Wisata edukasi eceng gondok

Gundana

Kabar BUMN - Pertamina mengedukasi masyarakat memanfaatkan eceng gondok di sekitar waduk sebagai sumber energi baru terbarukan.

Sebagai wujud kepedulian terhadap lingkungan, khususnya dalam menjaga kelestarian Waduk Cengklik di Boyolali, Pertamina menjalankan program Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Desa Energi Berdikari, utamanya dengan mengedukasi masyarakat memanfaatkan eceng gondok di sekitar waduk sebagai sumber energi baru terbarukan.

Hal itu dijalankan dalam kegiatan pelatihan kepada Kelompok Masyarakat Ngudi Tirto Lestari di Kabupaten Boyolali yang berada di sekitar lokasi operasi Pertamina, Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Adi Soemarmo, pada Minggu (14/8).

Area Manager Communication, Relations, & CSR Regional Jawa Bagian Tengah PT Pertamina Patra Niaga, Brasto Galih Nugroho menjelaskan Waduk Cengklik merupakan kawasan perairan di Boyolali yang tidak hanya menjadi salah satu ikon wisata alam, tapi juga memberikan dampak lingkungan dan ekonomi bagi masyarakat sekitar.

“Waduk buatan dengan luas genangan mencapai 300 Ha mampu menarik wisatawan setidaknya 13 ribu orang per tahun. Tidak hanya itu waduk tersebut juga menjadi sumber mata pencaharian bagi nelayan dan sumber pengairan lahan pertanian di sekitar waduk. Setidaknya masyarakat di 2 kecamatan di sekitar Waduk Cengklik, yaitu Kecamatan Ngemplak dan Kecamatan Nogosari menggantungkan sumber air dari waduk tersebut,” pungkasnya.

Disamping potensi yang besar itu, menurut Brasto, Waduk Cengklik memiliki permasalahan tersendiri, yaitu sedimentasi waduk yang disebabkan dari keberadaan enceng gondok yang berlebih.

“Hal itu menyebabkan daya tampung air yang semakin surut dari waktu ke waktu, mengingat tanaman eceng gondok dapat terus bertumbuh dengan cepat. Jika dibiarkan tentu akan mengganggu kebutuhan air bagi orang banyak,” terangnya.

Berangkat dari hal tersebut, Pertamina memberikan edukasi kepada kelompok masyarakat untuk mengumpulkan dan mengolah eceng gondok, utamanya sebagai bahan bakar biogas.

“Eceng gondok yang terkumpul kemudian dicacah dan difermentasi sehingga menghasilkan biogas ke dalam suatu wadah yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif, salah satunya untuk memasak menggunakan kompor gas. Dari pengujian 100 Kg eceng gondok mampu dikonversi menjadi biogas portabel dengan kapasitas 200 liter,” tuturnya.

Tidak hanya dimanfaatkan sebagai biogas, Pertamina juga mendorong masyarakat yang mayoritas petani di sekitar Waduk Cengklik untuk mengambil nilai manfaat eceng gondok sebagai pupuk organik padat dan cair untuk pertanian di sekitar waduk.

“Hal itu tidak hanya dapat menjaga kelestarian Waduk Cengklik, tapi juga mengurangi penggunaan pupuk kimia oleh petani, sehingga bahan yang digunakan lebih ramah lingkungan, dan memberikan penghematan serta hasil panen yang lebih sehat dan organik,” ungkap Brasto.

BACA JUGA:   Wisata edukasi anak

Turut Raharjo selaku Ketua Kelompok Ngudi Tirto Lestari merasa lega setelah menerima pelatihan yang diberikan Pertamina terkait pemanfaatan eceng gondok yang selama ini menjadi permasalahan utama di Waduk Cengklik.

“Kami berterimakasih kepada Pertamina karena telah membantu kami menemukan solusi dari permasalahan yang kami alami selama ini, bahkan memberikan nilai pemanfaatan dari masalah tersebut,” ungkapnya.

Komitmen ESG dan Kontribusi Terhadap SDGs

Brasto menjelaskan dari program CSR yang dijalankan merupakan salah satu wujud dari penerapan komitmen ESG (Environment, Social, Governance) yang dijalankan Pertamina.

“Selain itu program ini juga ikut berkontribusi terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs), utamanya pada poin 6  (Air Bersih dan Sanitasi Layak), poin 7 (Energi Bersih dan Terjangkau), dan poin 13 (Penanganan Perubahan Iklim),” tutupnya.

Pada tanggal 16 Oktober 2022, kami diajak untuk belajar membuat kerajinan tangan berupa sandal dari eceng gondok bersama Brogger Handycraft Wringinanom Kunci. Mulai dari pembuatan pola, pemberian alas pada sandal, bahkan cara memilin tali sandal dari eceng gondok pun diajarkan kepada kami.

Narasumber menyebutkan bahwa kerajinan yang dapat dibuatnya tidak hanya berupa sandal, kadangkala beliau juga membuat gantungan kunci dan gelang dari eceng gondok.

Dalam pembuatan sandal pertama-tama kami diajarkan cara membuat pola sandal, yaitu dengan menggunakan cetakan sandal sesuai dengan ukuran yang diinginkan, saat dicontohkan narasumber menggunakan cetakan sandal berukuran 36. 

Selanjutnya narasumber memberikan alas pelapis, berupa kain untuk membalut sandal yang sudah diberi pola dan digunting hingga membentuk alas sandal. 

Dalam memberikan lapisan kain, narasumber menggunakan lem perekat dengan tekstur cair. Terakhir, barulah tali sandal yang telah dibuat dari pilinan eceng gondok kering di masukkan pada alas sandal yang telah dilubangi, hingga membentuk sebuah sandal. 

Bahan utama yang digunakan dalam kerajinan ini yaitu eceng gondok. Eceng gondok sendiri merupakan tanaman air yang penyebarannya cukup cepat dan seringkali membludak, sehingga membuat ekosistem sungai/danau menjadi buruk. 

Oleh karena itu, pemilihan bahan dalam pembuatan kerajinan ini patut diapresiasi, karena dari sesuatu yang awalnya berpotensi menjadi hama dapat dijadikan sebuah kerajinan yang bernilai ekonomis. 

Narasumber telah berhasil memaksimalkan bahan-bahan yang ada disekitarnya untuk dijadikan suatu barang yang bernilai ekonomis. Selain itu, beliau juga cerdas dalam memilih bahan baku dengan menggunakan tanaman yang perkembang biakkannya cepat, sehingga modal untuk pembuatan kerajinan dapat diperkecil.

BACA JUGA:   Kuliner pagi di masjid agung surabaya

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya

Lihat Entrepreneur Selengkapnya

Video Pilihan

Rawa pening( pening berasal dari kata “bening” ) memiliki luas kurang lebih 2.670 hektare. Rawa pening ini terletak di 4 kecamatan, yaitu ambarawa, tuntang, bawen dan banyubiru. Rawa pening juga berada dicekungan terendah dari 3 lereng gunung, yaitu gunung merbabu, gunung ungaran dan gunung telomoyo.

Masyarakat sekitar mempercayai bahwa rawa pening menurut ceritanya berasal dari muntahan air yang mengalir dari bekas cabutan lidi yang ditancapkan oleh seorang anak yang bernama baru klinting, karena anak ini merasa dibuang oleh warga setempat kemudian anak ini mengutuk tempat ini yang akhirnya jadilah rawa pening ini. Begitulah sekilas cerita tentang terbentuknya rawa pening ( danau rawa pening ). Sampai sekarang masyarakat juga masih meyakini kalau sosok baru klinting juga masih ada disekitar rawa pening, tapi dalam wujud seekor ular besar yang menjaga rawa pening.

Rawa pening ini adalah salah satu objek wisata ( tempat rekreasi keluarga ) yang ada di kabupaten semarang. Cocok untuk dijadikan tempat berlibur pada musim liburan. Salah satu yang menjadi daya tarik dari rawa pening ini adalah wisata tirta dengan menggunakan perahu tradisional, bisa juga untuk area pemancingan alam. Selain itu tempat ini juga cocok dijadikan tempat untuk fotografi karena tempatnya yang begitu indah dan dengan background keindahan alam pegunungan.

Tapi sayang, sekarang rawa pening sedang mengalami pendangkalan yang drastis, bahkan bisa disimpulkan tempat ini akan benar – benar menjadi daratan dalam kurun waktu beberapa tahun mendatang kalau saja tidak ada tindakan penanggulangan. Selain itu banyak pula tumbuhan eceng gondok ( tanaman gulma ) yang tumbuh memenuhi tempat ini, bahkan hamper seluruh area di rawa pening. Meskipun kondisinya seperti ini, tapi masih banyak juga wisatawan yang berkunjung untuk berlibur dan menikmati keindahan dari rawa pening.

“Pemanfaatan Eceng Gondok”.

Dari tanaman eceng gondok yang memenuhi rawa pening tadi, oleh warga sekitar dapat dimanfaatkan. Mereka melihat peluang yang cukup besar dari pengolahan eceng gondok. Kemudian warga setempat mencoba untuk memanfaatkannya. Mereka mencoba membuat aneka kerajinan dari batang – batang eceng gondok.

Para warga mulai mengambil batang – batang eceng gondok di rawa pening dan meninggalkan daun beserta akarnya karena tidak bisa dipakai untuk membuat kerajinan. Awalnya mereka hanya membuat dalam sekala kecil untuk permulaan. Sebelum mulai membuat kerajinan, terlebih dulu mengeringkan batang – batang eceng gondok samapai kering. Karena hanya batang yang sudah kering saja yang bisa dibuat untuk kerajinan. Setelah kerajinan selesai, mereka mulai menjualnya disekitar tempat wisata rawa pening untuk souvenir dari rawa pening. Tapi ternyata hasil kerajinan mereka dari batang eceng gondok ini banyak peminatnya. Kemudian mereka memperbanyak hasil produksinya, itung – itung sekalian ikut membersihkan rawa pening dari eceng gondok sembari memanfaatkannya ( seperti pepatah “ sambil menyelam minum air“).

BACA JUGA:   Taman pintar juanda sidoarjo

1310438189838183931

Sampai sekarang usaha kerajinan batang eceng gondok ini sudah meluas ke berbagai daerah, bahkan mereka sudah meng-eksport hasil kerajinannya ke beberapa Negara tetangga bahkan ke sebagian eropa. Dari usaha yang dilakukan ini juga dapat membantu untuk pemasukan keuangan Negara dengan kegiatan eksprtnya, juga bisa membantu keuangan warga sekitar lainnya yang tidak memiliki keahlian membuat kerajinan dari batang eceng gondok ini. Mereka bisa mencari dan menjual batang eceng gondok ke pembuat kerajinan dari batang eceng gondok. Biasanya batang – batang eceng gondok ini dihargai antaraRp 750 – Rp 1000 per kilo untuk batang eceng gondok yang masih basah dan Rp 3500 – Rp 5000 per kilo untuk batang eceng gondok yang sudah kering.

Dari batang eceng gondok yang masih basah ini nantinya akan menyusut bobotnya jika sudah dikeringkan, seperti dari 100 kilo batang eceng gondok yang basah, jika sudah dijemur hasilnya akan menyusut menjadi 10 – 15 kilo saja. Maka dari itu usaha ini membutuhkan banyak batang eceng.

Dengan begini warga sekitar yang memanfaatkan ini secara tidak langsung ikut membantu membersihkan kondisi lingkungan air di rawa pening dari tanaman eceng gondok. Tapi meskipun sudah sering diambil dalam jumlah banyak, tetap saja tanaman eceng gondok ini masih banyak jumlahnya dan nggak hibis – habis. Hal ini dikarenakan cepatnya proses perkembangan dari tanaman eceng gondok. Tapi setidaknya sudah ada upaya untuk membersihkannya sambil meraup untung didalamnya.

Selain itu rawa pening juga member banyak keuntungan lain bagi para nelayan, karena di rawa ini juga menghasilkan banyak ikan. Selain dari semua hal tadi, masih ada lagi yang nggak kalah pentingnya, yakni lumpur rawa pening. Lumpur ini dapat dimanfaatkan untuk pupuk kompos. Kompos ini dihasilkan dari proses pemuaian dari tanaman eceng gondok yang mati, daun dan akar dari eceng gondok yang ditinggal oleh para pencari batang eceng gondok tadi. Tapi sayangnya masih jarang yang memanfaatkan lumpur ini.

Lihat Konten Nature Selengkapnya

Lihat Nature Selengkapnya

Video Pilihan

Also Read

Bagikan: