ENAMPAGI.ID – Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki berbagai macam objek wisata. Kita tidak hanya bisa mengunjungi tempat wisata, namun bisa juga belajar sesuatu melalui wisata edukasi Yogyakarta.
Ada berbagai macam jenis wisata edukasi di Yogyakarta, mulai dari yang berhubungan dengan alam hingga pembuatan kerajinan tangan.
Kali ini tim enampagi.id menghimpun beberapa wisata edukasi di Yogyakarta yang berhubungan dengan kerajinan tangan. Melalui beberapa pelatihan kita bisa belajar membuat gerabah, keramik, dan batik.
Berikut ini beberapa pilihan wisata edukasi di Yogyakarta yang bisa Anda ikuti.
Baca Juga: Doa Berbuka dan Niat Puasa Senin Kamis Lengkap
1. Membuat Gerabah di Kasongan
Kasongan dikenal sebagai sentra kerajinan gerabah di Daerah Istimewa Yogyakarta, tepatnya di Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul.
Keahlian membuat gerabah telah diwariskan turun-temurun di daerah Kasongan.
Di sini pengunjung bisa menemukan berbagai gerabah dalam berbagai bentuk seperti pot tanaman, hiasan dekorasi rumah, hingga peralatan dapur.
Desa Wisata Gerabah Kasongan Yogyakarta
Kasongan, Bantul, Yogyakarta INDONESIA
Ulasan
Sejarah
Sejarah desa wisata Kasongan berawal dari kematian seekor kuda milik Reserse Belanda di atas persawahan milik seorang warga di sebuah desa di selatan Kota Yogyakarta. Karena si pemilik tanah takut akan dijatuhi hukuman oleh Belanda yang waktu itu sedang menjajah, maka pemilik tanah tersebut melepaskan hak kepemilikan tanahnya yang diikuti oleh warga lainnya yang juga takut akan dijatuhi hukuman. Sejumlah tanah persawahan itu akhirnya diakui oleh warga desa lain. Penduduk yang tidak memiliki tanah persawahan tadi akhirnya memulai kegiatan baru di sekitar rumahnya, yaitu mengolah tanah liat yang ternyata tidak pecah jika diempal-empalkan untuk perlengkapan dapur dan juga untuk mainan.
Sejalan dengan perkembangan zaman, maka barang-barang kerajinan dari tanah liat atau lebih dikenal dengan kerajinan gerabah atau tembikar itu dikembangkan menjadi lebih variatif sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pasar. Bahkan barang kerajinan di Desa Kasongan bukan hanya barang-barang dari tanah liat/ gerabah, tetapi saat ini warga Kasongan telah memanfaatkan bahan-bahan lainnya yang banyak terdapat di lingkungan sekitar seperti batok kelapa, bambu, rotan, kayu, dan lainnya untuk diolah menjadi barang hiasan yang memiliki nilai lebih tinggi. Keahlian membuat gerabah ini diwariskan turun-temurun hingga menjadikan Desa Kasongan sebagai ikon desa wisata gerabah di Kabupaten Bantul.
Desa Wisata Kasongan
Desa wisata Kasongan merupakan daerah pemukiman para kundi, atau buyung atau gundi, yang artinya orang yang membuat sejenis buyung, gendi, kuali, dan lainnya yang tergolong peralatan dapur, juga barang hiasan yang terbuat dari tembikar atau tanah liat.
Hingga saat ini Desa Kasongan menjadi salah satu tujuan desa wisata di Yogyakarta yang banyak diminati oleh wisatawan. Deretan show room atau rumah-rumah galeri di desa wisata Kasongan ini menawarkan barang-barang kerajinan dari gerabah serta dari bahan lainnya seperti guci, pot bunga, lampu hias, miniatur alat transportasi (becak, sepeda, mobil), aneka tas, patung, souvenir untuk pengantin, serta hiasan lainnya yang menarik untuk dipajang di rumah.
Salah satu patung yang legendaris di Desa Kasongan adalah patung Loro Blonyo. Loro Blonyo adalah patung sepasang pengantin yang dipercaya akan memberikan keberuntungan jika ditaruh di dalam rumah. Kita bisa menjumpai patung ini dalam berbagai pose. Patung ini pertama kali dikenalkan oleh Galeri Loro Blonyo yang diadopsi dari patung pengantin milikKraton Yogyakarta.
Jika Anda tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang proses pembuatan kerajinan gerabah tersebut, maka beberapa galeri menawarkan kursus singkat untuk Anda ikuti. Anda juga bisa melihat proses pembuatan gerabah di beberapa rumah produksi.
Lokasi
Desa WIsata Kasongan terletak di pedukuhan Kajen, Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Jika Anda berangkat dari Kota Yogyakarta, maka pergilah ke arah selatan hingga menemukan perempatan Dongkelan (perempatan Ring Road Selatan – Jalan. Bantul). Pilihlah jalan ke arah selatan melewati Jalan Bantul ini. Perjalanan dari perempatan Dongkelan ini hanya memakan waktu sekitar 10 menit atau 20 menit dari pusat kota. Jika telah sampai di desa wisata Kasongan, Anda akan disambut oleh sebuah gerbang masuk ke desa wisata tersebut.
Hadapi Melemahnya Pasar Ekspor Gerabah Kasongan KKN PPM UGM Luncurkan Edu-Eco-Tourism
Untuk membantu penguatan ekonomi akibat melemahnya permintaan ekspor gerabah Kasongan sebagai dampak krisis ekonomi dunia, mahasiswa Kuliah Kerja Nyata – Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) meluncurkan kegiatan Promotion Days Wisata Edukasi (edu-eco-tourism). Kegiatan yang berlangsung 7-10 Agustus 2012 di dusun Kajen, Kalipucang, Sembungan dan Gedongan, Desa Bangunjiwo, Kasihan Bantul DIY ini melibatkan sekolah-sekolah yang ada di DIY.
Pembukaan Wisata Edukasi dilakukan pada Selasa 7 Agustus 2012 oleh Dr Drs Suyoto HS MSi MMA mewakili Bupati Bantul.â€Wisata Edukasi ini dikemas secara sangat cerdas oleh Mahasiswa KKN-PPM UGM karena memadukan keunggulan kerajinan gerabah di Kasongan, keunikan seni dan budaya di Sembungan, pertanian yang subur di Gedongan dan peternakan serta kerajinan di Kalipucang†kata Dr Suyoto di balai Desa Bangunjiwo. Acara pembukaan juga dihadiri oleh para kadinas terkait, Lurah Bangunjiwo, para kepala dukuh, para guru dan kepala sekolah, DPL Kunia Widya, MT. dan DPM Rahman Sudiyo, Ph.D. Dalam sambutannya Dr Sunyoto mengharapkan agar UGM bersedia menjadikan Desa Bangunjiwo sebagai desa binaan UGM, karena universitas-universitas lain telah memiliki desa-desa binaan sendiri-sendiri di Kabupaten Bantul.
Kegiatan Wisata Edukasi adalah salah satu dari rangkaian kegiatan KKN-PPM di Desa Bangunjiwo. “Kegiatan mahasiswa KKN memiliki dua fokus, yang pertama adalah pada inovasi terkait UKM gerabah dan implementasi edu-eco-tourism yang berbasis industri kerajinan dan keunikan lokal. Jadi selain kegiatan yang terkait dengan wisata-edukasi, mahasiswa KKN didampingi oleh dosen-dosen FT UGM melakukan sosialisasi terkait inovasi produksi gerabah misalnya inovasi bahan baku gerabah dan pembakaran. Inovasi ini adalah hasil penelitian yang dikembangkan oleh dosen-dosen FT UGM bersama dengan sejumlah mahasiswa S1 dan S2â€, demikian penjelasan Rahman sebagai DPM.
Usai pembukaan, dipandu oleh mahasiswa KKN, para kepala sekolah dan guru yang berasal dari 12 Sekolah Dasar di DIY melakukan tour di beberapa lokasi seperti pembuatan tempe dan sanggar gamelan di Sembungan, kerajinan gerabah di Kajen, kerajinan blangkon dan peternakan sapi dan kambing di Kalipucang. Bahkan sebanyak 43 siswa-siswi SDIT Luqman Al-Hakim Banguntapan mengunjungi pembuatan gerabah di Kajen, mencoba membuat tempe dan belajar gamelan di Sembungan. SD Donitirto dan SD Tumbuh melakukan kegiatan Wisata Edukasi masing-masing pada Rabu 8 Agustus dan Kamis 9 Agustus 2012. “Sekolah bisa memilih objek Wisata Edukasi dengan mudah karena para mahasiswa KKN UGM telah membuat dan mencetak peta Wisata Edukasi di empat dusun. Semua informasi dapat diunduh melalui blog jelajahedukasi.wordpress.com. Selain itu, bekerjasama dengan masyarakat, kami juga sudah membuat visitor center khusus Wisata Edukasi yang berlokasi di dusun Gedongan “, jelas Septian Arief, kormanit Unit 45 KKN PPM UGM.
Indrajatim.com – Bojonegoro: Tak hanya berbelanja dan berburu oleh-oleh, berwisata sambil belajar membuat kerajinan berbahan tanah liat di Wisata Edukasi Gerabah, Desa Rendeng, Bojonegoro dapat menjadi pilihan yang menarik.
Secara administratif, Kabupaten Bojonegoro memiliki 28 kecamatan dan 419 desa. Salah satu di antaranya, Desa Rendeng, Kecamatan Malo. Total keseluruhan luas wilayah Desa Rendeng 52,8 Ha.
Dari pusat kota (Alun-alun Bojonegoro) untuk menuju Desa Rendeng memakan waktu selama 35 menit jika menggunakan roda empat. Jaraknya sekitar 21,6 kilometer.
Potensi Sumber Daya Alam (SDA) melimpah, sebagian wilayahnya yang dikelilingi Sungai Bengawan Solo, menjadikan kondisi tanah yang berada bantaran dan dasar sungai dapat dimanfaatkan oleh masyarakat lokal Desa Rendeng untuk membuat kerajinan gerabah.
Belum ada sejarah yang dapat menuliskan kapan pertama kali masyarakat Desa Rendeng mulai berprofesi sebagai pengrajin gerabah. Mengutip pada hasil penelitian berjudul “Peran Home Industry Kerajinan Gerabah Dalam Meningkatkan Ekonomi Masyarakat Di Desa Rendeng Kecamatan Malo Kabupaten Bojonegoro” oleh Silvia Tri Agustina, dituliskan bahwa usaha gerabah di Desa Rendeng sudah berdiri sejak zaman nenek moyang mereka.
Pandangan tersebut juga dikuatkan oleh salah satu pengrajin bernama Ismail. “Dari dulu sudah ada (pengrajin) mbah-mbah saya katanya juga sudah mulai bikin gerabah. Terus dilanjutkan sama anak-anaknya,” katanya.
Pada mulanya masyarakat Desa Rendeng membuat gerabah hanya untuk keperluan peralatan dapur seperti wajan, tungku, genton, cobek, dan kendi. Lambat laun, guna memenuhi permintaan pasar, masyarakat setempat sudah mulai berinovasi dalam menciptakaan kerajinan tanah liat yang lebih bervariatif, seperti guci, celengan, patung, pot tanaman, dan masih banyak lagi. Tambahan sentuhan cat membuat karya kerajinan semakin terlihat unik dan menarik.
“Karakter-karakter yang kita buat sebenarnya banyak terinspirasi dari permintaan konsumen,” tutur Ismail.
Untuk membuat satu produk kerajinan gerabah, pengrajin membutuhkan waktu selama kurang lebih selama satu minggu. Pertama-pertama, pengrajin harus menyediakan tanah liat yang bersifat lengket, pasir, semen dan air sebagai campuran, cetakan, kayu bakar, serta cat. Kedua, setelah tanah liat dicampur dengan air didiamkan selama 1-2 hari, kemudian digiling supaya teksturnya menjadi tebal. Ketiga, adonan akan dibentuk sesuai dengan cetakannya. Keempat, dilakukan proses pengeringan yang memakan waktu 2-3 hari. Kelima, menuju proses pembakaran dilakukan selama satu hari penuh. Kemudian yang terakhir menuju finishing, gerabah akan dicat sesuai motif dan karakternya.
Dalam sehari, para pengrajin dapat memproduksi kerajinan gerabah mentah hingga mencapai puluhan biji. Dari cobek, wajan, pot bunga, kendi, pernak-pernik karakter seperti celengan hewan, doraemon, dan sebagainya. Dari data monografi Desa Rendeng, pada tahun 2018 masyarakat yang berprofesi sebagai pengarajin gerabah berjumlah 117 orang.
Kuatnya potensi kerajinan gerabah karya masyarakat Desa Rendeng sehingga dapat berpotensi menunjang perekonomian daerah, menjadikan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) membentuk Desa Wisata Edukasi Gerabah pada tahun 2015.
Bertajuk “Wisata Edukasi”, para pengunjung dapat belajar untuk membuat kerajinan gerabah sendiri melalui arahan pengrajin Desa Rendeng. Sebagian besar pengunjung, berasal dari pelajar PAUD, TK, dan SD. Selain belajar, tak lupa, membeli karya kerajinan gerabah sebagai buah tangan khas Bojonegoro.
Para pengrajin Desa Rendeng juga membuka jasa pemesanan produk untuk souvenir. Satu kerajinan dibanderol mulai dari Rp4 ribu hingga Rp10 ribu rupiah per bijinya. Sedangkan untuk dijual, kerajinan yang ditawarkan seharga Rp8 ribu hingga ratusan ribu. Harga-harga tersebut menyesuaikan jenis dan ukuran kerajinan.
Eksistensi kerajinan gerabah tidak hanya terdengar oleh masyarakat sekitar Bojonegoro. Pengrajin sudah mampu memenuhi permintaan konsumen dari luar kota seperti Mojokerto, Surabaya, Tuban, bahkan hingga Yogyakarta.
Menurut penuturan Ismail, para pengrajin di Desa Rendeng juga bekerja sama dengan pengrajin di Yogyakarta, terutama terkait pemenuhan produk dan material. “Kita juga suka saling melengkapi produk dan material. Misalnya dari Yogya mengirim produknya ke kita, begitupun sebaliknya,” jelasnya.
Sebagai informasi, Desa Wisata Kasongan berada di Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta juga terkenal dengan penghasil kerajinan gerabah.
Desa Wisata Gerabah yang berada di Desa Rendeng Kecamatan Malo Kabupaten Bojonegoro turut menunjang perekonomian daerah melalui UMKM (Usaha Mikro Kecil Mengenah). [INA]