian untuk menghangatkan ruangan, teman-teman.

Penulis: Sigit Wahyu

Baca Juga: Kota dengan Internet Tercepat di Indonesia Ada di Papua, Di Mana, ya?

#GridNetworkJuara

Yuk, lihat video ini juga!

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Artikel ini merupakan bagian dari Parapuan

Parapuan adalah ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.

PROMOTED CONTENT

Video Pilihan

hakimPangkalan Balai – Semua orang pasti tahu yang hewan kaki seribu atau luwing merupakan hewan yang cukup berbahaya. Hal itu seperti kejadian di masyarakat, Kecamatan Muara Padang sejak seminggu terakhir ini diresahkan serangan hewan kaki seribu. Hewan ini menyebabkan kulit anak-anak menjadi melepuh.

Hewan dalam bahasa Jawa Luwing ini muncul disejumlah tempat, tidak hanya dirumah penduduk bahkan bermunculan di sekolah, sehingga membuat masyarakat menjadi resah. kades daya makmur membenarkan jika banyak merebak hewan kaki seribu di desanya. Apalagi selesai hujan dan lembab, hewan itu keluar dari tanah dan masuk kerumah penduduk.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Banyuasin dr Mgs Hakim Mkes, baru-baru ini, mengatakan, serangan luwing bisa menyebabkan orang kejang-kejang dan pingsan. Hewan kaki seribu ini dapat mengigit manusia jika dirinya dalam keadaan terancam, gigitannya menyebarkan cairan yang cukup beracun yang dihasilkan oleh kalajengking atau kelabang, namun cukup mampu menyebabkan step pada anak-anak.

“Bahayanya luwing (kaki seribu) yang diawali karena gigitan atau sengatan dari hewan itu dapat menyebabkan sesorang terserang demam, akbiat racun menyebar ke pembuluh darah. Jika orang dewasa yang terserang biasanya demam hanya berlangsung lebih dari satu jam saja setelah itu akan hilang dengan sendirinya,” jelasnya.

“Jika anak-anak yang mengalaminya, maka demam akan akan berlangsung cukup lama dan segera diatasi dengan penangan tim kesehatan. Apabila terjadi gigitan atau sengatan dari kaki seribu jangan dibiarkan karena dapat menyebabkan seseorang jatuh pingsan mendadak ketika racun telah menyebar ke pembuluh darah serta jaringan tubuh lainnya,”ungkapnya.

Beliau juga meminta masyarakat yang terkena cairan luwing segera berobat ke puskesmas terdekat, hewan luwing ini cukup ramah pada manusia, namun hewan ini bisa mengigit dan menyengat mengeluarkan racun untuk perlindungan diri apabila merasa terancam. Cairan kaki seribu ini memang membuat alergi kulit seperti kuli melepuh  dan gatal-gatal,”jelasnya.

Also Read

Bagikan: