Liputan6.com, Jakarta Berlibur ke Surabaya belum lengkap rasanya jika tidak mampir sejenak untuk melaksanakan ibadah solat di Masjid Agung Surabaya Jawa Timur.
Diketahui, Masjid Al-Akbar Surabaya merupakan terbesar kedua setelah Istiqlal Jakarta. Kawasan Masjid Agung Surabaya tersebut merupakan salah satu lokasi surganya kuliner di Surabaya.
Tempatnya yang sangat luas dengan berbagai macam pilihan street food tentunya lokasi ini sangat disukai oleh banyak sekali warga Surabaya yang hanya ingin menikmati malamnya bersama keluarga disini.
Kuliner Masjid Agung Surabaya tidak pernah mati, banyak sekali hal yang bisa Anda dapatkan disini. Seperti kreco, ceker, jagung bakar, cilor, dan streetfood ala Korea seperti tteobokki, odeng dan hotang.
Harganya juga terbilang cukup terjangkau. Suasananya sangat tenang walau sangat rame pengunjung.
Beberapa stand juga menyediakan tempat duduk lesehan bagi para pengunjung yang ingin makan ditempat.
Saksikan video pilihan berikut ini:
JawaPos.com – Tidak semua sentra wisata kuliner (SWK) yang dibina pemkot ramai. Di Surabaya Selatan, beberapa SWK sepi pembeli. Banyak meja yang kosong. Beberapa stan pun menutup usaha.
Misalnya yang terlihat di SWK Urip Sumoharjo. Kemarin, pukul 12.30, di antara puluhan meja dan kursi yang tertata di SWK tengah kota itu, hanya ada dua pembeli yang duduk. Sisanya kursi kosong tanpa pembeli.
Padahal, saat itu jam makan siang. Hanya enam pedagang yang membuka stan. Sembilan stan lain tutup. Bahkan, salah satu stan diselimuti terpal. Siti, salah seorang pedagang, mengatakan, SWK Urip Sumoharjo memang sepi. ”Ramai saat sore dan malam, tapi juga tidak ramai-ramai banget,” jelasnya.
Kondisi serupa terlihat di SWK Jambangan. Di antara 20 stan, yang buka hanya 10 stan. Lainnya tutup lantaran sepi pembeli. ”Kondisi sepi sejak dua tahun terakhir,” ucap Winarni, salah satu pedagang, kemarin siang (20/2).
Jika dibandingkan dengan awal SWK itu dibuka, terjadi penurunan omzet hingga 60 persen. ”Jika dulu bisa menjual puluhan piring nasi, sekarang sangat susah,” paparnya. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya. Salah satunya layanan pesan makanan dengan aplikasi online. ”Dulu, saat jam istirahat, banyak orang kantor yang datang ke SWK untuk makan. Nah, sekarang sudah tak ada lagi,” lanjutnya.
Begitu pula SWK Gayungan. Tepatnya di depan Masjid Al Akbar. Ketua SWK Gayungan Urip mengatakan, sepinya pengunjung dimulai 2018. Saat itu mulai banyak pedagang kaki lima (PKL) di sekitaran Masjid Agung. ”Alangkah baiknya jika ada penataan PKL,” ucapnya.
Dia mengungkapkan, jika dulu sehari mampu meraup pemasukan Rp 600 ribu–Rp 700 ribu, kini mendapat Rp 300 ribu saja sudah bagus. Jumlah pedagang di SWK Masjid Agung cukup banyak. Dari total 32 stan, 27 stan terisi pedagang. Sisanya kosong.
Berdasar data yang dihimpun, ada 44 SWK di Surabaya dengan total 998 pedagang. Dari jumlah SWK itu, yang belum optimal atau terisi di bawah 40 persen hanya 10 persen.
Minta Chef Hotel Ajari Pedagang
Sepinya sentra wisata kuliner (SWK) diakui Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kota Surabaya Widodo Suryantoro. Namun, tak semua SWK sepi. Masih banyak SWK yang ramai pembeli.
Widodo menyebutkan beberapa penyebab sepinya SWK. Salah satunya, lokasi kurang strategis. Selain itu, makanan kurang enak. Setiap SWK punya masalah sendiri yang perlu dicarikan solusi. ”Jadi, tidak bisa digeneralisasi,” tuturnya.
Widodo mencontohkan SWK Urip Sumoharjo. Lokasinya terbilang strategis. Tapi, komitmen pedagang di sentra tersebut kurang. ”Pedagang belum konsisten menjual dagangannya. Kadang sehari jualan. Tapi, dua hari kemudian tutup,” paparnya. Tidak hanya itu, masalah SWK Urip Sumoharjo juga terletak pada banyaknya pedagang yang sering berganti menu makanan. ”Biasanya jual tahu tek. Akhirnya jual soto. Jadi susah dapat pelanggan,” terangnya.
Dinas koperasi telah melakukan mapping masing-masing SWK. Nanti pemkot bisa mengetahui kelemahan masing-masing SWK. Dengan begitu, bisa diketahui apa yang perlu dikembangkan.
Untuk menggairahkan SWK, kata Widodo, pihaknya telah menunjuk chef profesional untuk melatih pedagang. Para chef tersebut didatangkan dari beberapa hotel di Surabaya yang telah menjalin kerja sama dengan pemkot. ”Agar menu makanan mereka enak dan menarik,” tuturnya.
Selain menggandeng chef, berbagai universitas digerakkan untuk pembinaan pedagang. Kini pemkot juga terus memberikan fasilitas tambahan seperti single cashier di setiap SWK untuk mempermudah transaksi.
—
Mengapa SWK Sepi?
Penyebab
– letak kurang kurang strategis.
– penjual tidak konsisten dalam berdagang.
– makanan kurang enak.
– maraknya layanan makan berbasis aplikasi.
– Munculnya PKL di sekitar SWK.
Langkah Pemkot
– Maping SWK yang sepi.
– Tambah sarpras pendukung.
– Kerja sama dengan hotel. Minta chef profesional ajari pedagang.
Ratusan pedagang kaki lima (PKL) yang selama ini berjualan di sekitar Masjid Nasional Al Akbar Kota Surabaya, Jawa Timur (Jatim), telah direlokasi pemerintah setempat ke Pasar Rakyat Jambangan.
Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya mengatakan, PKL yang selama ini berjualan di sekitar Masjid Al-Akbar sudah dimasukkan ke pasar yang masuk wilayah Jambangan.
“Pasar itu memang kami peruntukkan untuk warga Surabaya. Sehingga nanti Insya Allah kalau masyarakat keliling di Masjid Al-Akbar dan ingin menikmati kuliner yang selama ini ada di sekitar masjid, maka bisa langsung ke Pasar Rakyat Jambangan,” kata Eri dilansir surabaya.go.id.
Dia juga memastikan di pasar rakyat tersebut ada tempat permainan anak-anak, kuliner makanan dan minuman, serta berbagai produk UMKM Surabaya.
Oleh karena itu, ke depan Pemkot Surabaya terus melakukan perbaikan di tempat tersebut.
“Saya berharap akhir bulan ini bisa lebih baik lagi dan bahkan sempurna Pasar Rakyat,” ujar dia.
Wali Kota Surabaya juga berharap, PKL lain yang mau dimasukkan ke Pasar Rakyat Jambangan segera diproses. Karena, sejak awal dia sudah menyampaikan kepada jajaran pemkot untuk menata sebaik-baiknya para PKL.
“Kalau masih ada yang di luar, ayo ditata dengan baik, jangan sampai mereka diusir-usir terus, kasihan juga, apalagi mereka juga warga Kota Surabaya,” tegasnya.
Sementara itu, Fauzie Mustaqiem Yos Kepala Dinas Koperasi UKM dan Perdagangan Kota Surabaya mengatakan, sampai sekarang sudah ada sekitar 348 pedagang yang menempati stan di Pasar Rakyat Jambangan.
“Jumlah itu tidak menutup kemungkinan akan terus bertambah karena fasilitas di tempat tersebut sudah memadai,” kata dia.
Menurutnya, sebelum para PKL berjualan, pihaknya sudah memperbaiki lahan kosong yang berada di sisi utara Masjid Al-Akbar. Tempat itu pun kini diberi nama Pasar Rakyat Jambangan.
Yos melanjutkan, Pemerintah Kota Surabaya memasang paving dan melengkapi penerangannya. Dia menjamin akan terus ada perbaikan-perbaikan, termasuk rombong yang sudah kurang layak.
“Nanti kami bantu supaya lebih layak. Mudah-mudahan ini semakin mempermudah mereka dalam mencari rezeki,” pungkasnya. (bil/rid)
Surabaya, memorandum.co.id – Penataan relokasi pedagang kaki lima (PKL) Masjid Agung Surabaya (MAS) semrawut. Kondisi ini, terjadi karena pemindahan sekitar 1.300 pedagang ke lapangan tidak menyelesaikan masalah. Bahkan kondisi akses jalan di sekitar MAS semakin macet. Hal ini, dipicu parkir kendaraan dipindah di jalan.
Ulhaq, Ketua Paguyuban PKL New Panguripan (NP) Masjid Agung Surabaya mengatakan, relokasi terkesan tidak menyelesaikan masalah. Namun hanya memindahkan masalah. Sebab, yang terjadi relokasi banyak dikeluhkan pedagang karena kekurangan lapak. “Pedagang masih kurang 97 untuk makanan dan 46 nonmakanan,” terang Ulhaq, Minggu (4/12/2022)
Sebab, yang yang terjadi relokasi hanya memindahkan lahan parkir untuk lapak pedagang. Sementara lahan yang biasanya untuk lapak pedagang, dialih fungsikan untuk parkir. “Sehingga semakin semerawut,” terang dia.
Ulhaq menyebutkan, Masjid Agung Surabaya sudah menjadi salah satu destinasi wisata kuliner. Bahkan, banyak orang luar Kota Surabaya datang ke Masjid Agung untuk menikmati suasana lokasi masjid terbesar ke dua di Indonesia ini. “Jika relokasi (pedagang digeser, red) terus dilakukan. Maka kepercayaan MAS sebagai salah satu destinasi wisata kuliner sulit terbentuk,” ujar dia.
Pedagang berharap, mereka bisa berjualan kembali di sekitar Masjid Agung Surabaya. “Belum ada evaluasi. Sebab relokasi yang terjadi omzet pedagang turun 50 persen lebih,” tutup Ulhaq.
Diperoleh informasi tidak kurang 1.200 pedagang berjualan di MAS. Mereka biasa berjualan setiap hari Minggu. Sedangkan di luar hari libur, terdapat pedagang (PKL) yang berjualan harian.
Selain bernaung di komunitas New Panguripan (NP), ada ratusan PKL yang bernaung di Forum Warga Peduli Pagesangan.
Wachjudin, ketua Paguyuban PKL Forum Warga Peduli Pagesangan menyampaikan, relokasi ke lapangan tidak muat, namun dipaksakan. “Sehingga hilangnya kenyamanan pedagang dan pembeli. Masalah terjadi. Dampaknya relokasi, seputaran menjadi krodit macet. Dilapangan tidak mungkin,” kata dia.
Sisi barat dan utara sisi Masjid Agung Surabaya. Sebelum relokasi tidak parah. “Semakin parah macet,” kata dia.
Pedagang menunggu ada evaluasi dari pihak pemkot. Sebab, jumlah paguyuban PKL di Forum Warga Peduli Pagesangan mencapai 567 pedagang. “Sehingga banyak yang kekurangan lapak. Dan pedagang tidak rebutan. Tetapi didalam yang terjadi tidak kondusif,” urai Wachjudin. (day)
JawaPos.com–Sebanyak 30 persen makanan di sekitar Masjid Al Akbar mengandung bahan berbahaya. Temuan itu disampaikan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Kota Surabaya.
Senin (11/4), BPOM Kota Surabaya melakukan pengujian makanan dan minuman yang dijual di sekitar Masjid Al Akbar. Hasilnya, 30 persen mengandung boraks.
”Kami lakukan pengujian random sampling pada 15 makanan dan minuman di sekitar Masjid Al Akbar Surabaya. Hasilnya, 8 positif mengandung boraks,” kata Kepala BPOM Kota Surabaya Rustyawati.
Baca juga:
Kemenkes Putuskan PPKM Surabaya Level 1
Beberapa makanan yang diuji adalah batagor, kerupuk puli semanggi, kerupuk ikan, es cao, mutiara merah, harum manis, sosis bintang, kerang tumis, tahu, dan siomay. ”Temuan boraks positif di kerupuk puli semanggi, es cao, kikil, dan lontong,” terang Rustyawati.
Beberapa jenis makanan itu dipilih karena bahan berbahaya normalnya ditemukan di jenis-jenis tersebut. Untuk itu, pihaknya melakukan pengujian jenis-jenis makanan yang dijual untuk mengantisipasi bahan berbahaya.
”Pengujian ini dilakukan untuk mencegah kandungan bahan berbahaya dalam makanan yang dikonsumsi warga Surabaya,” tutur Rustyawati.
Baca juga:
Warga Surabaya Bisa Berobat TBC di Puskesmas