Banjarnegara, merupakan kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, dengan Ibu kotanya namanya juga Banjarnegara. Kabupaten Banjarnegara terletak di antara 7° 12′ – 7° 31′ Lintang Selatan dan 109° 29′ – 109° 45’50” Bujur Timur. Luas Wilayah Kabupaten Banjarnegara adalah 106.970,997 ha atau 3,10 % dari luas seluruh Wilayah Provinsi Jawa Tengah.
Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang di Utara, Kabupaten Wonosobo di Timur, Kabupaten Kebumen di Selatan, dan Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Purbalingga di Barat.
Seperti beberapa wilayah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang lainnya, Kabupaten Banjarnegara juga menawarkan tempat wisata yang sangat beragam. Salah satunya Makam Sunan Giri Wasiyat, salah satu wali penyebar agama Islam yang diutus ayahnya Sunan Giri menyebarkan agama Islam di wilayah Jawa Tengah bagian barat.
Selalu ada peziarah yang datang ke makam Sunan Giri Wasiyat, mereka datang dari berbagai daerah, bahkan ada yang berasal dari luar Jawa. Makam dan petilasannya masih terawat hingga sekarang, niat dan tujuannya beragam, sesuai kehendak masing-masing berziarah di makam ini.
Asal-usul Nama Sunan Giri Wasiyat
Nama Sunan Giri Wasiyat memang terdengar asing ditelinga kita semua. Dibandingkan dengan nama-nama seperti Sunan Kalijaga, Sunan Gunungjati, ataupun Sunan-Sunan lain yang masuk dalam predikat Wali Sanga, nama Sunan Giri Wasiyat memang masih jarang yang tahu. Namun meskipun begitu, peran Sunan Giri Wasiyat dalam menyebarkan kawruh agama islam tidak bisa dibilang sepele.
Sunan Giri Wasiyat adalah putra kedua dari Sunan Giri. Kakaknya bernama Prabu Jaka, sementara adiknya bernama Sunan Gripit dan Nyai Sekati. Sunan Giri Wasiyat bersama kedua adiknya bertugas menyebarkan agama islam di wilayah Pulau Jawa bagian tengah. Dan salah satu yang menjadi tempatnya menyebarkan agama islam yaitu di wilayah yang sekarang bernama Banjarnegara.
Alkisah, pada suatu pengembaraannya, beliau sampailah di daerah Banjaranyar, Pekuncen. Disana beliau bertemu dengan Kyai Ageng Maliu, salah satu tokoh besar di daerah tersebut dan menikahkan putrinya dengan Kyai Ageng Maliu. Di daerah tersebut Sunan Giri Wasiyat mengajarkan kawruh agama islam.
Selanjutnya Sunan Giri Wasiyat melanjutkan perjalanan ke desa Sembada Karya yang dipimpin Kyai Mertadiwangsa, dan mendirikan Pondok Pesantren disana. Sunan Giri Wasiyat meninggalkan sebuah masjid di dusun Dagan, desa Bondolharjo Kec Punggelan, dan Sunan Giri Wasiyat akhirnya ketika meninggal dimakamkan di atas bukit sebelah utara Masjid Dagan.
Selain meninggalkan peninggalan sebuah masjid, Sunan Giri Wasiyat juga meninggalkan sebuah jubah dan dhingklik yang sampai sekarang masih dijaga oleh juru kunci makam. Namun sayang, untuk bangunan masjid, karena usia yang sudah tua, bangunan menjadi lapuk dan rentan roboh. Atas dasar tersebut dan rembugan antar warga, masjid Dagan dipugar dan menjadi masjid baru yang megah.
Ada keanehan yang terjadi dari barang-barang peninggalan Sunan Giri Wasiyat.Disebutkan, warna jubah masih bagus dan berbau wangi. Keanehan lain, ketika suatu saat dicuri orang, barang-barang tersebut dikembalikan lagi oleh pelaku. Padahal, tidak satupun warga mengetahui kejadian tersebut karena tidak ada kerusakan pada tempat penyimpanan.
Kuliner dan Oleh-oleh Banjarnegara
1. Dawet Ayu
Dawet ayu adalah minuman khas dari Kabupaten Banjarnegara. Dawet ayu mudah ditemukan di pasar-pasar tradisional. Es Dawet ayu asli khas Banjarnegara lezat serta segar dan sangat cocok diminum pada cuaca panas, es dawet dapat diminum panas atau pun dingin dengan menambahkan
es batu.
2. Soto Krandegan
Soto Banjarnegara atau yang lebih dikenal oleh orang Banjarnegara yaitu soto Krandegan merupakan soto yang unik. Berbeda dengan soto-soto lainnya sperti soto bancar dan soto sokaraja yang merupakan kombinasi kuah bening dan kacang tanah, soto grombyang yang hitam pekat karena kluwek, soto bangkong karena kuah beningnya, ataupun soto kudus dengan khas daging kerbaunya.
Soto Banjarnegara berkuah kuning sekilas mirip dengan opor, tapi setelah anda merasakannnya rasanya jauh berbeda dengan opor. Kombinasi kuah kuning dengan santan yang dicampur dan direbus dengan tulang-tulang dan daging sapi menambah gurihnya soto tersebut.
Cara penyajiannya biasanya dimakan menggunakan ketupat, lalu ketupat tersebut diguyur dengan kuah santan, tidak lupa ditambahkan taoge muda, irisan daun bawang, dan bawang goreng yang menambah sedapnya soto tersebut. Tidak lupa irisan daging sapi yang tadi di rebus bersama kuah soto ditambahkan.
3. Buntil
Buntil adalah makanan tradisional Jawa berupa “parutan daging kelapa yang dicampur dengan teri dan bumbu-bumbu, dibungkus daun pepaya, kemudian direbus dalam santan. Makanan ini biasa sebagai lauk untuk nasi.
4. Combro
Combro ini adalah cemilan khas berbentuk keripik dari Banjarnegara. Makanan berbahan dasar singkong ini sangat nikmat jika disajikan dengan cabai rawit atau es teh manis, lho. Di Banjarnegara ada begitu banyak tempat produksi combro diantaranya adalah Argasoka, Kalipalet dan Karangrengah.
5. Salak Pondoh Banjarnegara
Kabupaten Banjarnegara terkenal dengan penghasil Salak Pondoh. Rasanya yang manis dan buahnya yang besar menjadi keunggulan. Pusat penghasil salak pondoh terdapat di Kecamatan Banjarmangu, Kecamatan Madukara dan Kecamatan Pagetan. Jika ingin membeli salak pondoh Banjarnegara bisa datang ke jalan raya Sigaluh.
6. Mendoan
Tempe Mendoan adalah sejenis masakan tempe yang terbuat dari tempe yang tipis, dan digoreng dengan tepung sehingga rasanya gurih dan renyah. Secara tradisional di wilayah Banjarnegara, tempe yang digunakan untuk mendoan adalah jenis tempe bungkus yang lebar tipis, satu atau dua lembar perbungkus. Akan tetapi tempe mendoan juga dapat dibuat dari tempe biasa yang diiris tipis-tipis namun lebar.
7. Manisan Carica
Manisan carica merupakan makanan khas dari daerah dataran tinggi Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah. Bahan utama manisan adalah buah carica. Selain rasanya yang enak, segar dan unik, carica juga mengandung kalsium, vitamin A, vitamin B komplek, vitamin C dan vitamin E.
8. Purwaceng
Purwaceng adalah minuman khas Dieng yang dibuat dari rebusan tanaman Purwaceng (Pimpinella pruatjan), species yang hampir punah ini hanya tumbuh di kawasan Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah. Purwaceng sejak jaman raja-raja Jawa dahulu dikenal sebagai pendongkrak stamina dan pengobar gairah seksual. Inilah yang membuat Purwaceng juga dikenal sebagai viagra tradisional.
Rasanya pedas seperti air jahe, sensasi ini dihasilkan oleh akar dan bijinya. Purwaceng sangat cocok disajikan selagi hangat dan diminum dalam cuaca dingin, seperti yang setiap hari terjadi di Dieng.
Jakarta – Istilah mungkin bukan perkara asing lagi di kalangan muslim. Kesembilan nama wali songo itulah yang disebut-sebut berjasa dalam proses Islamisasi di Indonesia, terlebih di Jawa.
– Istilahmungkin bukan perkara asing lagi di kalangan muslim. Kesembilan nama wali songo itulah yang disebut-sebut berjasa dalam proses Islamisasi di Indonesia, terlebih di Jawa.
Menurut Drs. Imam Subchi, MA dalam buku Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Aliyah Kelas XII, wali songo mulai menyebarkan agama Islam di pulau Jawa usai Kerajaan Majapahit runtuh. Setelahnya, Kerajaan Demak yang berlandaskan Islam pun mulai berdiri.
Wali songo sendiri diartikan sebagai orang yang telah mencapai derajat tinggi dan memiliki pengetahuan agama yang luar biasa.
“Wali songo secara sederhana artinya sembilan orang yang telah mencapai tingkat wali, suatu derajat tingkat tinggi yang mampu mengawal babahan hawa sanga (mengawal sembilan lubang dalam diri manusia), sehingga memiliki peringkat wali,” tulis Drs. Imam Subchi, MA dalam bukunya.
Peran wali songo tak jauh berbeda dengan ulama yang menyebarkan agama Islam di tiap wilayah berikut dengan gaya dakwahnya tersendiri. Hal ini dapat dibuktikan dari nama suatu wilayah yang melekat pada diri mereka, menggantikan nama asli.
Untuk itu, tidak ada salahnya memperkaya pengetahuan kita dengan memahami nama-nama wali songo berikut dengan identitas aslinya.
9 Wali Songo dan Nama Aslinya
1. Maulana Maghribi
Wali songo pertama, Maulana Maghribi berama asli Maulana Malik Ibrahim. Ia wafat pada 1419 usai mendirikan pondokan tempat belajar agama di Leran.
Wilayah yang menjadi target dakwahnya pertama kali yakni Desa Sembalo, desa yang masih berada dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang adalah daerah Leran, Kecamatan Manyar, 9 kilometer utara Kota Gresik.
Wilayah itu pula yang menjadi tempat bersemayam Maulana Maghribi. Tepatnya di kelurahan Gapurosukolilo, Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
2. Sunan Ampel
Wali songo Sunan Ampel memiliki nama asli Raden Rahmat. Ia adalah keturunan dari Syekh Maulana Malik Ibrahim.
Nama Ampel sendiri diambil dari daerah bernama Ampel Denta, daerah rawa yang dihadiahkan raja Majapahit kepadanya. Di tempat inilah, ia memulai aktivitas dakwahnya dengan mendirikan pesantren Ampel Denta, dekat dengan Surabaya.
3. Sunan Bonang
Selanjutnya, ada Sunan Bonang dengan nama asli Raden Makdum Ibrahim. Bila dilihat dari silsilahnya, ia adalah putra dari Sunan Ampel atau cucu dari Maulana Malik Ibrahim.
Karier dakwahnya dimulai dengan berdakwah di Kediri. Wilayah dengan mayoritas penduduknya beragama Hindu saat itu.
Kemudian, Sunan Bonang menetap di Desa Bonang, Lasem, Jawa Tengah. Di sana, Sunan Bonang mendirikan pesantren yang dikenal sebagai Watu Layar.
4. Sunan Drajat
Nama asli Sunan Drajat adalah Raden Syarifuddin. Beberapa sumber sejarah menyebutkan bahwa ia adalah putra dari Sunan Ampel.
Sunan Drajat melancarkan aksi penyebaran agama Islam ke sebuah desa bernama Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan, Jawa Timur. Kemudian, mendirikan mushola atau surau yang dimanfaatkan sebagai tempat berdakwah.
5. Sunan Giri
Wali songo selanjutnya adalah Sunan Giri yang semula bernama Raden Paku.
Nama Giri ini diambil dari wilayah yang menjadi pusat penyebaran dakwahnya di Jawa Timur yakni bukit sebelah selatan Kota Gresik yang bernama bukit Giri pada 1481 M. Kemudian, ia juga mendirikan sebuah pondok pesantren dengan nama Pesantren Giri.
6. Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga merupakan tokoh wali songo yang paling terkenal di antara sembilan wali lainnya. Nama asli Sunan Kalijaga adalah Jaka Said.
Daerah tempat berdakwahnya tidak terbatas karena ia merupakan seorang mubalig keliling. Namun, Sunan Kalijaga lama menetap di Kadilangu, Demak.
Di Demak, Sunan Kalijaga berperan aktif dalam pendirian Masjid Agung Demak dan menentukan kiblat agar sesuai dengan arah Kakbah.
7. Sunan Kudus
Sunan Kudus memiliki nama asli Ja’far Shodiq. Nama Kudus diambil dari wilayah tempatnya menyebarkan agama Islam yakni Kudus, saat itu masih dikenal dengan nama Kota Tajug.
Di Kudus, ia menerapkan strategi dakwah dengan menghargai adat istiadat yang lama dianut warga sekitar. Pasalnya, warga Kudus saat itu masih didominasi oleh penganut agama Hindu dan Budha.
Salah satu contoh bentuk penyebaran agama Islam di Kudus dengan pendekatan budaya setempat yakni, mendirikan masjid yang bentuknya mirip dengan candi orang Hindu.
8. Sunan Muria
Sunan Muria bernama kecil Raden Prawoto. Ia adalah putra dari Sunan Kalijaga.
Nama Muria tersebut diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria. Wilayah tersebut berjarak sekitar 18 kilometer ke utara Kota Kudus.
Cara berdakwahnya berbeda dengan sang ayah. Ia lebih memilih daerah yang sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam lewat para pedagang, nelayan, pelaut, dan rakyat jelata.
9. Sunan Gunungjati
Terakhir, Sunan Gunungjati bernama asli Syarif Hidayatullah.
Ia mendapat tugas untuk berdakwah di daerah Cirebon. Di sana, Sunan Gunungjati mendirikan kerajaan Cirebon dan melepaskan diri dari pengaruh Pajajaran. Hal ini pula yang membuat Sunan Gunungjati menjadi satu-satunya nama wali songo yang keluar sebagai kedudukan raja.
Simak Video “Dosen UII Ubah Rute ke AS Diduga Lakukan Indisipliner”
[Gambas:Video 20detik]
(rah/erd)