Taman wisata edelweis pasuruan

Gundana

Pasuruan

Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di Jawa Timur menyajikan berbagai destinasi wisata memukau. Salah satunya ‘surga mungil’ kebun edelweis Wonokitri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kebun bunga abadi ini berada di desa pintu masuk gunung Bromo dari arah Pasuruan. Kebun seluas 1192 meter ini dikelola Desa Wisata Edelweis Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan.

Kebun ini membudidayakan tiga jenis edelweis. Yakni Anaphalis Javanica, Anaphalis Longifolia dan Anaphalis Viscida.

Di kebun ini pengunjung bisa memuaskan penasaran berada di antara ribuan bunga edelweis tanpa harus ke alam bebas. Pengunjung dimanjakan pemandangan bunga-bunga edelweis yang bermekaran.

Hamparan bunga berwarna putih berpadu sempurna dengan panorama hutan cemara sungguh memanjakan mata. Pengunjung bebas berlama-lama sambil menikmati kabut berarak. Aneka minum hangat dan makanan ringan bisa dipesan untuk menyempurnakan suasana.

Kebun Edelweis WonokitriKebun Edelweis Wonokitri Foto: (Muhajir Arifin/detikcom)

Kebun Edelweis Wonokitri Foto: (Muhajir Arifin/detikcom)

Mau berfoto? Jangan khawatir, tempat ini menyediakan beberapa spot menarik. Pengunjung bisa mengabadikan diri berlatar kebun edelweis dan pemandangan sekitarnya.

“Tempat ini mulai dirintis sejak 2018. Setahun kemudian sudah dikenal dan banyak dikunjungi orang. Yang mau ke Bromo atau yang sehabis ke Bromo, mampir,” kata Ketua Desa Wisata Edelweis Wonokitri, Teguh Wibowo, Minggu (20/6/2021).

Menurut Teguh, sebelum pandemi, kebun edelweis dikunjungi 300 orang saat weekend dan sekitar 100 orang pada saat weekday. Kunjungan merosot selama pandemi.

“Saat pandemi 150 orang datang saat hari libur. Kalau hari biasa 30 orang. Saat ini mulai naik lagi,” terangnya.

Anda yang ingin tetap bertamasya aman selama pandemi bisa memilih wisata alam karena tak berpotensi menimbulkan kerumunan. Dan kebun edelweis Wonokitri bisa masuk daftar destinasi yang layak dikunjungi.

Jangan kuatir dengan isi kantong. Cukup dengan Rp 10.000 Anda bisa masuk ke ‘surga mungil’ di kawasan Bromo ini. Itupun gratis secangkir kopi.

Kebun Edelweis WonokitriKebun Edelweis Wonokitri Foto: (Muhajir Arifin/detikcom)

Kebun Edelweis Wonokitri Foto: (Muhajir Arifin/detikcom)

Mengadopsi Bunga Abadi

Bukan hanya menawarkan keindahan taman bunga abadi dan panorama alam yang memukau, kebun edelweis Wonokitri juga memberi kesempatan langka. Pengunjung bisa menggali pengetahuan dan mengadopsi bunga dilindungi tersebut.

Di kebun ini pengunjung bisa belajar membudidayakan bunga edelweis, mulai mengambil biji dari bunga yang akan dipanen, kemudian ditanam di persemaian. Setelah menyemai, pengunjung diarahkan ke rumah bibit dan diberi satu bibit siap taman. Kemudian pengunjung akan diajak ke kebun untuk menanam bibit edelweis.

Kebun Edelweis WonokitriKebun Edelweis Wonokitri Foto: (Muhajir Arifin/detikcom)

Kebun Edelweis Wonokitri Foto: (Muhajir Arifin/detikcom)

Selain menyemai dan menanam, pengunjung juga bisa merasakan bagaimana mengadopsi ‘bayi edelweis’. Pengunjung diberi bibit untuk ditanam kemudian memberinya identitas.

“Hasil panen nanti kita berikan. Mau kita hubungi orangnya bisa datang ke sini atau kita kirim. Bisa juga disumbangkan,” ucapnya.

Pengelola juga dengan senang hati mengajari pengunjung membuat aneka kerajinan dari edelweis yang dipanen di kebun. Termasuk merangkai edelweis untuk keperluan upacara adat.

Simak Video “

Unan-Unan, Tradisi yang Masih Lestari di Pasuruan Jawa Timur


[Gambas:Video 20detik]
(bnl/bnl)

BACA JUGA:   Puncak gunung nona enrekang

BACAMALANG.COM – Edelweiss merupakan salah satu flora ikon Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Namun semakin lama keberadaannya semakin terancam. Bunga ini menjadi buruan banyak pendaki gunung atau pelancong yang berkunjung ke kawasan ini.

Tumbuhan ini merupakan khas dataran tinggi, sekitar 2000 meter di atas permukaan laut. Edelweiss tumbuh di lereng-lereng pegunungan yang ada di kawasan TNBTS, dengan 3 jenis yang ada, yaitu Anaphalis Javanica, Anaphalis Visida dan Anapahlis Longifolia.

Anaphalis Javanica sudah ditetapkan sebagai tanaman yang dilindungi sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.92/Menlhleetjen/Kum.1/8/2018 tentang perubahan atas peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor P.20/MenLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi.

Tumbuhan ini berperan penting bagi ekosistem pegunungan, karena merupakan salah satu tumbuhan pionir di habitat yang tandus atau miskin hara. Peran penting tersebut membuatnya menjadi salah satu tumbuhan yang dilindungi keberadaannya. Sementara di sisi lain, bunga ini disakralkan sebagai pelengkap sesaji dalam tradisi ritual masyarakat suku Tengger sebagai penduduk asli kawasan Bromo.

Oleh karena itu sejak tahun 2016, Balai Besar TNBTS telah mencoba mencari terobosan melalui program budidaya Edelweiss di luar habitat aslinya (kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru), untuk mengakomodir tiga peluang, yaitu konservasi edelweiss di diluar habitat aslinya, mempertahankan budaya lokal masyarakat Tengger dan memberikan peluang peningkatan ekonomi bagi masyarakat sekitar TNBTS.

Upaya budidaya ini akhirnya menghasilkan sebuah desa wisata berbasis konservasi bernama Taman Wisata Edelweiss, di Desa Wonokitri Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan, yang diresmikan pada bulan November 2018 silam. Dan dalam perkembangannya, Taman Edelweis ini dikelola secara mandiri oleh kelompok tani setempat.

Ketua Kelompok Tani Hulun Hyang Desa Wisata Edelweiss Wonokitri Teguh Wibowo menjelaskan, bagi masyarakat Tengger bunga ini merupakan bunga suci karena sebagai sarana memuliakan leluhur.
“Oleh karena itu keberadaan Taman Edelweis ini adalah salah satu solusi, bagaimana kegiatan religi tetap dapat berlangsung tanpa mengancam keberadaan bunga ini,” ungkap warga asli Tengger ini saat ditemui di lokasi, Minggu (7/11/2021).

Teguh menambahkan, masyarakat Tengger menyebutnya sebagai Kembang Tana Layu, merujuk pada kondisi fisik bunga ini yang tidak mudah layu dalam kurun waktu 5-10 tahun, sehingga kerap diidentikkan sebagai bunga abadi dan ikon cinta kasih. Banyak pengunjung, khususnya anak muda yang mengambil atau membelinya secara ilegal di kawasan Bromo.

“Taman ini sebagai sarana wisata dan konservasi setidaknya dapat memenuhi kebutuhan warga setempat maupun wisatawan untuk buah tangan,” jelasnya.

Teguh menegaskan, pihaknya merupakan satu-satunya yang memiliki izin resmi dari Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) untuk budidaya bunga Edelweis.

Ia mengatakan, bagi warga sekitar pengambilan bunga diberikan secara cuma-cuma alias gratis, karena dipakai untuk keperluan keagamaan. “Sedangkan bagi pengunjung, souvenir Edelweis bisa dibawa pulang cukup dengan merogoh kocek mulai Rp. 20.000 hingga Rp. 50.000 saja,” imbuhnya.

Kondisi Taman Edelweis seluas 1.196 meter persegi saat ini pun sudah jauh berbeda dengan saat pertama kali diluncurkan pada tahun 2018 silam. Ketika itu, taman ini masih berupa lahan dengan hamparan bunga yang belum terlalu rimbun serta hanya menyediakan satu spot untuk berfoto. Namun sekarang selain bisa menikmati hamparan Edelweiss yang lebih indah, pengunjung juga bisa menikmati sejumlah fasilitas, mulai spot foto yang instagram-able, bersantai sambil minum kopi di Kafe Taman Edelweiss maupun mendapat edukasi terkait konservasi bunga ini.

BACA JUGA:   Taman dalam ruang tengah

“Kami menyediakan tiket masuk yang terjangkau, cukup dengan 10.000 rupiah saja per orang sudah termasuk welcome drink, sementara bagi yang ingin mendapat edukasi, tiketnya sebesar 25.000 rupiah, yang akan mendapatkan semua tentang seluk beluk Edelweiss, mulai pembibitan hingga panen dari para pemandu yang kami sebut sebagai entrepreneur,” jelasnya.

Keberadaan Taman Edelweiss ini menumbuhkan aktivitas ekonomi baru bagi anggota Kelompok Tani Hulun Hyang maupun masyarakat Desa Wonokitri. Taman Wisata Edelweiss pun semakin populer dan ramai dikunjungi masyarakat dari berbagai daerah, khususnya di akhir pekan. Teguh menyebutkan, hingga di bulan Oktober 2021 jumlah pengunjung telah mencapai angka 3.319 orang.

Pengembangan Taman Wisata ini digawangi 30 anggota Kelompok Tani Hulun Hyang, yang semuanya merupakan warga Tengger di Desa Wonokitri Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan. “Filosofi nama Hulun Hyang sendiri adalah pengabdian kepada Tuhan dengan melestarikan ciptaannya,” tukas dia.

Teguh mengaku proses pengembangan Taman Wisata Edelweiss ini, salah satunya dapat terwujud berkat bantuan program sosial Bank Indonesia di Tahun 2019.
Kepala Kantor Perwakilan BI Malang Azka Subkhan menjelaskan, KpW BI Malang memberikan bantuan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) berupa fasilitasi pengembangan pariwisata kepada Kelompok Tani Hulun Hyang Taman Edelweiss ini sebagai wahana wisata dan edukasi.

“Tentunya kami tidak sendiri dan bekerjasama dengan sejumlah pihak, dari hardware-nya, dengan Ikatan Arsitek Indonesia Malang untuk mendesain tempat ini,” jelasnya.

Saat ini Taman Wisata Edelweiss telah dilengkapi sarana dan prasarana seperti gapura selamat datang, rumah tiket, tempat pembibitan edelweiss, toilet, musala, gardu pandang dan kafe.

Sementara dari sisi software, imbuh Azka, Bank Indonesia Malang menggandeng Politeknik Negeri Malang dan Universitas Merdeka Malang, khususnya untuk pengembangan capacity building dari anggota Kelompok Tani Hulun Hyang, terkait manajemen kepariwisataan mulai mengelola oleh-oleh, spot foto hingga kafe yang kekinian.

“Ke depan kami masih menggali apa saja yang diperlukan untuk pengembangan dan kebutuhan taman ini, tentunya dengan bekerjasama dengan pihak-pihak yang berkompeten,” tandas pria ramah senyum ini. (ned)

Bagikan

Bisnis.com, PASURUAN — Bank Indonesia Malang mendorong Taman Wisata Edelweiss, Desa Wonokitri, Kec. Tosari, Kab. Bromo, menjadi destinasi wisata nasional sehingga perlu pengembangan taman tersebut menjadi lebih baik.

Kepala Perwakilan BI Malang, Samsun Hadi, mengatakan pengembangan Taman Wisata Edelweiss menjadi destinasi wisata nasional sangat memungkinkan karena berada di lereng Gunung Bromo yang pemandangan alamnya yang menawan.

Bromo juga menjadi salah satu 10 destinasi wisata prioritas nasional. Di sisi lain, koleksi Edelweiss yang dikembangkan jumlahnya banyak dan jenisnya beragam sehingga dapat mengundang wisatawan datang ke sana.

Baca Juga : Desa Wisata Edelweiss Wonokitri, Konservasi dan Edukasi Berbasis Komunitas

“Taman tersebut perlu penataan dan pengembangan yang lebih menyeluruh dan lebih baik lagi sehingga dapat menjadi destinasi wisata penting secara nasional,” katanya di Pasuruan, akhir pekan lalu.

Dia menilai, perlu ada desain penataan kawasan Taman Edelweiss secara menyeluruh, bahkan sampai berbentuk detailed engineered design (DED) sehingga arah pengembangan taman tersebut menjadi jelas dan pasti.

Oleh karena alasan itu pula, kata dia, pengembangan kawasan ini perlu kerja sama antarlembaga, mulai dari pemerintah, pemda, perusahaan, perbankan, perguruan tinggi, media, serta masyarakat setempat sendiri. BI Malang tentu bersedia ikut mendukung pengembangan kawasan tersebut sesuai dengan tingkat kemampuannya.

Baca Juga : Ini Arti dan Simbol Bunga Edelweiss

Menurut dia, BI Malang mendukung pengembangan Taman Edelweiss karena dapat dapat menjadi pintu masuk untuk mendorong pengembangan pariwisata secara umum, UMKM, penerimaan devisa, dan pemasyarakatan transaksi nontunai.

BI Malang sudah membantu jalan akses wisata dan cafe shop di Taman Edelweis.

Ketua Kelompok Tani Hulun Hiyang, Desa Wonokitri, Kec. Tosari, Kab. Pasuruan, pengelola Taman Edelweiss Wonokitri, Teguh Wibowo, mengatakan taman ini lebih ditekankan pada pelestarian lingkungan, pelestarian Edelweiss, tanaman yang dilindungi.

Baca Juga : Simak 10 Tempat Wisata Bromo yang Terkenal dan Instagramable

“Problemnya bagi kami, justru banyak warga yang memanfaatkan Edelweiss untuk banyak upacara adat,” ujarnya.

Warga kemudian berinisiatif membuka lahan untuk budi daya Edelweiss dengan tujuan konservasi agar warga tidak lagi memetik di Edelweis di kawasan TNBTS.

“Kami sudah mampu memenuhi kebutuhan Edelweiss untuk upacara adat sejak akhir 2018 bersamaan mulai panen bunga tersebut hasil budi daya warga,” ujarnya.

Sejak 2021, Taman Edelweiss dibuka untuk wisatawan. Minat mereka berwisata menikmati Edelweis sambil belajar budi daya bunga tersebut terus tumbuh.

Pada 2021, kunjungan wisatawan mencapai 19.096 orang. Pada 2022, tumbuh menjadi 38.836 wisatawan, sedang omzet cafe mencapai Rp434 juta.

Dari total penerimaan itu, kata dia, Taman Edelweiss mampu berkontribusi pada desa dengan menyetor sebagian keuntungan sebesar Rp40 juta/tahun. Hal itu perlu dilakukan karena lahan yang dimanfaatkan merupakan lahan aset desa.

Adapun yang juga didorong program adopsi. Intinya, masyarakat didorong membiayai budi daya Edelweiss dengan besaran Rp250.000/pohon.

“Sudah delapan bapak/ibu angkat yang mengikuti program adopsi, di antaranya Kepala Bappenas dan Kepala BI Malang. Kami belum mengembangkan secara massif karena keterbatasan lahan,” ujarnya.

Baca Juga : Telusur Pasir Datar Gunung Galunggung, Bromo van Tasikmalaya

Ke depan, kata dia, Taman Edelweiss akan dikembangkan menjadi destinasi wisata utama di Jatim, bahkan nasional. Potensi itu sudah ada karena wisatawan yang datang ke taman tersebut tidak hanya dari kota-kota yang dekat dengan Bromo, melainkan sudah menasional.

Oleh karena itulah, kata dia, luasan lahan yang kini masih mencapai 1.200 m2 dikembangkan dengan mengikutkan warga lain. Kegiatan wisata juga dikembangkan dengan permainan dan atraksi namun tidak menghilangkan aspek pelestarian lingkungannya sebagai inti taman wisata tersebut.

Jumlah Edelweiss di taman tersebut sebanyak 839 tanaman terdiri atas anaphalis javanica, anaphalis biscidel, dan anaphalis longifolia.(K24)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Bagikan

Also Read

Bagikan: